Mia bangun terlambat. Matahari sudah tinggi, dan riuh rendah kesibukan orang-orang di luar rumah terdengar jelas. Mendesis, wanita bersurai hitam itupun bangun pelan-pelan. Kepalanya pening, akibat wine yang ia teguk semalam tentu saja.
Tapi ngomong-ngomong, kenapa dia ada di tempat tidur? Bukannya semalam ada di sofa ruang tamu?
Harum masakan tercium, membuat perut si cantik memberi sinyal lapar. Namun, ia malah menuju toilet dan mencuci muka. Perutnya sedikit mual, tapi bisa ditahan.
Akhirnya, dengan wajah pucat ia pun keluar. Langkahnya agak terseok, hingga sampai di dapur pun, ia harus berpegangan pada dinding. Benar-benar, mabuk adalah hal terburuk yang pernah ia lakukan selama sembilan belas tahun hidup di dunia.
Jungkook yang sedang menata makanan di meja mendongak, lantas tersenyum riang. Sedikit tergesa, ia mendekati Mia. "Bagaimana tidurmu, hmm?" tanyanya lugas sembari mencubit gemas pipi sang istri.
"Kau tidak bekerja?" tanya Mia tanpa menjawab pertanyaan Jungkook.
"Eum... tidak. Aku mau menghabiskan hari ini dengan istriku."
Mia, tentu saja dia menatap curiga ke Jungkook yang bertingkah agak aneh. "Sesuatu terjadi tadi malam, ya?" tebaknya langsung.
Jungkook mengerjap, tapi buru-buru menggeleng. "Tidak ada yang terjadi," bohongnya.
"Hmm?"
"Ayo makan. Aku sudah buatkan sarapan." Telaten, Jungkook menuntun Mia menuju kursi yang sudah ia siapkan.
"Jung, ini agak berlebihan," tegur Mia yang benar-benar heran.
Tetapi, Jungkook tak acuh dan malah duduk di kursi samping Mia dan mengambil sendok serta garpu. "Mau kusuapi?" tawarnya seraya mengalihkan pembicaraan.
"Aku bisa sendiri."
Jungkook mengangguk, membiarkan Mia menyuap sendiri.
"Bagaimana?" tanyanya setelah beberapa menit. Tak lupa, rambut lurus Mia juga diusap-usap dengan sayang, mirip seperti seorang abang ke adiknya.
"Enak," aku Mia jujur. Toh, masakan Jungkook memang enak.
Tidak ada pembicaraan lebih lanjut hingga Mia menghabiskan makanan di piring. Dengan begitu, tenaganya jadi sedikit bertambah, meski sesekali masih merasa pusing. Jungkook yang melihat itu tersenyum puas. Usaha masaknya diakui dengan baik oleh Mia. Sangat menyenangkan.
"Sayang," panggil Jungkook saat Mia sedang minum.
"Mm?" Lewat gumaman dan lirikan mata, Mia menjawab.
"Ayo kita buat anak laki-laki."
Damn!
Hampir Mia menyemburkan air di mulut karena Jungkook mengatakan hal tadi. Buru-buru, dia menelan air dan memandang horror ke Jungkook yang sulit ditebak apa pikirannya.
"Kenapa tiba-tiba mau anak laki-laki?" selidik Mia heran.
"Supaya kau ada teman saat aku tidak ada."
Dedaunan yang bergesekan karena angin berhenti sejenak. Di meja makan, Mia tertegun diam. Bukan masalah ingatan (karena dia tidak ingat sama sekali), melainkan karena perkataan Jungkook barusan.
"Jung... bukannya aku tidak mau, tapi-"
Ucapan si cantik terhenti oleh ciuman sang Adam. Mia sedikit menolak, tapi lengan kokoh Jungkook malah menekan tengkuk dan lidah si tampan masuk lebih jauh.
"Jung, berhenti!"
Berusaha keras Mia menahan Jungkook yang benar-benar aneh hari ini. Ayolah, dia tidak suka dipaksa, dan Jungkook tahu itu!
"Aku harus pergi hari ini," tegas Mia sambil berdiri dan langsung menuju kamar untuk bersiap. Ya, dia memang sudah ada janji dengan Shin Ya untuk mengurus toko online-nya yang belakangan ini banyak pembeli.
Jungkook? Dia mengacak rambut dan mendesah kesal. Sifat keras kepala Mia memang menyebalkan.
-♥-
"Jika ada apa-apa, hubungi aku." Mia berkata sambil memasang sepatu peach putihnya yang manis. Hadiah dari mamanya, sudah lama memang, tapi enak dipakai sampai sekarang.
Jungkook hanya diam memandangi Mia.
"Jung?"
"Memangnya tidak bisa hari ini diam saja di rumah?"
"Pembeliku sudah menunggu, Sayang."
"Kau lebih pilih pembeli atau aku?"
Mia merutuk dalam hati. Apa Jungkook lupa bagaimana biasanya? Saat Mia memohon agar Jungkook tinggal di rumah untuk menemani, tapi lelaki itu selalu memberi seribu alasan untuk tetap pergi.
"Sudah, ya. Aku tidak punya waktu untuk bercanda. Dah, Bunny."
Setelah mengecup pipi suaminya, Mia langsung pergi begitu saja, meninggalkan Jungkook yang benar-benar diam dengan wajah datar. Baru menyadari bahwa ditinggal saat ingin ditemani sangatlah tidak menyenangkan.
Sayangnya, dering ponsel di meja mengganggu suasana. Panggilan dari manajer.
"Yeoboseo?" sapa Jungkook.
"Kita akan terbang beberapa jam lagi. Jadi segeralah ke sini."
Mengembuskan napas, lelaki Jeon itu pun menyandarkan punggung ke sofa. "Sebentar lagi aku ke sana," katanya.
"Mm, baiklah. Jangan lupa bawa perlengkapan secukupnya."
"Iya."
Sambungan dimatikan. Jungkook memijat kening yang terasa pusing. Ini alasan mengapa ia ingin ditemani Mia hari ini, tapi sepertinya wanita itu lupa dengan skejulnya. Hh, ya sudahlah.
-♥-
Mia baru pulang saat matahari hampir kembali ke peraduan. Warna jingga menyelimuti kota Seoul, menawarkan pemandangan yang memanjakan mata di antara tingginya gedung-gedung pencakar langit dan hiruk-pikuk kebisingan.
Jika sebelumnya dia berharap yang menyambut adalah Jungkook (mengingat lelaki itu tidak bekerja hari ini), maka sekarang dia harus mengerutkan kening karena suasana rumah sangat sepi.
"Jung?" panggilnya sambil memeriksa kamar. Tetapi, ruangan itu kosong. Begitu pula dengan dapur dan area lain.
Cepat-cepat Mia mengambil ponsel di saku dan memeriksa chat, barangkali ada pemberitahuan dari suaminya itu. Tetapi, sebelum melakukan hal itu, sebuah notif dari salah satu sosial media lebih dulu masuk, isinya tentang Jungkook yang memakai hanbok modern saat di bandara menuju Jepang.
Ia tertegun, dan rasa lelahnya akan urusan hari ini membuat emosinya tak stabil. Tanpa sadar ia terduduk, memeluk lutut dan menangis seketika.
"Jungkook jahat...," isaknya kesal.
Getar ponsel di lantai membuat perhatian Mia teralihkan. Itu panggilan dari orang yang membuatnya menangis. Tak perlu menunggu lama, dia pun segera menempelkan benda persegi tersebut ke telinga.
"Mi-"
"Kenapa tidak bilang mau pergi?"
Jungkook gelabakan. "A-aku sebenar-"
"Jahat!"
Mia terisak, membuat Jungkook menyumpahi dirinya yang tertidur selama perjalanan dan melupakan untuk memberi tahu Mia tentang kepergiannya.
"Kau jahat! Aku penat, ingin kau di sini, tapi ternyata...." Mia tersendat. Kesal sekali hatinya ya Tuhan.
"Mia, aku minta maaf."
"Terserah!"
Mia menaruh ponselnya dengan kasar setelah memutuskan panggilan.
Terserah, Jungkook galau atau bagaimana. Dia tidak peduli.
-FIN-
KAMU SEDANG MEMBACA
[Jungkook x Mia]
FanfictionWork kedua dari series [Jungkook x Mia]. Enjoy read my fanfiction~ ❤