Suara shower di kamar mandi sudah berhenti, tapi Mia baru keluar setelah lima menit kemudian. Wanita Jeon itu mengembuskan napas, merapatkan bathrobe dan mendekat ke suaminya yang duduk bersandar di ranjang. Niatnya bermanja, tapi Jungkook lebih dulu tersenyum dan merentangkan tangan. Sungguh suami yang peka dengan hal manja-memanjakan.
"Dingin, hmm?" tanya Jungkook saat Mia menyandarkan kepala ke bahunya. Lengan kokoh itu memeluk, menyalurkan hangat ke tubuh yang terkasih.
"Tadi iya, sekarang sudah berkurang." Mia melapor. Sedikit bergerak untuk memposisikan diri lebih nyaman. "Pelukan suami memang yang terbaik," gumamnya sembari memejamkan mata.
Jungkook tersenyum simpul. Dikecupnya kening Mia sepenuh hati meski tak ada respon berlebih dari si wanita.
"Areum?"
"Hmm?"
"Kau pernah depresi?"
Hening.
Mia membuka mata, menatap dinding putih di hadapannya. Jungkook masih diam, menunggu jawaban dari pertanyaan yang diberi.
"Di tahun 2015, buku harianku penuh dengan kata 'aku ingin mati'." Mia buka suara, "tapi sampai sekarang aku masih hidup."
"Hmm ...."
"Kenapa?" Mia mendongak, menatap wajah suaminya yang tengah memikirkan sesuatu. "Karena Jong Hyun Sunbae-nim?" tebaknya kemudian; mengingat bahwa suaminya tadi siang datang ke pemakaman salah satu artis ternama tersebut.
Jungkook mengangkat bahu. "Begitulah," jawabnya singkat.
Setelah beberapa detik diam, Mia pun berinisiatif untuk mengubah posisinya jadi bersandar di samping Jungkook. "Timeline sosial mediaku penuh dengan depresi. Aku sedikit takut membaca pengalaman mereka tentang depresi, karena beberapanya benar-benar ada yang ingin melakukan bunuh diri. Syukur, aku tidak pernah sampai di titik itu. Aku hanya sampai di titik ingin Tuhan sendiri yang mencabut nyawaku karena penyakit. Aku terlalu takut menyakiti diriku sendiri, meski aku sudah terlalu lelah dengan semua yang terjadi. Tapi siapa sangka, aku bisa bertahan hingga sekarang. Dan kejadian masa lalu justru menjadikanku sedikit lebih kuat dan dewasa." Sedikit Mia tertawa saat mengingat masa lalunya yang sedikit tak mengenakkan. Pertengahan 2015 memang masa-masa yang berat baginya.
"Kau 'kan memang wanitaku yang tangguh,"—Jungkook mengacak gemas rambut lurus istrinya—"padahal rapuhnya luar biasa. Apalagi cengengnya."
"Mia kan harus terlihat kuat di depan orang-orang." Mia bermanja, memeluk tubuh suaminya yang hangat. "Yang boleh tahu bagaimana rapuhnya Mia cuma orang-orang teristimewa saja," ucapnya sambil mengerling dan mencolek hidung Jungkook.
"Berarti aku orang istimewa, hmm?" tuntut Jungkook dengan senyum menggoda.
"Mm. Kau istimewa. Karena kau salah satu orang yang menguatkanku hingga sekarang. Terima kasih, Jungkook Oppa."
Jungkook terdiam. Kata-katanya hilang. Ucapan Mia terdengar begitu tulus saat mengucap terima kasih. Namun, perhatiannya terpecah saat tangan halus Mia menyentuh pipinya. Dia menoleh, memandang istrinya yang tersenyum.
"Kuatlah. Aku tahu kau pasti menanggung beban berat atas pekerjaanmu. Jangan terlalu peduli dengan komentar si pembenci, tapi fokuslah pada yang mencintai, meski itu sulit mengingat sifatmu bagaimana." Mia meneguk ludah, matanya panas.
"Hei ... kenapa menangis?" Jungkook tertawa getir saat Mia meneteskan air mata, "aku baik-baik, Sayang," ujarnya menenangkan.
Alih-alih menjadi tenang, Mia justru tertunduk. "Aku hanya takut kehilanganmu atau member BTS yang lain," ucapnya sambil menggigit bibir; mencoba menahan tangis.
"Kau tidak akan pernah kehilanganku atau kehilangan mereka, Sayang. Hei! Sini, dengar aku." Jungkook memegangi tangan Mia, menggenggamnya erat dan menatap manik kembar yang sekarang berhadapan dengannya. "Kau tahu apa yang membuatku dan semua Hyung-ku kuat? Itu karena ada orang-orang seperti kalian yang tulus mencintai kami. Yang selalu menyemangati kami. 2015 tahun yang berat, tapi lihat? Kita bisa sama-sama melewatinya dan sampai di titik ini, 'kan? Mia ... semua komentar buruk itu memang menyakitkan. Tapi kami semua sadar, itu resiko yang harus kami tanggung."
"Jeon-ah ...."
"Seperti yang kau bilang, selalu ada pembenci dan pencinta di kehidupan ini. Dan aku, atau semua Hyung-ku tidak bisa memaksa semua orang untuk menyukai kami. Untuk itulah, kami harus menghadapinya dengan kuat. Tapi aku bersyukur, di hadapan kami ada pelindung, yaitu kalian. ARMY, malaikat kami. Malaikat yang senantiasa sedia berjalan bergandengan dengan kami. Orang-orang terbaik yang dikirim Tuhan untuk BTS."
Mia terisak sudah. Jungkook berusaha tegar, meski air mata juga sudah meleleh di pipi. Dia tersenyum, mengecup kening istrinya dengan khidmat. "Dan spesial untukmu, terima kasih sudah menjadi malaikatku," ucapnya setulus mungkin saat membawa Mia ke dalam pelukan.
Mia tak sanggup bicara, hanya terisak di pelukan Jungkook yang tersenyum getir. Kehidupan seorang artis memang berat, tapi Jungkook terbantu dengan banyak pemahaman tentang mencintai diri sendiri dan orang lain dari Hyung-Hyung-nya. Salah satu hal yang membuatnya kuat hingga detik ini; dan juga ia yakini hal itu yang membuat semua Hyung-nya mampu berdiri tegar hingga sekarang.
"Areum ...," panggil Jungkook lembut saat tangis Mia sedikit mereda. "Jangan khawatirkan hal buruk dan fokuslah pada hal positif. Aku tidak mau terjadi sesuatu denganmu dan anak kita," ucapnya mengingatkan.
Karena ucapan itu, Mia melepas pelukan. Matanya sembab, tapi tetap memandang pada Jungkook yang tersenyum. Tangannya perlahan menyentuh pipi si pria, lalu mengusapnya hati-hati. "Aku tidak akan khawatir, tapi berjanji satu hal denganku; selalu bicarakan masalahmu dengan orang lain atau denganku. Jangan dipendam, apalagi sampai menumpuk. Kau punya aku, enam Hyung dan jutaan orang yang mencintaimu di luar sana. Kami selalu siap jadi tempatmu berpegang jika lelah."
Untuk beberapa waktu, Jungkook hanya diam. Tapi kemudian, dia balas menyentuh tangan Mia yang di pipinya. "Seharusnya aku yang mengatakan itu padamu. Kau 'kan paling suka memendam masalah," candanya sambil tertawa kecil.
"Kookie ...."
"Iya, aku mengerti. Aku akan selalu menceritakan masalahku dengan orang-orang terpercaya, terutama denganmu. Jadi, jangan khawatir." Jungkook mengerling, mencubit hidung Mia dan tersenyum setulus yang ia bisa.
Mia tak menjawab, hanya saja langsung memeluk Jungkook dan menenggelamkan diri ke sana. Jungkook menarik napas dalam, balas memeluk dan sesekali memberi kecupan di rambut yang lurus.
'Terkadang, satu pelukan lebih berharga daripada seratus pujian. Perhatianlah dengan orang-orang di sekitarmu, jaga tutur kata dan tingkah lakumu. Dan rangkullah mereka yang membutuhkan. Meski yang pertama harus kita lakukan adalah mencintai diri sendiri. Love myself, love yourself.'-Mia, 191217-
-FIN-
**Jangan lupa tinggalkan jejak :') Dan yang fandomnya Shawol, semangat :') Aku yang cuma tau Taemin sama Minho ini aja kaget waktu baca beritanya, apalagi kalian :') Be strong, oke? :')
KAMU SEDANG MEMBACA
[Jungkook x Mia]
FanfictionWork kedua dari series [Jungkook x Mia]. Enjoy read my fanfiction~ ❤