Gyan masih berlutut di depanku dan meremas lembut kedua tanganku. Aku masih menumpahkan air mataku sebisaku, sampai rasanya aku gak sanggup lagi menangis. Hidungku rasanya sampai mampet, saking banyaknya ingus yang menggumpal di sana. Saking lamanya aku nangis.
"Kenapa sih? Kenapa orang lain gampang banget? Kayak gak perlu repot-repot minta, udah langsung di kasih gitu aja?" Tanyaku dan Gyan hanya mendengarkan sambil masih berlutut di depanku. "Kenapa aku mau satu aja, susah banget? Aku salah apa? Aku tuh di hukum apa sebenarnya? Sampai mau anak satu aja gak di kasih-kasih?" Tanyaku dan Gyan akhirnya memeluk pinggangku dan membenamkan wajahnya di perutku.
Aku melihat bahunya bergerak menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Dia mendongak dan akhirnya duduk di sampingku.
Gyan membawaku kembali kedalam pelukannya. "Istigfar ya Sayang? Jangan begitu ngomongnya? Emosi boleh, tapi yang keluar dari mulut, jangan sampai kamu sesali. Gak ada Allah menghukum kamu, sampai kamu gak di kasih anak. Semua itu rahasia Allah Sayang. Kenapa kita belum dapat anak? Semua rahasia Allah." Bisik Gyan dan aku menggeleng dengan keras kepala.
Ini mungkin baru satu tahun aja, tapi, apa yang harus aku lewati sepanjang satu tahun ini, rasanya bikin aku pingin memaki semua yang hadir di hidupku. Semuanya nyakitin. Bahkan pria yang lagi memeluk aku ini juga, ikut-ikutan nyakitin.
"Shhh..." Bujuknya sambil mengusap kepalaku lembut "Gak boleh marah-marah begitu. Allah sedang menguji, apakah kita manusia yang lapang dada apa enggak, menghadapi ujianNya? Kita bolak-balik dengar kabar berita, orang lain dapat anak. Apakah kita bisa tulus ikhlas bilang selamat? Atau kita malah jadi iri dengki sama nasib mujur mereka? Atau kita malah marah-marah sama nasib? Allah lagi mau lihat, ikhlas gak kita dapat ujian, Sayang." Bisiknya lembut dan aku masih menangis, walau rasanya udah gak ada lagi air mata yang keluar.
"Tapi, kita tuh salah apa sih, Mas? Sebenarnya, kita disuruh apa?" Tanyaku lagi dan Gyan menggeleng "Mungkin salahnya kita, kita kurang sabar, Sayang. Salahnya kita ngeburu-buru hal yang memang menurut Allah belum waktunya. Jadinya, kita bukannya minta dengan rendah hati, malah marah-marahin Allah. Sekarang buktinya, kita nangisin kebahagiaan orang. Karena merasa itu harusnya buat kita. Kita yang udah nunggu duluan, kok malah dia yang dapat lebih cepat. Gak sadar, kita ternyata masih nyimpan sifat kayak begini. Tamak. Serakah. Benci. Dendam." Jelas Gyan sambil menangkup wajahku dan menatapku lembut.
"Kita lagi diajarin arti kata sabar yang sesungguhnya. Gak cuman kamu yang setiap selepas sholat, melirihkan doa supaya kita dapat anak, Yang. Aku juga. Aku juga melirihkan doa itu di setiap sujudku, Sayang. Bohong kalau gak pernah nangis doainnya. Akupun sering nangis. Tapi, aku mau kita sabar." Lirihnya sementara aku masih terisak-isak mendengarkan Gyan.
Gyan menyibak poniku ke belakang dan mencium keningku yang dia kasih nama jidot dengan penuh sayang. Menciumnya berkali-kali, lalu menggesekan pucuk hidungnya disitu, lalu menciumnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLAGYAN ( BE US AGAINST THE WORLD )
RomansaWARNING! ADULT CONTENT. 21+ READERS ONLY! Setelah kamu ketemu dengan Perfect Match, terus apa? Dear Viola Kirana Salasabila, will you keep dancing with me, you and me, be us against the world. Karena menikah itu, adalah selamat menempuh hidup baru...