Mereka bilang, urusan hati adalah salah satu hal yang paling rumit untuk dipahami.
Contohnya adalah saat melihatnya berjalan-jalan dengan hoodie cokelat dan masker yang menyamarkan wajah. Ayolah, dia tidak membalas pesanku. Kukira sibuk, tapi ternyata?
Dengan mata yang menatap lekat ke arahnya yang berada di depan sana, kucoba menghubunginya melalui ponsel.
"Di mana?" tanyaku langsung ketika panggilan baru tersambung.
"Eum... aku di pusat kota."
"Sedang apa?"
"Ha? Kau bilang apa? Di sini ramai."
"Kubilang kau sedang apa di sana!" Kutinggikan suara tanpa peduli beberapa orang jadi melirik dengan tatapan sinis.
"Aaa, itu, aku sedang mencari sesuatu."
"Apa?"
"Eum... rahasia."
"Yak—"
"Temanku sudah datang. Kututup dulu. Dah, Sayang."
Aku menggenggam ponselku erat-erat saat melihatnya tersenyum lebar kepada seorang wanita yang disebutnya 'teman'. Mereka berjabat tangan, kemudian Jungkook dengan ramah mensilakannya untuk berjalan lebih dulu, setelahnya baru dia menyusul.
Aku tak bersuara, hanya saja langsung berbalik badan dan berjalan cepat menuju rumah.
Aku... benci hari ini!
~♥~
Kau di mana?
Mia
Mia
Min Areum
Kau sibuk?
SayangKubuang begitu saja ponsel di tangan saat membaca deretan pesan yang Jungkook kirimkan sejak tadi malam.
Dering ponsel membuyarkan lamunan. Nama Jungkook jelas tertera di sana, tapi aku tidak berminat untuk menjawab.
Hingga layar ponsel padam, aku tetap mengawang menatap langit-langit ruangan yang dicat putih.
Dering ponsel sekali lagi membuyarkan lamunanku. Dan yah... aku kembali mengabaikannya.
Sebenarnya, aku tidak akan semarah ini jika Jungkook melakukannya hanya sekali. Tetapi di sini, dia sudah berulang kali melakukan hal yang sama. Seluruh pesanku diabaikan dan baru dibalas setelah berjam-jam kemudian. Iya, aku tahu dia sibuk; latihan dan lain-lain. Tetapi, dia tetap saja sempat mengecek sosial media—tapi bukan untuk membalas pesanku.
Yah, oke. Di sini aku benar-benar merasa buruk karena harus marah akan hal sepele seperti ini. Tetapi, aku memang sensitif untuk hal semacam ini. Ditambah lagi kondisiku yang berjauhan dengannya, aku tak bisa mengendalikan perasaan emosiku dengan mudah.
Tidak bisakah dia mengatakan kesibukannya secara langsung dan bukan malah mengabaikan seluruh pesan dariku?
Come on... aku sudah berulang kali mengatakan agar dia tak berlaku begitu. Aku tidak suka, aku benci diabaikan, aku pendendam, aku buruk, atau apalah kata yang pantas untuk mendeskripsikannya.
Bagimu, aku egois. Iya, memang. Inilah aku, Jeon Mia.
Tetapi aku marah hanya pada hal-hal yang memang tidak bisa kutolerir. Jika masih bisa, maka sebisanya aku menahan dan memahaminya.
Dering ketiga kembali terdengar. Lesu aku mengambil benda persegi tersebut dan menatap nama serta foto seorang pria yang sangat kukagumi.
Kugeser ikon hijau ke samping dan menempelkan benda canggih itu ke telinga.
"Ah... syukurlah. Akhirnya kau menjawab—"
"Aku lelah, ingin istirahat."
"Benar—"
"Annyeong."
Langsung kulepas benda tersebut dan menelungkupkan kepala ke bantal. Aku benci situasi ini, tapi juga tidak tahu harus berlaku bagaimana.
Sederet pesan masuk secara bersambung. Tanpa dilihat, aku juga sudah tahu itu ulah Jungkook. Hanya saja, tanganku tetap bergerak untuk mengambil dan membuka pesan-pesan tersebut.
Maaf aku mengganggumu
Istirahatlah
Nanti segera hubungi aku
Aku merindukanmu
I love you, Jeon AreumAku mendesah berat. Ada gelisah yang menggelitik. Haruskah aku jujur ke Jungkook soal gelisahku?
—TBC—
•
Yang mau marahin Mia silahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Jungkook x Mia]
FanficWork kedua dari series [Jungkook x Mia]. Enjoy read my fanfiction~ ❤