Harapan Yang Sirna

1.3K 72 14
                                    

Aku membuat chapter ini menurut sudut pandang naina yaa. Skaligus untuk kalian yang tidak menyukai naina, cobalah rasakan dan bayangkan bagaimana jika engkau berada diposisi nya.
__________________________________

Doaaarrr!

Aku tertegun, diam membeku. Tanganku gemetar kala melihat orang yang aku cintai tertembak dengan tanganku sendiri.

Ingin rasanya aku berlari dan membawanya kedalam pelukanku, namun apa daya kedua polisi itu lebih dulu menangkapku dan membawa ku kedalam mobil polisi hingga tidak ada kesempatan untuk aku melihat kondisi Azzam untuk yang terakhir kalinya. Aku menyesal, amat menyesali tindakanku ini.

Aku tau ini bukan cinta, ini hanyalah hawa nafsu semata. Dengan nekat aku menjebak Azzam untuk datang dan menemuiku, aku tau itu salah namun apa daya aku terbelenggu dengan rasa yang ku buat sendiri.
Hingga saat penembakan itu terjadi, disitu aku menyadari arti cinta yang sesungguhnya.
Hak kita hanya mencintai. Itu saja. Tak ada hak untuk kita minta dicintai. Mengapa  ?
.
Sebab hati tak bisa dipaksa.
Ia tak seperti hujan yg bisa jatuh dimana saja.
   Tapi ia seperti panah, hanya melesat pada jiwa yg dituju..

Aku melihatnya persis didepan mataku saat Azzam rela mengorbankan dirinya hanya demi Aisyah wanita yang dicintainya. Aku sadar aku telah kalah bahkan sebelum aku tau bahwa azzam telah menyukai seseorang.

Ini bermula ketika suara lantunan ayat suci membuyarkan lamunan tak berarahku. Seketika fokusku beralih pda sosok lelaki berpeci.
.
"Subhanallah ", kata ini terus terucap ktika diri ini bgitu terkesima mendengar lantunan merdu dri suara laki2 berpeci itu.
.
Tak ada yg bisa mengusikku saat itu. Pandanganku tetap mlihat ke arahnya, ya kearah lelaki berpeci itu tentunya.
.
Suara yg merdu dan paras yg bersahabat. Mungkin ini yg membuatku tak bisa memalingkan mata dri lelaki berpeci itu.
Sejak saat itu, aku rasa sepotong hatiku sdh beralih.
.
Waktu memang cepat berlalu, dan rasaku msh tetaplah sama. Aku menyukainya dalam diam. Aku menyembunyikannya lewat kata beribu makna. Apa yg bisa kuperbuat ? Lelaki berpeci itu tak mengenalku apa lagi hatiku. Sering bertemu namun tak ada balasan kasih. Hanya ada mata yg saling menyapa isyarat sopan.
.
Sampai pada suatu ketika, aku mengetahui bahwa lelaki berpeci itu sudah menitipkan hatinya kepada orang lain.
Seketika itupula, ada air yg jatuh di pipiku. Aku menangis namun aq tersenyum.
.
Menangis karena sepotong hati yg sia-sia dan tersenyum karna ada hati yg berbahagia. Namun tangis ini begitu menyakitkan. Dan memendam rasa ini begitu memilukan.
Aku sakit dengan rasa yg kubuat sendiri.
Aku jatuh dgn hati yg kubangun sendiri..

Namun aku tak mau berlarut-larut dalam kesedihan. Aku harus ingat tujuan kedatanganku berada dipesantren ini untuk apa, biarlah perihal hati ini biar aku saja yang merasakannya toh diungkapkan atau tidak bukankah sama saja, Aku tetap tidak bisa memilikinya.

Biarlah perasaan ini layaknya matahari yang menyinari bumi. Tak tetlihat namun cahayanya tetap menyinari, memberi kehidupan bagi para makhluk bumi.

Aku harus ingat, bahwa tujuanku adalah untuk merebut kembali pesantren dari tangan kiayi mahmud. Karna dialah yang bertanggung jawab atas kepergian orang tuaku, dia yang mengambil hak ayahku. Pesantren peninggalan kakek seharusnya jatuh ketangan ayahku bukan kiayi mahmud.

Kakek? Yaa, ayahku dan kiayi mahmud adalah saudara. Kiayi mahmud adalah adik ayahku yang dengan kata lain dia adalah pamanku. Dan Azzam juga nayla adalah adik sepupuku. Lucu memang saat aku menyukai Azzam yang adalah saudara kandungku sendiri. Namun bukankah cinta itu buta, tidak memandang itu siapa, dan bagaimana.

Ohh sudahlah, fokusku disini sekarang adalah mengambil kepercayaan pak kiayi dan bu nyai, agar mempermudah rencanaku untuk mengambil sertifikat tanah itu aku tidak akan membiarkan siapapun orang yang ingin menghalangiku untuk menjalankan rencanaku ini termasuk guru baru itu, yang aku tau bernama mba latifah.

Dendam Dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang