Rumah-rumahan!

1.9K 319 102
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Setelah pergumulan batin yang lumayan panjang. Mempertimbangkan ini dan itu. Merencanakan dengan secermat mungkin setiap kemungkinannya. Karena satu-satunya cara untuk meyakinkan aku adalah, dengan membuat perencanaan yang jelimet mungkin di mata Gyan. Akhirnya aku bisa di ajak untuk membuat satu keputusan yang bulat.

Pindah rumah.

Banyak yang bilang, rumah tangga sebaiknya tinggal terpisah. Benar sih, dari segi kebebasan bertindak memang sebaiknya begitu. Tapi, aku gak bisa nyalahin juga mereka-mereka yang memutuskan untuk tetap satu rumah dengan orang tuanya. Karena mungkin mereka gak tega, meninggalkan orang tua mereka dirumah dan mereka takut, ada apa-apa mereka gak sempat dengan sigap bertindak.

Tapi pada akhirnya, aku dan Gyan memang harus mengambil keputusan. Ya keputusan kami, pindah rumah. Aku juga takut Gyan gak nyaman dengan tinggal di rumah mertua.

Akhirnya hari yang – mungkin – kami nanti-nantikan itu datang juga. Dimana aku akhirnya benar-benar pindah ke apartemen mungilku dan memulai hari main rumah-rumahan sama Gyan. Sesuai bayanganku akan sebuah pernikahan, dimana aku bakalan main rumah-rumahan sama suamiku. Seperti permainan waktu kami masih anak-anak dulu.

Sebenarnya sempat merasa gak tega lihat papa dan Mama yang jadi tinggal hanya berduaan aja. Terutama Mama yang melepasku dengan seratus juta ke khawatiran di dalam kepalanya. Aku yakin banget. Kelihatan banget dari sorot mata Mama.

Terbukti dari gimana Mama menyebutkan daftar absensi apa saja yang harus aku siapkan. Persis waktu Mama melepasku ke London. Mungkin Mama lupa, di London satu tahun aku baik – baik saja. Mama gak berhenti mengoceh apa-apa yang harus aku lakukan di dalam rumah, terutama 'Jangan keseringan makan beli ya, Dek. Boros. Pintar-pintar ngurusin suami disana. Jangan membantah sama Gyan.'

Atau justru Mama sedih? Satu tahun kami berpisah dengan aku yang benar – benar gak pernah pulang sama sekali, lalu kami kembali berkumpul hanya dua tahun dan sekarang aku di bawa Gyan keluar dari rumah.

"Adek makan yang benar ya? Jaga kesehatan. Perhatikan gizi suamimu juga. Kalian berdua jangan keenakan kerja, terus menu makanan berantakan. Ingat ya dek? Ibu rumah tangga itu, dokternya suami dan anak – anak. Ahli gizinya suami dan anak – anak juga."

"Ma..." aku mau memotong dan Mama menggeleng. Gyan juga menggeleng pelan memberi kode aku jangan motong Mama. "Dengar dulu, Sayang." Lirihnya sambil mengusap punggungku.

"Jangan di kira jadi wanita bekerja, terus dia gak dapat gelar ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga itu gelar buat semua wanita yang sudah menikah. Karena memang dia jadi 'ibu' di dalam setiap rumah tangga." Tegas Mama dan aku menghela nafas sambil mengusap perutku yang aku baru sadari, belum aku periksa kebenarannya.

"Hamil juga belum, udah jadi ibu." Keluhku yang sebenarnya kelepasan. Mama menggeleng tegas "Gak perlu benar – benar menjadi ibu, untuk bisa berperan sebagai 'ibu'. Bahkan dari sebelum ada anak pun, kamu harus sudah bisa berperan sebagai ibu di dalam rumah tangga mu. Pekerjaan seorang ibu itu apa? Merawat, menjaga, memelihara, memperhatikan, mengawasi, mengendalikan, mengatur dan segala urusan kebaikan rumah tangga. Makanya semua wanita yang menikah itu ibu rumah tangga."

OLAGYAN ( BE US AGAINST THE WORLD )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang