BAB 89

79 17 17
                                    

Yoona sengaja mengambil alih tugas-tugas Taehyung di toko meubel agar suaminya itu memiliki waktu untuk menemani Narae di rumah sakit dan berterus-terang kepada Jiwon kalau sebenarnya dia bukanlah Hansung seperti yang aktris cantik itu kira.

Sambil mengawasi Yoomi yang sedang bermain di atas karpet ruang kerjanya, Yoona melamun. Ia tak mampu mengenyahkan perasaan was-was yang sejak beberapa hari lalu terus membayangi perasaannya. Ia percaya kalau Taehyung tidak memiliki niat untuk mengkhianatinya. Tapi di dunia ini, apapun bisa terjadi. Seberapa kuatkah iman seorang lelaki jika terus-terusan digoda oleh kehadiran seorang wanita cantik yang sangat mengharapkan cintanya? Taehyung memang bukan Hansung, tetapi Jiwon tidak tahu. Di mata wanita itu, yang dilihat dan ditemuinya adalah Park Hansung----bekas kekasihnya sekaligus ayah kandung dari puterinya.

Mungkin Yoona tidak perlu merasa cemas dan cemburu seperti ini jika saja Taehyung cepat-cepat mengklarifikasi kesalah-pahaman Jiwon. Tapi masalahnya, Taehyung tampak menikmati perannya sebagai Hansung di hadapan Jiwon. Apakah itu karena Jiwon adalah aktris favoritnya? Idola masa remaja suaminya itu?

Yoona tidak tahu. Rasanya terlalu konyol jika membayangkan Taehyung mendekati Jiwon hanya karena perempuan itu adalah artis idolanya. Taehyung bukan lagi seorang remaja yang memajang foto selebritis yang disukainya dan berkhayal suatu saat nanti mereka akan bertemu dan berjodoh. Yoona yakin, satu-satunya alasan suaminya terus-menerus mengunjungi rumah sakit di mana Narae dirawat adalah karena bocah itu adalah keponakannya. Satu-satunya orang di dunia ini yang memiliki ikatan darah dengan Taehyung selain anak-anak mereka sendiri.

Yoona tak mau rasa galau membuat hatinya susah. Ia meraih ponselnya dan menelepon Susi. "Sus, kamu sudah sampai di sekolah Taeyoo? Oh, ya bagus. Sepuluh menit lagi Taeyoo keluar. Jangan lupa beri dia makan dan suruh tidur siang begitu kalian sampai di rumah. Nanti setelah tidur siang, Taeyoo boleh main di rumah Hyunwoo. Tadi saya sudah menelepon ibunya Hyunwoo. Dia mau mengajak Taeyoo dan Hyunwoo bermain sepeda di taman. Kamu ikut awasi dan jaga, ya? Oke, saya akan pulang nanti sore seperti biasa."

Yoona mematikan ponselnya dan beranjak keluar dari balik meja kerjanya. "Yoomi," ia berjongkok di samping anak bungsunya, "kita lihat-lihat toko, yuk. Bosan kan main terus di ruangan Mama?"

Yoomi menoleh ibunya. Sedari tadi ia sedang asyik memainkan boneka dan rumahnya. "Oppa...." Celotehnya.

"Taeyoo oppa lagi sekolah." Walaupun umurnya baru tiga tahun, Yoona dan Taehyung sudah memasukkan Taeyoo ke sebuah playgroup di dekat rumah. Tujuan mereka bukan untuk memaksa Taeyoo bersekolah, melainkan agar putera sulung mereka itu bisa banyak bersosialisasi dengan anak-anak sebayanya. Melihat perkembangan Taeyoo semenjak masuk playgroup, Taehyung mengusulkan untuk memasukkan Yoomi juga ke sekolah yang sama. Namun Yoona merasa Yoomi masih terlalu kecil untuk ia lepas. Ia sendiri belum puas menghabiskan waktu bersama si bungsu. Nanti saja kalau Yoomi sudah tiga tahun, baru ia akan memasukkan anak itu ke playgroup seperti Taeyoo.

Yoona mengangkat tubuh Yoomi, "kita jajan ke mini market di sebelah, yuk? Mama kepingin ngemil sesuatu. Yoomi juga pasti ingin jajan, kan?" Ia mencium pipi Yoomi yang montok. Semakin dilihat, Yoona semakin merasa kalau puterinya itu adalah anak paling cantik di seluruh dunia. Mungkin itu juga yang dirasakan oleh setiap ibu di dunia ini----bahwa anak-anak mereka adalah yang paling lucu, paling cantik, atau paling tampan.

"Da dan." Yoomi bertepuk tangan dengan sumringah mendengar ajakan ibunya. Ia memang paling suka jajan. Kalau tidak jajan bersama Susi dan Taeyoo, pasti ia diajak jajan oleh mama dan papanya.

"Iya, kita jajan ke sebelah." Yoona keluar dari ruang kerjanya sambil menggendong Yoomi.

_______________________________________



LOVE THAT COULD NEVER BE [VYOON FANFIC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang