Sudah satu bulan Taehyung meninggalkan Seoul. Bersama kru Wild Geo yang sengaja direkrut dari Korea dan Indonesia, juga yang jauh-jauh didatangkan dari Amerika, ia pergi ke Mokpo untuk selanjutnya terbang ke Kalimantan.
Selama satu bulan itu juga Yoona disibukkan dengan persiapan pesta pernikahannya.
"Test food-nya nanti sore, kan?" Hansung terburu-buru menaiki anak tangga kampusnya.
"Iya. Jam empat. Kamu bisa meluangkan waktu, bukan?" Sambil membereskan foto-foto dan spesifikasi meubel yang baru dikirimkan dari Busan, Yoona menjawab telepon dari Hansung.
"Bisa. Kelasku beres jam tiga." Hansung mengatur nafas sebaik mungkin sebelum ia membuka pintu kelas yang akan segera ia ajar. "Sudah dulu ya, Yoona. Nanti aku telepon lagi."
"Ok." Yoona menutup ponselnya. Tumpukan brosur dan booklet yang baru datang dari percetakan tersusun rapi di atas meja kerjanya.
Yoona keluar dari dalam ruangannya sambil membawa satu bundel booklet dan brosur toko meubel Ryu Furniture tadi untuk dibagikan kepada calon pembeli mereka nanti.
"Minsol ah," di ujung anak tangga, ia memanggil Minsol yang sedang berdiri melamun memandang ke luar toko, "tolong taruh ini di meja depan."
Dengan cekatan, Minsol langsung menghampiri Yoona dan mengambil alih semua yang ada di tangan bosnya itu. Melihat sang atasan membawa-bawa tas, ia bertanya, "Sajangnim mau keluar?"
"Iya. Saya mau kasih laporan bulanan pada Paman Seungsoo." Yoona menyebutkan nama pamannya yang memegang kendali atas semua toko Ryu Furniture. "Karena sore nanti saya juga ada test food di Hotel Merari, saya enggak akan kembali lagi ke toko sampai besok. Kalau ada apa-apa, telepon atau kirim pesan saja ke nomor saya."
"Siap, Sajangnim." Jawab Minsol.
"Jian," Yoona memanggil staf adminnya yang sedang duduk di belakang meja kerjanya, "saya pergi dulu. Hari ini kamu yang atur toko. Nanti Minsol akan bantu kamu kalau ada apa-apa."
"Baik, Sajangnim." Jian mengangguk. Dari semua pegawai toko meubel Ryu Furniture cabang Seoul, Jian-lah yang paling tahu jadwal harian Yoona. Oleh sebab itu ia sama sekali tidak heran melihat bosnya keluar toko dan baru akan kembali lagi besok.
Menggunakan mobilnya, Yoona meninggalkan toko meubel warisan kakek-neneknya. Toko itu sebenarnya tidak pernah diniatkan untuk diberikan kepadanya, namun kejadian dua tahun lalu membuat neneknya memaksa anak-anaknya untuk menyerahkan toko tersebut untuknya.
Sambil menyetir mobil, lamunan Yoona tersedot ke masa lalu. Jika tidak ada neneknya----dan juga Paman Seung-Ryong serta bibi Hanee-----hidupnya pasti akan amat sangat terpuruk. Merekalah yang berjuang untuknya. Untuk mengembalikan hidupnya, untuk membuatnya kembali menjadi seorang manusia di saat anggota keluarganya yang lain hanya bisa mencemooh, menghina, dan mengasingkannya seolah-olah ia adalah makhluk paling berdosa yang berjalan di muka bumi ini.
Namun toko meubel yang kini dipimpinnya itu baru ia peroleh setelah-----
"TEEEET!"
Yoona menginjak pedal rem keras-keras. Ia hampir saja menerobos lampu merah. "Astaga." Desah Yoona lega sekaligus kesal pada dirinya sendiri. Untunglah kendaraan yang melaju dari samping kanannya membunyikan klakson sebelum mobilnya melanggar motor skuter tersebut.
Yoona meraih botol minum dan meneguk isinya sebanyak mungkin. Ia tidak boleh melamun. Bahaya. Bisa-bisa bukannya tiba di rumah paman Seungsoo, ia malah akan berakhir di sebuah IGD rumah sakit. Atau lebih buruk, di kantor polisi.
"Amit-amit jabang bayi." Yoona bergidik. Ia menurunkan rem tangan saat lampu lalu lintas berubah warna.
Meskipun jalanan di Seoul ramai dan padat seperti biasa, ia tiba juga di rumah pamannya sebelum jam satu siang.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE THAT COULD NEVER BE [VYOON FANFIC]
FanfictionLim Yoona melakukan kesalahan terbesarnya saat ia bertemu dengan Kim Taehyung dalam sebuah pendakian ke kaki Gunung Everest. Setelah menghabiskan waktu bersama di sebuah negeri yang begitu asing, Yoona dan Taehyung terlibat dalam sebuah hubungan asm...