BAB 54

92 20 13
                                    

Yoona mematikan ponselnya. Ia termangu di depan meja kerjanya----menatap kosong anak tangga yang terlihat dari dalam ruang kantornya.

Hansung tidak membalas apalagi mengangkat telepon darinya.

Sudah dua hari berlalu sejak pertengkaran mereka----sejak ia membuka tabir rahasia yang selama ini sengaja ia sembunyikan dari Hansung.

Pasti Hansung masih begitu marah dan sakit hati padanya.

Yoona mengetuk-ngetuk meja kerjanya dengan risau. Sebenarnya sikap Hansung ini sangat wajar dan bisa dimaklumi. Justru akan aneh sekali jika seandainya Hansung tidak marah, tidak terluka, ataupun kecewa. Siapa yang bisa menerima kenyataan jika calon isteri yang akan dinikahinya ternyata pernah melahirkan anak dari laki-laki lain di luar nikah? Anak yang disembunyikan selama ini. Dan yang lebih memperparah luka batin Hansung adalah kenyataan bahwa ayah anak itu----lelaki yang pernah menghamili calon isterinya----adalah saudara kandungnya sendiri.

Yoona mengedikkan kepalanya. Ia memang merasa begitu berdosa pada Hansung. Tapi tak ada gunanya terus-terusan melamun dalam kubangan sesal. Masalah ini harus mereka selesaikan secepatnya. Jika Hansung tetap tidak bisa ia hubungi, ia terpaksa mendatangi rumah ayah dan ibu Hansung.

"Kling! Kling!"

Ponsel Yoona berbunyi. Beberapa pesan masuk secara bersamaan. Yoona membaca semua pesan itu satu persatu.

Bibi Hanee bertanya apakah sebaiknya bahan baju untuk seragam keluarga di pernikahan Yoona nanti dibagikan ke seluruh keluarga mereka sekarang saja karena akan butuh waktu dua minggu lebih untuk menjahitnya ataukah sang ponakan masih mau menundanya? Bibi Yejin----adik mendiang ayahnya----juga kebetulan menanyakan hal yang sama kepadanya melalui pesan pendek.

Yoon menyandar ke punggung kursi. Jika memang pernikahannya dengan Hansung akan batal, sebaiknya ia meminta kedua bibinya untuk menahan dulu bahan kain untuk baju seragam keluarga mereka. Untuk apa dibagikan jika tidak akan ada pernikahan untuk dirayakan?

Yoona mengetik beberapa kalimat kepada kedua tantenya tadi. Tentu saja keduanya memprotes keputusannya untuk menahan dulu bahan pakaian untuk seragam keluarga tanpa batas waktu yang jelas. Tapi Yoona tidak begitu hirau. Ada hal yang lebih penting yang harus ia lakukan sekarang.

Sudut matanya menoleh jam dinding. Sudah hampir jam dua. Hansung pasti sedang mengajar di kampus.

Setelah memasukkan ponsel ke dalam tas tangannya, Yoona beranjak pergi.

_______________________________________


Sejak memutuskan untuk berhenti kuliah beberapa tahun lalu, baru tiga kali Yoona menginjakkan kakinya lagi di sebuah kampus. Ada perasaan nostalgia dan juga kerinduan untuk kembali ke bangku kuliah saat ia berada di tempat Hansung mengajar selama ini. Jika saja dulu Kitae tidak pernah ada, mungkin sekarang ia sudah lulus menjadi seorang sarjana.

Tapi Yoona tidak lantas larut dalam penyesalan. Andaikata waktu dapat diulang kembali, ia tetap akan memilih untuk melahirkan Kitae dan merawat bayi itu ketimbang meneruskan kuliahnya.

"Boleh saya bertemu dengan Pak Park Hansung?" Tanya Yoona di depan meja resepsionis.

"Pak Park? Tunggu sebentar ya, Bu." Resepsionis kampus kebetulan mengenali Yoona sebagai tunangan dari Park Hansung. Ia mengetikkan beberapa kalimat di atas keyboard komputernya. "Oh, Pak Park sedang mengajar di Ruang C3-5. Tapi lima belas menit lagi kelasnya beres. Silahkan Ibu langsung saja naik ke lantai 3." Jawab sang resepsionis ramah dan sopan. Sebenarnya umur dan penampilan Yoona tidak ada bedanya dengan semua mahasiswi di sana. Sang resepsionis sendiri merasa sedikit canggung untuk menyebut Yoona dengan panggilan 'Ibu', tapi karena Yoona adalah calon isteri Pak Park, sebutan 'Ibu' pun harus disematkan kepada gadis itu.

LOVE THAT COULD NEVER BE [VYOON FANFIC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang