BAB 36

94 20 20
                                    

Empat Tahun Lalu

Sejak masih di dalam pesawat, Taehyung sudah tidak sabar untuk menghubungi Yoona. Ia tidak cuma ingin mendengar suara gadis itu, tapi juga ingin melihat wajahnya, senyumnya, matanya. Ah, ternyata rindu bisa juga terasa mengasyikan seperti ini. Taehyung tersenyum-senyum sendiri membayangkan obrolannya dengan sang pujaan hatinya nanti. Bahkan gadis cantik yang duduk di sampingnya sama sekali tidak diacuhkan oleh Taehyung. Hatinya sudah penuh dengan Yoona. Ia tidak punya ruang lagi yang tersisa untuk perempuan lain.

Dengan sabar Taehyung menantikan pesawatnya untuk segera mendarat.

Namun keriangan hati Taehyung harus lenyap hari itu juga.

Sebelum ia meninggalkan Boston International Airport, ponselnya berdering nyaring. Semula Taehyung mengira kalau itu adalah telepon dari Yoona karena sejak mereka berpisah di Kathmandu, pesan pendek dan panggilan teleponnya sama sekali tidak dijawab oleh pacarnya itu. Namun ternyata dering telepon tadi bukanlah dari Yoona.


_______________________________________



Taehyung berlari sekencang mungkin menyusuri lorong rumah sakit.

"Mam," ia setengah berseru saat melihat ibunya sedang duduk di ruang tunggu rumah sakit.

"Taehyung!" Sang ibu spontan berdiri dan menghambur ke pelukan anak lelaki satu-satunya itu.

"Bagaimana keadaan papa?" Nafas Taehyung masih tersengal-sengal. Wajahnya pucat pasi menahan rasa syok dan cemas.

"Papamu sudah lebih stabil. Dia sedang ditangani oleh dokter." Ibu Taehyung menunjuk ruang rawat di depan mereka.

Taehyung melepaskan ibunya untuk melihat keadaan ayahnya dari dekat. Di balik ruangan yang terhalangi oleh tembok dan pintu kaca, ia melihat ayahnya berbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dikelilingi oleh beberapa petugas medis.

Ayahnya terkena serangan jantung. Sudah beberapa kali lelaki paruh baya itu mengeluh sakit dada. Taehyung sendiri sudah mencurigai kondisi ayahnya pasti berkaitan dengan penyakit jantung. Sebelum berangkat ke Everest, ia sempat meminta sang ayah untuk memeriksakan diri ke rumah sakit.

Dan semalam terjadilah serangan jantung akut yang membuat ayahnya dilarikan ke rumah sakit.

Dengan gelisah, Taehyung berkomat-kamit memanjatkan doa untuk kesembuhan ayahnya. Ia bukan orang yang terlalu saleh, tapi di saat seperti ini, ia sungguh-sungguh memercayai keajaiban Tuhan.

"Yiseok ssi, saya pulang dulu." Di belakangnya, Taehyung mendengar seseorang berbicara dengan ibunya dalam bahasa Korea. "Taehyung," lelaki itu kemudian menowel pundaknya.

"Eh, Paman." Taehyung memutar lehernya. Sejak tiba di rumah sakit, baru sekarang ia menyadari kehadiran Song Kangho----teman sekaligus atasan ayahnya di kantor.

"Karena kamu sudah datang, Paman tinggal dulu." Song Kangho menoleh ruangan tempat ayah Taehyung sedang dirawat. "Kondisi ayahmu juga sudah jauh lebih stabil dibandingkan tadi. Tapi kalau ada apa-apa, tolong telepon Paman."

Taehyung mengangguk. "Terimakasih, Paman." Ucapnya sambil menyalami Song Kangho.

Meskipun masa kritis sudah berhasil dilewati oleh ayah Taehyung, lelaki itu masih harus tinggal di rumah sakit untuk diobservasi. Selama berhari-hari Taehyung dan ibunya bergantian menunggui sang ayah di rumah sakit.

Ketika ayahnya diperbolehkan untuk pulang ke rumah, Taehyung mengira badai sudah ia lewati. Kini ia bisa berkonsentrasi pada Yoona. Nomor telepon Yoona yang lama sudah tidak aktif lagi. Tapi mereka sempat bertukar email. Yoona bilang ponselnya hilang ketika dia kembali ke Seoul. Gadis itu lantas memberikan nomor barunya kepada Taehyung.

LOVE THAT COULD NEVER BE [VYOON FANFIC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang