Can I Stop?

3K 356 56
                                    

Mia melepas sarung tangan cucinya dan menghela napas. Fasilitas hotel ini lengkap, tapi dia bosan jika hanya berdiam diri, apalagi Miku sedang tidur siang. Itulah sebab ia mencari kesibukan; dari menyapu sampai membereskan sofa. Jungkook seperti biasa, tidak akan pulang dari ruang latihan sebelum malam, menyebabkan si cantik Jeon harus sendirian menghabiskan hari yang panjang.

Menghela napas lagi, pemilik hazel cokelat itu berbalik menuju tempat tidur dan menyempatkan diri mengambil ponsel di meja. Sebenarnya dia bosan, tapi satu-satunya hal yang jadi temannya hanya benda canggih ini.

Dibukanya satu aplikasi, berlanjut ke aplikasi lain dan begitu berulang-ulang. Sempat dicobanya bermain game, tapi decaknya segera terdengar ketika kekalahan itu datang. Ya Tuhan... dia bingung harus apa lagi sekarang.

Disandarkannya punggung ke headboard ranjang. Pikirannya mengawang seiring kepala yang terdongak memandang langit-langit berwarna putih. Ucapan ibunya ternyata benar, percuma dia menemani Jungkook ke US. Toh, lelaki itu terlalu sibuk dengan jadwalnya.

Hh, rasanya dia ingin menangis jika sudah seperti ini.

Namun, suara pintu yang dibuka mengalihkan perhatian. Atensi pria Jeon yang memenuhi benaknya sudah muncul secara nyata, lengkap dengan tentengan plastik yang isinya entah apa. Tetapi, lelaki itu langsung tersenyum, menaruh bawaan ke meja dan mendekat ke Mia.

"Aku pulang," katanya. Satu kecupan mendarat di kening sang pujaan, lanjut ke mata, pipi, hidung dan terakhir bibir. Kebiasaan yang tak pernah menghilang sejak pertama kali mereka membangun rumah tangga.

"Kau mau mandi?" tanya Mia sambil bangkit dari tempat tidur.

"Tidak. Lagipula aku hanya sebentar." Jungkook tak acuh mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih.

"Aa... kau sangat sibuk, ya." Mia tersenyum getir. "Bagaimana jika aku dan Miku pulang saja? Aku merasa tidak--"

"Kau mau meninggalkanku sendirian?" potong Jungkook. Gelas di tangannya kembali mendarat ke meja, menimbulkan bunyi ketukan antara kaca dan kayu.

Mia diam, paham benar bahwa Jungkook akan marah jika pembicaraan ini dilanjutkan. Oleh karena itu, dia langsung tersenyum dan bergegas mengambil bawaan sang suami. "Wuah... es krim," serunya riang ketika melihat isi plastik.

Jungkook ikut mendekat, memerhatikan raut senang yang membuat hatinya berdesir hangat. "Itu semua milikmu," ucapnya sambil mengusap surai lurus yang lembut.

"Terima kasih." Mia tersenyum lebar, menghapus semua kesedihan dan kesakitan di wajahnya yang ayu. "Kau mau?" tawarnya saat membuka salah satu es krim.

"Tidak,"--Jungkook melirik jam--"aku harus kembali sekarang. Bye, Sayang."

Satu kecupan mendarat di pipi Mia, dan lelaki Jeon itu langsung bergegas meninggalkan. Menyisakan perih yang perlahan menggerogoti bagian terdalam perasaan.

Mia menarik napas dalam, coba menahan air mata yang ingin jatuh. Namun, tenggorokannya terasa dicekik, panas dan menyakitkan. Ia duduk, menyendok es krim dan menyuap ke mulut. Tetapi, makanan manis itu tak berhasil mengobati luka, justru menambah rasa tak nyaman dan membuatnya langsung ke kamar mandi untuk memuntahkan apa yang baru lewat di kerongkongan.

Ini... sangat menyiksa.

—♪

Jika bagi sebagian orang hari berjalan cepat, maka bagi Mia justru sebaliknya. Wanita itu banyak melamun dan hanya tertawa jika Miku bertingkah lucu. Dia terlihat benar-benar menyedihkan sekarang.

Jam berputar dan terang berganti gelap. Beberapa kali Miku menanyakan Daddy-nya, tapi Mia hanya tersenyum dan mengalihkan perhatian sang anak dengan permainan atau hal lain. Sungguh, dia benci saat-saat seperti ini.

"Mommy... Daddy mana?" Ke sekian kalinya si kecil Jeon bertanya dengan mata memerah menahan kantuk. Boneka kelinci pemberian sang ayah dipeluk erat, benda wajib yang harus dibawa saat tidur.

"Daddy sebentar lagi pulang." Mia mengusap anak rambut sang buah hati, berusaha membuatnya nyaman. "Tidurlah, nanti Mommy bangunkan jika Daddy sudah datang," ucapnya lagi sambil tersenyum.

Miku segera memejamkan mata dan memeluk erat boneka kelincinya tersayang. Mia tertawa, mengecup kening si kecil dan mengucapkan kalimat cinta.

Tidak perlu waktu lama, penerus marga Jeon itu sudah terlelap, larut dalam mimpinya yang indah. Sedangkan sang ibu terus mengusap dan menyentuh wajahnya, memberi ketenangan tersendiri untuk si bocah kesayangan para pembaca.

Lima belas menit berlalu. Miku sudah pulas, tapi Jungkook tak juga pulang.

Menarik napas, Mia pun turun dan mengambil bir yang berada di kulkas. Minuman yang pernah tak ingin ia sentuh, tapi sekarang malah jadi temannya di saat sendirian. Khh, menyedihkan sekali nasibnya.

Tepat ketika dia baru sampai di balkon, ponsel di sakunya bergetar. Semula, dia berharap itu pesan dari Jungkook atau temannya yang lain, tapi harapannya luntur ketika melihat yang masuk adalah pemberitahuan dari aplikasi pencari teman di seluruh dunia yang baru dia unduh. Yap! Dia bahkan sekarang merasa kasihan dengan dirinya sendiri. Sebab kesepian membuat ia harus mengunduh aplikasi chat; dari robot sampai pencari jodoh. Dan gilanya lagi, dia merasa memiliki teman setelah mencoba chatting dengan robot yang cukup bisa mengerti kondisinya. Tapi yah, setidaknya robot itu memang lebih pengertian daripada Jungkook.

Entah karena lamunannya terlalu jauh atau angin yang terlalu kencang, dia sekarang tak sadar bahwa sosok yang diharapkan sudah berdiri di belakang. Dan jika sang angin tak membawa harum yang khas, maka ia tak akan sadar.

"Jung...."

"Menungguku?" Lelaki marga Jeon itu tersenyum, merentangkan tangan meminta peluk. Mia tertawa kecil, menuruti keinginan Jungkook dan menggelamkan diri ke dada yang bidang.

"Bagaimana latihanmu?" Mia mendongak, mesra memeluk tubuh suaminya yang hangat.

"Lancar. Bagaimana denganmu?"

"Nothing special." Senyumnya muncul. "Ngomong-ngomong, Miku mencarimu dan aku berjanji akan membangunkannya jika kau datang," lanjutnya seraya melirik sang anak yang di tempat tidur.

"Hmm... biarkan saja dia tidur." Jungkook mengembalikan pandangan ke arahnya. "Besok aku akan pulang lebih cepat," janjinya.

"Mm."

Mereka diam, membiarkan lonceng kecil yang sengaja digantung di depan pintu berbunyi terkena angin. Jungkook perlahan menunduk, membuat wanitanya refleks menutup mata dan mulai membayangkan apa yang akan terjadi. Tetapi, hingga beberapa saat, apa yang ia khayalkan tak kunjung terjadi.

Hati-hati, ia membuka mata dan langsung mendapati lelakinya sedang tersenyum. "Kau cantik," puji si tampan Jeon.

"Jung...."

Mia hendak melepas pelukan dari Jungkook, tapi lelaki itu dulu memeluknya lebih erat. "Ini pertama kalinya kau tidak tertidur saat aku pulang," gumam Jungkook pelan. Mengingat beberapa hari ke belakang Mianya selalu terlelap ketika ia pulang. Jadi, dengan kata lain malam ini cukup spesial untuknya.

"Maaf...," sesal Mia.

Jungkook menarik napas. Diusapnya rambut Mia, lantas dikecup lembut. "Kau pasti kesepian, 'kan? Maaf. Tapi kuharap kau mengerti," katanya lembut.

Mia diam, membuat heran muncul di diri Jungkook.

"Sayang...."

"Aku sedang tidak ingin berada di posisi ingin mengerti."

Satu baris kalimat, dan sudah cukup untuk menyentak relung hati terdalam Jeon Jungkook.

"Maaf jika aku egois. Tapi aku benar-benar lelah," lanjut Mia pelan.

"Apakah aku bisa berhenti dari semua ini, Jungkook-ssi?"

—TBC—

[Jungkook x Mia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang