Alhamdulillah Mama gak memperpanjang masalah tadi. Mama hanya ke kamar sebentar, mengantar makan malam untukku. Biasanya kalau Gyan gak ada, yang antar makanan mbak Imah. Tapi kali ini spesial Mama yang mengantar.
Dan aku juga bingung, kemana Gyan setelah berpamitan Mama nya pulang tadi? Karena dia gak kunjung kembali.
Mama masuk ke dalam kamar membawa sepiring makanan untukku. Aku bahkan gak ngecek gimana nasib hidangan makan malam yang sudah kami siapkan tadi, karena Mama mertuaku benar – benar gak sampai satu jam di rumah ini.
Gendis juga gak muncul, yang aku prediksi dia sudah tahu kejadiannya.
"Makan dulu, Dek. Kamu kan harus minum obat." Aku melihat sepiring nasi dan semangkuk soup makaroni yang adalah masakan Mama mertuaku. Aku hanya mengangguk dan berusaha untuk gak mengeluarkan suara sedikitpun, dari pada memancing Mama untuk meneruskan kalimatnya tadi.
Aku tahu Mama emosi, tapi, kenapa Gyan yang jadi sasaran? Ah... mungkin karena Mama merasa, aku juga di salahkan oleh pihak keluarga Gyan. Jadi Mama membalas dengan menyalahkan Gyan balik.
Memang begitu kan mekanismenya? Ketika sebuah rumah tangga sudah di warnai pertikaian dari kedua belah pihak keluarga. Ya yang jadi objek buat saling di salahain, ya si penggerak rumah tangga itu. Dari pihak keluargaku pasti nyalahin Gyan dan dari pihak keluarga Gyan ya pasti nyalahin aku.
Padahal, seandainya mereka semua gak ikut campur dengan masalahku dan Gyan. Mungkin dari kami berduanya sendiri, gak ada masalah apa – apa. Nyatanya? Baru semalam aku dan Gyan sepakat, kalau kami akan melewati ini bersama-sama dan gak menyalahkan siapa-siapa.
Tapi sekarang, kedua belah pihak, sudah saling melempar geranat.
"Gyan tadi pamit Mama keluar sebentar." Mama memecah keheningan. Aku yang sedang menyuap makanan dengan gak selera tapi harus. Hanya bisa melirik Mama dan mendengarkan. "Mama tadi refleks nyalahin Gyan. Mama gak terima kamu di salahin." Mama melanjutkan dan dia tersenyum jengah.
"Seenaknya nyalahin semuanya ini salah kamu. Padahal bisa jadi ini bukan salah kamu juga." Sambungnya dan aku hanya menghela nafas sambil memangku piring yang sudah di siram kuah sup ini.
"Tapi, harusnya Mama gak salahin Mas Gy. Karena kita semua sudah dengar dari dokter, kalau ini bukan salah Mas Gy. Tapi, aku ngerti. Mama pasti gak terima aku di gituin. Jadi, nanti biar aku yang bicara sama Mas Gy." Ucapku pelan "Mas Gy nya, kemana Ma?" Tanyaku dan Mama menggeleng.
"Mama gak sanggup nanya dia kemana. Waktu dia pamit, mukanya Gyan udah percampuran antara marah, sedih dan kecewa. Mama harus ngomong sama Gyan." Ucap Mama sambil menghela nafasnya lelah.
Aku hanya mengangguk "Kalau Mama belum bisa ngomong sama mas Gy, gak apa – apa. Nanti aku yang jelaskan." Mama mengangguk sambil menatapku prihatin.
"Satu pesan Mama dalam berumah tangga. Wanita itu adalah makhluk yang selalu di salahkan, atas apapun yang terjadi di dalam rumah tangga. Belum hamil, anak nakal, anak gak pintar, anak tubuhnya gak sehat, suami gak terawat, sampai suami selingkuh? Kultur kita selalu membuat semua itu menjadi beban kesalahan wanita.,
KAMU SEDANG MEMBACA
OLAGYAN ( BE US AGAINST THE WORLD )
RomanceWARNING! ADULT CONTENT. 21+ READERS ONLY! Setelah kamu ketemu dengan Perfect Match, terus apa? Dear Viola Kirana Salasabila, will you keep dancing with me, you and me, be us against the world. Karena menikah itu, adalah selamat menempuh hidup baru...