She Mad

1K 134 10
                                    

Jungkook menggigit bibir, cemas memandang panggilan yang tak kunjung dijawab oleh Mia, kesayangannya. Dari awal mendarat di US dia sudah berusaha menghubungi, juga mencoba cara update di salah satu sosial media agar ter-notice, tapi tak satupun usahanya berhasil. Dia tahu wanita itu marah. Sebabnya tentu saja karena kepergiannya yang tak berpamitan dan sekarang, dia positif. Perfect. Mia pasti sangat marah sampai-sampai tak ingin dihubungi.

"Tolong jawab... sekali saja...." Jungkook begitu putus asa memohon pada Tuhan. Hatinya tak tenang sejak meninggalkan Mia dan Miku tanpa izin. Perasaan bersalah itu menghantui, membuat sesak dan tak nyaman.

"Kumohon angkat...."

Entah karena Tuhan terlampau sayang pada Jungkook, panggilan video itu tiba-tiba terhubung. Membuat laki-laki yang semula bersandar di headbed langsung menegakkan punggung dan hampir bersorak, tapi urung ketika melihat Mianya tengah sibuk di ruang cuci. Dari penampakan jendela, Jungkook bisa menebak di sana sedang malam.

"Mia...." Hati-hati ia memanggil, tapi wanita berkaus putih yang baru selesai memasukkan pakaian kotor ke mesin cuci itu malah menghentikan gerak, lantas tanpa terduga menutup pintu mesin cuci dengan kasar.

"Mia...."

"I hate you so much, Jeon Jungkook!"

Jungkook menelan ludah, lantas berkata maaf dengan perasaan berdosa. Namun, Mia terlihat mengabaikan maafnya, terbukti dari sikapnya yang hanya duduk membelakangi mesin cuci, menyampingi ponsel yang disandarkan ke tepi ruang.

"Aku tiba-tiba diminta pergi lebih dulu dan semuanya sudah disiapkan. Tidak ada waktu untuk berpamitan. Aku benar-benar minta maaf." Sekali lagi Jungkook berkata maaf, berharap sangat wanitanya akan mengerti.

Mia melirik ke ponsel sebentar, lalu kembali menatap lurus ke dinding. "Tetapi sampai di sana malah jalan-jalan!" tukasnya dingin menyebut salah satu alasan kemarahan.

"Mia...."

"Kenapa aku harus selalu jadi yang terakhir tahu tentangmu, Jung? Kepergianmu ke US, dan sekarang tentang dirimu yang positif. Aku benar-benar seperti orang bodoh karenamu!"

"Aku tidak ingin membuatmu khawatir...."

"Lalu kau kira jika aku jadi yang terakhir tahu, maka semuanya akan baik-baik saja?!" Nada suara Mia meninggi. "Fuck you, Jeon Jungkook!"

Baru saja ingin menjawab, Mia sudah lebih dulu meraih ponselnya dengan kasar dan langsung mematikan panggilan secara sepihak. Meninggalkan Jungkook dalam kebingungan yang menyerang. Jika semula Jungkook berharap akan mendapat kata-kata manis penyemangat, maka sekarang semuanya harus dikubur dalam-dalam. Mianya marah, meski tak dipungkiri pasti wanita itu khawatir dengannya.

Namun, setelah berpikir beberapa menit, ia pun kembali mencoba menghubungi Mia. Bagaimanapun juga, dia harus mendapatkan maaf dari wanita belahan jiwanya.

"Mia--"

"Apa lagi?!"

Jungkook menahan napas saat Mia langsung membentaknya ketika panggilan baru tersambung. Wanita itu masih di tempat yang sama; ruang cuci. Tetapi, Jungkook dengan cepat menyadari mata kesayangannya sembab, berbeda dari panggilan pertama tadi.

"Jangan menangis...," mohonnya sendu. Perasaannya makin tercabik, dan rasa bersalah makin bertumpuk. Dia selalu jadi penyebab sedihnya Mia. Bodoh sekali memang.

"Lalu kau berharap aku bagaimana? Tertawa terbahak-bahak di saat orang yang paling kusayangi sakit dan aku tidak ada di sana untuk mendampingi?"

"Aku baik-baik saja...."

"I hate you, Jung!"

Jungkook diam menatap Mia yang memalingkan wajah demi menyeka air mata yang turun tanpa permisi. "I love you too, Majesty." Dengan lirih ia menjawab, paham sepenuhnya dengan frasa yang bermakna sebaliknya tersebut.

Mia terlihat menarik napas dalam-dalam, coba menenangkan perasaannya yang tak karuan. Sedang Jungkook terdiam memperhatikan.

"Karantina di sini hanya lima hari, jadi jangan khawatir." Jungkook membuka pembicaraan, berharap informasi ini akan lebih menenangkan kesayangannya. "Kau boleh menyusulku jika mau," katanya lagi menawarkan.

"Aku tidak mau bertemu denganmu."

Ada rasa sakit di hati sebenarnya, tapi Jungkook coba maklumi Mianya sedang emosi. Dari itulah dia memberi jawaban berupa anggukan dan senyum simpul. "Take your time, Sweetie. Aku akan selalu menunggumu di sini."

Berganti Mia yang terdiam menatap ponsel yang ia sandarkan ke dinding. Lantas, dengan perlahan ia memeluk lutut dan kembali menurunkan air mata. "I really hate you, Jung."

"Mm, I know. Aku memang suami yang berengsek."

Mia lagi-lagi hanya diam menatap dengan mata sembab. Jungkook ikut diam, menunggu kalimat berikutnya dari wanita Jeon tersebut.

"Cepat sembuh."

"Mm. Aku akan secepatnya sembuh. Jangan khawatir." Jungkook kembali melengkungkan senyum. Perhatian kecil itu, sudah sangat cukup untuk membuat perasaannya menghangat.

"I miss you."

Jungkook luluh. Andai makhluk-makhluk ajaib atau teknologi-teknologi canggih yang bisa membawanya ke Mia dalam sekejap mata benar-benar ada, maka ia akan mendapatkannya dengan cara apapun. Dia ingin memeluk Mia, erat, lalu membisikkan kata cinta yang manis.

"I miss you too." Laki-laki tampan itu menyugar rambut. "Aku ingin cepat pulang," desahnya kesal.

Mia hanya diam memperhatikan Jungkook. Tangisnya sudah selesai, juga emosinya. Sesingkat itu memang, seperti biasa.

"Sayang...."

"Hm?"

Jungkook tersenyum. Akhirnya Mia mau dipanggil sayang lagi.

"Ada apa?" Si cantik bertanya, ingin tahu apa yang akan diucap oleh suaminya.

"Jangan abaikan panggilanku lagi."

"Mm."

"Janji?"

Mia mengangkat kelingking tanpa berkata apapun. Berhasil membuat lengkungan indah hadir di birai sang adam.

"Ah, ngomong-ngomong. Miku sudah tidur?" Setelah sekian detik, Jungkook pun memulai pembicaraan baru.

"Hmm, setelah menangis mencari Daddy-nya."

"Maaf...."

Mia mengibaskan tangan tanda tak peduli. Namun, kalimat selanjutnya justru membuat Jungkook membulatkan mata.

"Aku terlambat lima hari."

Oh, apakah artinya benihnya akan bersemai? Atau... hanya terlambat biasa?

--FIN--

[Jungkook x Mia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang