BAB 60

84 20 19
                                    


Taehyung tidak pernah tahu bagaimana ia bisa selamat dari luka tembak dan arus Sungai Amazon yang begitu deras. Ia bahkan mengira dirinya sudah meninggal dunia ketika ia membuka kedua matanya dan hanya melihat wajah-wajah asing yang tengah menatapnya. Wajah-wajah itu mirip dengan wajah orang Asia Tenggara---berkulit cokelat kegelapan, bermata hitam, rambut hitam, dan... Tidak mengenakan baju atasan. Apakah ia sedang berada di surga atau neraka? Sepertinya tidak kedua-duanya.

Tubuh Taehyung yang nyeri dan lemah membuatnya tak bisa banyak bergerak. Ia juga berulang kali pingsan. Hanya cairan yang begitu pahit dan masam yang berulang kali dicekokkan ke mulutnya yang membuat Taehyung kerap terbangun dengan perasaan mual.

Baru pada hari ketujuh ia benar-benar bisa terjaga lama dan memerhatikan keadaan di sekelilingnya.

Ia berada di sebuah kamar yang berbentuk bulat dengan dinding yang terbuat dari kayu dan atap rumbia. Ia tidak berbaring di atas ranjang berkasur empuk melainkan di atas sebuah dipan keras dengan alas tikar dan selembar selimut yang baunya mengingatkan Taehyung akan bau hewan. Entah bau kambing atau rusa.

Ia juga tidak memakai baju apa-apa. Dadanya sakit dan panas seolah-olah ia baru saja menelan bubuk mesiu mentah-mentah, tapi bagian yang paling nyeri adalah lambung kanannya---tempat peluru salah seorang perompak merobek kulit dagingnya.

Taehyung refleks menyentuh perut bagian bawahnya. Ia meringis dan cepat-cepat menarik kembali tangannya. Ia pandangi kelima jari dan telapak tangannya. Tidak ada darah, cuma cairan hijau yang hangat. Taehyung kembali menyentuh perutnya. Basah.

Seorang wanita yang sangat tua----mungkin sudah berumur delapan puluh atau sembilan puluh tahun----memasuki ruangan tempat Taehyung berbaring. Wanita itu berbicara kepadanya dalam bahasa yang sama sekali tidak dikenali apalagi dipahami oleh Taehyung.

Wanita itu menarik selimut yang menutupi setengah badan Taehyung. Ia memeriksa bagian perut yang barusan Taehyung sentuh. Si nenek tua dengan rambut kelabu yang dikepang dua menatapnya dan menyerocos dalam bahasa asing. Dari cara dan intonasi suara wanita itu, Taehyung menerka bahwa si nenek sedang mengomelinya.

Taehyung memanjangkan leher untuk melihat luka di bagian perutnya. Tapi yang ia lihat hanyalah dedaunan hijau yang sudah dilumatkan dan ditempelkan di atas lukanya.

Si nenek berkepang dua kemudian keluar dari dalam kamar. Tapi semenit kemudian ia muncul kembali dengan tiga orang lainnya. Seorang pria yang umurnya tidak lebih muda dari si nenek. Seorang bocah lelaki yang baru menginjak usia akil balig. Dan seorang perempuan muda yang mungkin sebaya dengan Taehyung sendiri.

Si bocah lelaki mendekati dipan Taehyung dan berbicara dalam bahasa yang sama yang dipakai oleh si nenek. Taehyung menggelengkan kepala dan berkata kalau ia tidak mengerti apa yang mereka katakan.

Sekarang giliran si kakek yang menghampiri Taehyung. Kakek tua itu menyentuh dahi Taehyung seolah sedang mengukur suhu tubuh si pasien. Kakek tua itu menggumamkan kata-kata yang sama sekali tidak dikenali oleh Taehyung. Itu bukan bahasa Spanyol, Portugis, apalagi bahasa Inggris. Taehyung menduga mereka semua berbicara dalam bahasa lokal daerah itu. Bahasa yang tidak mungkin bisa Taehyung mengerti.

Si kakek dan si nenek keluar dari dalam kamar, meninggalkan Taehyung bertiga dengan si bocah dan si perempuan muda.

Si perempuan menyuruh si anak laki-laki untuk mengambil mangkuk yang terbuat dari batok kelapa yang entah sejak kapan sudah ada di atas meja kecil di samping Taehyung. Wanita berambut panjang itu memerintahkan si bocah untuk menyuapi Taehyung.

Taehyung sontak menggeleng. Bau yang menguar dari dalam mangkuk begitu menyengat. Apapun isinya, rasanya pasti tidak akan enak.

Si bocah memaksa Taehyung untuk makan, tapi Taehyung bertekad untuk merapatkan mulutnya.

LOVE THAT COULD NEVER BE [VYOON FANFIC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang