[171] a smell

395 133 3
                                    

"Kenapa, dek?" tanya Marc Pahun pada adiknya yang berusia 4 tahun. Keduanya tengah berjalan menuju minimarket terdekat. Kebetulan pasta gigi di rumahnya habis, dan ketika ia hendak pergi untuk membeli, sang adik merengek untuk diajak.

Dan sekarang, ketika baru melewati lima rumah dari rumahnya, sang adik berhenti dan melihat salah satu rumah yang memang setahu Marc, terkenal dengan kepribadiannya yang tertutup.

Sang adik kemudian menutup hidungnya, "bau," katanya yang kemudian menoleh ke arah Marc.

Marc mengerutkan kening, kemudian mencoba mengendus-endus udara di sekitarnya. "Bau apaan, dek?"

"Bau bangkai," katanya lagi.

"Haduh," kata Marc yang kemudian memilih untuk menggendong sang adik agar mau melanjutkan perjalanan mereka ke minimarket yang dituju. "Nggak ada bau apa-apa, hidung kamu aja kali yang kedeketan sama mulut," ledek Marc yang tidak terlalu dimengerti oleh adiknya yang masih tergolong balita tersebut.

Tak ada yang aneh, setibanya di minimarket tujuannya, Marc langsung mengambil pasta gigi dan membeli makanan serta minuman yang ia dan adiknya mau.

Ketika perjalanan pulang pun Marc lebih memilih menggendong sang adik sembari membawa barang belanjaannya.

Namun lagi-lagi sang adik langsung menutup hidungnya tatkala melewati rumah yang sebelumnya membuat dia berhenti tadi.

Marc menatap adiknya bingung, namun ia tak ingin bertanya lebih lanjut dan memilih pulang ke rumah.

Hingga beberapa hari kemudian, sepulang Marc dari kuliahnya, ia mendapati rumah yang menyita perhatian sang adik kala itu ramai dikerubungi banyak orang.
 
 
 

"Kenapa ini, Pon?" tanya Marc pada Perth Thanapon, tetangga satu kompleknya yang juga teman main dan biasa ia panggil dengan nama Apon.

"Penghuni rumah itu meninggal, meninggalnya udah dari lama katanya, tapi baru diketahuin tadi siang."
 
 
 

"Kenapa, Marc? Kok diem aja?"

"Eh? Nggak apa-apa. Btw itu ketahuannya gimana?"

"Dari Rabu apa Kamis gitu, sebenarnya banyak yang udah curiga, soalnya tiap lewat sini kok bau. Udah gitu yang punya rumah nggak keluar-keluar kan. Nah dikira dia emang lagi nggak di rumah. Terus ditelpon tuh dari Kamis, nggak diangkat dong. Sampe puncaknya Jumat malem para warga pada berembuk buat coba masuk ke rumah ini karena bau yang keluar dari sini tuh makin nyengat. Dan pas dibuka, eng ing eng, ada mayat di kamar deket ruang tamu."
 
 

Marc mengangguk-anggukan kepalanya mendengar penjelasan Perth. Kebetulan Marc adalah seorang mahasiswa yang tinggal di kosan yang dekat dengan kampusnya, ia biasa pulang setiap hari Sabtu ke rumahnya. Jadi ia tak tahu menahu dengan kejadian yang baru saja dilihatnya kini.
 
 

"Tajem juga berarti penciuman adek gue."

"Hah gimana?"

"I-iya, dari hari Minggu pagi tuh dia bilang kalau bau bangkai pas kita lewat sini."

"Minggu pagi?"

"Iya,"

"Tapi Marc, menurut tetangga samping rumahnya, pas Minggu sore aja orangnya masih sempet keluar rumah. Yang benar-benar nggak kelihatan lagi tuh dari hari Senin."
 
 

Marc mengerutkan keningnya. Ia teringat dimana di hari Minggu, sehari sebelum perkiraan meninggalnya tetangganya itu, sang adik mengatakan bahwa ia mencium bau bangkai dari arah rumah yang ada di hadapannya.

Apa mungkin adiknya bisa mengetahui kematian seseorang sebelum kematian itu benar-benar datang.

Karena dulu, beberapa hari sebelum kakeknya meninggal, sang adik juga selalu mengeluhkan ada bau menyengat di rumahnya.

bed time stories; thai idols ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang