bed time stories; thai idols ✅

[94] gift

Waktu aku kecil, aku sering kali melihat sesosok yang kukira manusia, mengenakan jubah hitam sampai wajahnya tak terlihat. Sosoknya tinggi besar. Lebih besar dari manusia biasa.

Aku yang saat itu masih kecil langsung menceritakannya pada nenek. Kebetulan saat itu aku memang tinggal dengan nenekku.

Mendengar ceritaku, beliau tersenyum sambil mengusap puncak kepalaku dan mengatakan bahwa itu adalah sebuah anugerah yang tak dimiliki semua orang.

Sebuah anugerah bisa melihat malaikat kematian atau yang biasa orang sebut sebagai malaikat pencabut nyawa.

Mendengar itu, awalnya aku senang. Karena itu artinya aku lain daripada yang lain. Aku lebih unggul dari teman-temanku yang lain.

Sampai akhirnya hari itu tiba, hari dimana langit pagi begitu gelap tak seperti biasanya. Hari dimana awan hitam sudah mengelilingi area komplek perumahan yang aku tinggali sejak pagi. Membuat matahari bahkan tak sempat mengintip.

Hari dimana saat itu aku genap berusia 17 tahun. Hari dimana aku melihat sosok malaikat kematian berada di setiap pintu rumah yang aku lewati. Termasuk pintu rumahku sendiri.

Hari dimana aku harus kehilangan nenekku karena peristiwa kebakaran yang tak terduga ketika aku berada di sekolah.

Sejak saat itu aku tak lagi menganggap kemampuanku sebagai anugerah. Aku menganggapnya sebagai kutukan. Kutukan yang selalu menghantui setiap langkah yang kuayunkan.

Kutukan yang terus mengikutiku hingga usiaku menginjak ke dua puluh dua hari ini.
 
 
"Bow!"
 
 
"Hah?" Sahutku ketika Natt meneriakan namaku.

"Lo ngelihatin apa sih?" Tanya Natt sembari menoleh ke arah belakang tubuhnya.

Aku tersenyum kecil ke arah Natt. Kemudian menggelengkan kepalaku. "Nggak lihat apa-apa kok." Kilahku. "Udah ayo lanjutin lagi cerita lo soal Mario."

"Ah, iya jadi..."
 
 
Tak mungkin aku beritahu Natt bahwa sebenarnya aku melihat sosok malaikat kematian lainnya tengah berdiri di samping Kapook yang tengah duduk di belakang meja kami.