Yoona menunggu sampai Hansung pergi ke kampus. Setelah suaminya berangkat kerja, ia mengemasi barang-barang Taeyoo ke dalam sebuah koper. Sambil menggendong anaknya, ia membawa keluar koper kecil yang berisi pakaian Taeyoo dan pakaiannya sendiri.
"Bu, saya pergi dulu." Yoona berdiri di muka pintu. Ibu mertuanya sedang menyingkirkan beberapa daun mati dari pohon jeruk yang tumbuh di pekarangan depan rumahnya.
"Ya." Jawab sang mertua tanpa menoleh. "Choyoung, tolong ambilkan gunting tanaman." Ia berkata pada pembantunya.
Yoona menghampiri ibu Hansung untuk berpamitan, tapi sang mertua seolah tak melihatnya. Yoona tahu ibu Hansung memang sengaja.
"Bu, saya mau ke toko dulu dengan Taeyoo."
"Ya."
Karena Yoona tetap berdiri di sampingnya, ibu Hansung terpaksa menoleh dan mengangguk.
"Taeyoo, salam dulu sama nenek." Yoona menyorongkan tubuh Taeyoo untuk mencium pipi ibu Hansung.
Tanpa perasaan senang, ibu Hansung membiarkan bayi enam bulan itu mengecup pipinya.
"Sudah, kalau mau pergi ke toko, pergilah sekarang. Nanti jalanan keburu macet." Ibu Hansung menjauhkan wajahnya dari Taeyoo walaupun si bayi masih ingin menggigit pipi tua miliknya.
Yoona tersenyum. Ia sudah terbiasa dengan sikap dingin kedua mertuanya. Sambil menjinjing koper kecil miliknya, ia memasuki mobilnya yang diparkir di garasi.
Yoona mendudukkan Taeyoo di baby car seat di jok belakang sebelum ia masuk dan duduk di bangku supir.
Mobil sedan matic itupun meluncur pergi.
Yoona sengaja menyetel lagu-lagu anak-anak agar Taeyoo yang duduk di jok belakang tidak rewel. Seperti biasanya, begitu mobil berjalan, anaknya memang tidak menangis. Taeyoo sangat senang naik mobil dan melihat ke jendela. Tak jarang Taeyoo asyik bicara sendiri----membuat Yoona tertawa geli dan membalas kata-kata Taeyoo yang tidak jelas.
Di dunia ini, cuma Taeyoo seorang sumber kebahagiaan Yoona. Meskipun kehadiran Taeyoo sama sekali tidak ia rencanakan---sama seperti Kitae dahulu----tidak sekalipun Yoona menyesali kelahiran anaknya itu. Yang ia sesali hanyalah kepergian Taehyung dari sisinya.
Jika saja Taehyung tidak pernah pergi ke hutan Amazon, tidak pernah naik kapal motor nahas itu, pasti sekarang Taehyung dan dirinya sudah menikah, merenda kehidupan yang begitu indah dan penuh kebahagiaan di Boston. Kedua orangtua Taehyung pun sangat baik dan begitu sayang kepadanya. Hidupnya akan sangat sempurna. Sayang, Tuhan memilihkan jalan takdir lain untuknya.
Sebenarnya Yoona lebih suka tetap tinggal di Boston. Di sana, takkan ada yang menggunjingkan dan mempertanyakan siapa dan di mana ayah Taeyoo. Tapi ia sadar Taeyoo butuh seorang figur ayah. Jika bukan karena memikirkan masa depan Taeyoo dan juga perasaan Nenek Moonsook, pasti Yoona akan menolak lamaran Hansung.
Sering sekali----bahkan hampir tiap malam----Yoona menyesal telah menerima pinangan Hansung. Dulu ia kira Hansung benar-benar mencintainya dan tulus ingin menjadi ayah bagi Taeyoo. Tak tahunya, Hansung hanya menikahinya untuk membalas segala sakit hatinya akibat dikhianati dan dicampakkan olehnya.
Sejak malam pertama mereka, tak pernah sekalipun Hansung tidur di sampingnya, apalagi menyentuhnya. Kata-kata Hansung masih selalu sama, 'aku tidak mau tidur dengan barang bekas'.
Barang bekas. Hanya itu harga Yoona di mata Hansung. Tidak lebih.
Mula-mula Yoona merasa tersinggung dan ingin segera menggugat cerai, sakit sekali hatinya selalu disebut barang bekas oleh Hansung. Tapi ketika ia mengutarakan niatnya pada Nenek Moonsook, neneknya itu memintanya untuk bersabar. Hansung pasti masih merasa sakit hati karena telah diputuskan oleh Yoona, belum lagi dia harus menjadi ayah dari anak orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE THAT COULD NEVER BE [VYOON FANFIC]
FanfictionLim Yoona melakukan kesalahan terbesarnya saat ia bertemu dengan Kim Taehyung dalam sebuah pendakian ke kaki Gunung Everest. Setelah menghabiskan waktu bersama di sebuah negeri yang begitu asing, Yoona dan Taehyung terlibat dalam sebuah hubungan asm...