[193] seperti dikejar setan

367 117 9
                                    

Sore itu Khunpol Pongpol Panyamit yang baru saja pulang kuliah, tengah berdiri di perempatan jalan. Ia dan beberapa orang lainnya tengah menunggu lampu hijau untuk berubah menjadi merah.

Di sela-sela waktunya menunggu, Khunpol sempatkan untuk melihat jam yang ada di tangan kirinya, jam digital tersebut menampilkan angka pukul 18.00 sore. Lalu dilihatnya angka yang ada di atas lampu lalu lintas yang berada di sebrang jalan.

Masih 30 detik lagi sebelum lampu warna hijau berakhir.

Khunpol kemudian melirik ke bagian bawah lampu lalu lintas tersebut. Matanya tanpa sengaja menangkap pemandangan seseorang di seberang jalan yang terus menatap ke arahnya.

Khunpol melirik ke kanan dan kiri, lalu melihat lagi ke depannya. Laki-laki paruh baya di seberangnya masih terus memandanginya sembari menunjuk-nunjuk ke arahnya. Membuat Khunpol mengerutkan keningnya karena rasa heran dan bingung si saat yang bersamaan.

"Mas!" tepuk seseorang dari belakang di pundaknya. Khunpol refleks menoleh ke belakang. "Lampu merah!" ucapnya membuat Khunpol langsung bergegas berjalan untuk menyebrang.

"Loh kemana orang tadi?" batin Khunpol ketika ia mulai menyebrangi jalan dan tak mendapati laki-laki yang terus memandanginya tadi.

Tak mau terlalu memikirkan, Khunpol terus berjalan. Bergegas menuju kosan tempat tinggalnya, ia harus tiba di kediamannya sebelum adzan maghrib yang masih sekitar 15 menit lagi, berkumandang.

"Tumben sepi banget," ucap Khunpol ketika mulai memasuki area perumahan dan melewati jalan kecil yang membelah antara rumah kanan dan diri di sebelahnya.

Padahal biasanya masih banyak anak kecil yang bermain di luar sembari menunggu adzan maghrib.

Bukan hanya itu, hawa jalan yang sebelumnya biasa saja, perlahan berubah menjadi lebih pengap. Membuat Khunpol merasa agak sesak.

Dengan deru napas yang memburu, Khunpol mempercepat langkah kakinya. Bulu kuduk di leher Khunpol mulai terusik.

Dari arah belakang, mulai terdengar langkah kaki yang seperti berjalan mengikutinya.

Khunpol menelan salivanya, sembari berjalan ia coba menolehkan kepalanya ke belakang.

Nihil.

Tak ada siapapun di sana.

Hal itu membuat Khunpol kembali fokus ke jalanan di hadapannya. Ia mempercepat laju langkahnya.

Sialnya, suara langkah kaki dari belakang yang sebelumnya terdengar, kini terdengar kembali.

Terdengar semakin dekat, dekat dan dekat seiring dengan Khunpol yang terus mempercepat langkahnya.

 
 
 
BRAKK!
 
 
 
 

Tanpa sengaja Khunpol terjatuh akibat tersandung sebuah batu yang tak sempat dilihat olehnya. Tubuhnya bergetar, keringat bak bulir jagung bercucuran seiring dengan rasa takutnya yang semakin membesar.

Di tengah ketakutannya, Khunpol memberanikan diri menoleh ke belakang.

Lagi-lagi, tak ada siapa-siapa di sana.

Ia menghela napas panjang. Sesaat ia berpikir kalau semua ini hanya ketakutannya saja.

Sialnya, ketika ia kembali menoleh ke depan dan berniat untuk berdiri, ia melihat sepasang kaki beralaskan sepasang sendal swallow berwarna hijau, berada tepat di hadapan wajahnya.

"Kenapa Mas?"

Khunpol mengangkat kepalanya, seorang laki-laki paruh baya baru saja bertanya sembari menjulurkan tangan ke arah Khunpol.

"Kesandung, Pak," jawab Khunpol sembari menyambut uluran tangan tersebut, kemudian berdiri.

"Iya tadi saya juga lihat. Mas kenapa jalan buru-buru begitu? Seperti dikejar setan."

"Oh enggak, Pak. Ini mau buru-buru sampe kosan supaya bisa ikut jamaah di masjid," kilah Khunpol.

"Oalah, ya udah hati-hati, Mas. Jalannya pelan-pelan saja. Nanti jatuh lagi."

"Iya, Pak. Makasih ya, Pak."

Ia kembali melangkahkan kakinya. Kemudian kembali menoleh ke belakang setelah berjalan sejauh 3 meter.

Laki-laki yang tadi membantunya, hilang dan tak terlihat lagi.

"Sial!" seru Khunpol yang akhirnya memutuskan berlari saat itu juga.

Bagaimana mungkin ia lupa kalau laki-laki yang membantunya barusan adalah laki-laki yang sama yang ia lihat di perempatan lampu merah tadi.

bed time stories; thai idols ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang