BAB 56

101 18 29
                                    

Yoona menuangkan air panas ke dalam sebuah cangkir yang berisi bubuk kopi. Ia menambahkan dua sendok gula. Lalu mengaduk semuanya.

Yoona membawa cangkir kopi itu ke ruang tamu. "Kopimu."

Suaminya yang sedang duduk di sofa sambil membaca majalah politik hanya mendengus tanpa menjawab.

Sia-sia Yoona menunggu ucapan terimakasih dari lelaki itu. Ia mengangkat bahu dan melengos pergi. Masih banyak yang harus ia kerjakan pagi itu.

Begitu ia masuk ke kamar tidurnya, Yoona langsung disambut oleh tawa seorang bayi berkepala bulat yang masih berbaring di dalam boksnya.

"Mam mam." Anak itu memutar tubuh dan kepalanya menghadap Yoona. "Mam mam."

"Ah, anak Mama sudah bangun?" Senyum Yoona otomatis terkembang lebar melihat tawa anaknya. "Taeyoo sudah bangun?"

Taeyoo menendang-nendang udara dengan gembira dan menyemburkan beberapa patah kalimat yang entah apa maksudnya.

Yoona mengangkat anaknya dari dalam boks dan mencium perut anak itu. "Uuuh, bau!" Ia mengernyitkan hidung. "Apa popokmu sudah penuh? Ah iya, sudah penuh. Taeyoo mandi dulu sama Mama, ya."

Setelah menyambar sebuah handuk bersih, Yoona membawa keluar anak laki-lakinya melewati ruang keluarga. Di pintu kamar mandi, ia berpapasan dengan ibu mertuanya. Namun wanita itu tidak berkata apa-apa. Dia hanya menyingkir untuk memberikan jalan kepada Yoona dan bayinya.

Taeyoo yang sedang didukung oleh ibunya menjulurkan tangan kanannya untuk menyentuh sang nenek. Tapi wanita itu hanya tersenyum tawar tanpa menyambut uluran tangan si bayi.

Yoona menggantungkan handuk Taeyoo di balik pintu kamar mandi. Sambil menggendong anaknya, ia mengocorkan air panas ke dalam ember panjang di dalam bathtub---tempat mandi Taeyoo.

Selagi menunggu air di ember penuh, Yoona membuka pakaian monyet bayinya----tentu saja semuanya ia lakukan sambil berdiri. Namun setelah enam bulan melakukan semuanya sendirian, ia sudah terbiasa dan terbilang cukup cekatan.

Popok kotor Taeyoo ia jejalkan ke dalam tong sampah. Biar itu menjadi pekerjaan si Choyoung----pembantu di rumah mertuanya.

Setelah air di dalam ember dirasa cukup hangat, perlahan-lahan Yoona menurunkan anaknya ke dalam ember.

Taeyoo menjerit. Tapi anak itu tidak menangis kepanasan ataupun kedinginan, melainkan kegirangan. Entah mengapa Taeyoo paling senang bermain air. Mungkin turunan dari ayahnya.

Yoona tersenyum sendu mengingat ayah Taeyoo----lelaki yang paling ia cintai di dunia ini.

Tangan kanan Taeyoo yang bulat memegangi pinggiran ember sementara tangan kirinya asyik menciprat-cipratkan air ke muka sang ibu.

"Eh, anak nakal!" Delik Yoona pura-pura marah. "Nah, lihatlah. Daster Mama jadi basah begini." Ia mencowel hidung Taeyoo yang mancung.

Taeyoo tertawa----sama sekali tidak merasa takut apalagi menyesal sudah dimarahi sang bunda.

Yoona mengerutkan dahi sambil tersenyum. Sejak berumur tiga bulan, kenakalan Taeyoo sudah mulai tampak. Jauh berbeda dari mendiang Kitae dahulu. Mungkin ini warisan dari ayah Taeyoo juga.

"Sudah ya mandinya." Setelah menyabuni, memberi sampo, dan mengguyur tubuh anaknya yang bulat, Yoona mengangkat Taeyoo dan membungkusnya dengan selembar handuk. "Dingin, ya? Enggak? Enggak dingin? Masa?" Yoona tidak tahan untuk tidak mencium bayinya. "Hmm, wangi sekali kamu." Coleknya sekali lagi.

Taeyoo memeluk Yoona----membuat daster yang Yoona pakai basah oleh pelukan Taeyoo.

Sambil berjinjit-jinjit, Yoona membawa keluar Taeyoo dari dalam kamar mandi. Ia lewati kedua mertuanya yang sedang sarapan di meja makan dengan begitu saja. Di ruang tamu, suaminya masih betah dengan majalah politiknya. Yoona sama sekali tidak mengacuhkan mereka semua. Anak lelakinya lebih membutuhkan perhatian dan perawatan darinya.

LOVE THAT COULD NEVER BE [VYOON FANFIC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang