15: Jatuh

424 28 0
                                    

"Kita pulang nanti malam, ya?" tanya Ria begitu tiba di ruang makan. Sudah tiga hari mereka di sini dan agenda Ria sudah terlaksana hampir seluruhnya.

Negosiasi dengan seluruh petani di desa ini sudah dilakukan jauh-jauh hari sebenarnya oleh anggota timnya, tapi Ria ingin memastikan kembali bahwa semua berjalan sesuai rencana dan sejalan dengan proses produksi.

Ria tak mengalami kendala yang begitu berat. Hampir seluruh petani menyambut kedatangan Ria dengan ramah. Pembawaan Ria yang lemah lembut dan anggun membuat mereka nyaman dengan kehadiran Ria. Meskipun Ria masih sangat kaku jika harus melakukan kontak fisik dengan mereka.

"Iya, Nona."

"Cari oleh-oleh, yuk. Udah lama gak belanja." Ria mengusulkan untuk pergi mencari oleh-oleh, yang dikatakannya benar bahwa ia jarang sekali belanja.

"Saya siapkan mobilnya dulu."

"Eh gak usah. Aku mau naik motor aja." Ria sedang ingin menggunakan sepeda motor, karena bisa lebih leluasa menghirup udara segar di desa.

"Sssttt. Jangan membantah," ujar Ria begitu melihat tatapan tidak setuju dari Anton.

"Pakai jaketnya Nona," pinta Anton tatkala melihat Ria langsung menaiki motornya.

"Enggak ah panas. Dari kemarin aku udah pakai lengan panjang terus, ya." Ria melayangkan tatapan protes, sedari kemarin ia mengikuti perkataan Anton untuk menggunakan lengan panjang. Meminimalisir rasa tidak nyaman jika Ria harus berdekatan dengan orang lain.

"Baik lah." Anton mengalah dan melajukan motornya dengan Ria dibonceng olehnya.

"Mereka suruh nyusul aja bawa mobil untuk angkut hasil belanjaan."

"Iya."

Akses mobil di desa ini cukup sulit. Jalan yang belum diaspal dan masih batuan krikil yang menyebabkan mobil susah untuk lalu lalang di desa ini. Ria menggunakan sepeda motor ketika berdialog dengan petani, karena jalan yang tersedia hanya muat untuk motor.

"Riski ikutin kita pakai motor?" tanya Ria begitu melihat ada yang mengikutinya dari belakang.

"Monitor, monitor, siapa yang ikutin Nona pakai motor di belakang?" Anton berbicara melalui walkie talkie. Antara yang memberikan fasilitas itu karena sulitnya sinyal di desa.

"Monitor satu masuk. Cuman mobil doang yang berangkat, Bang. Sisanya stand by di rumah."

"Shit."

"Susul Nona sekarang pakai motor! Cepetan. Urgent." Anton menambah kecepatan motornya. Ia harus segera mencari tempat keramaian.

"Kenapa? Kita diikutin? Mau diapain?" Ria langsung menyadari situasi bahwa mereka diincar oleh seseorang. Kemungkinan paling buruknya adalah mereka mau mencelakai Ria dan Anton.

"Tenang. Tenang. Tenang Ria."

"Nona jangan merem!" Anton meneriaki Ria ketika melihat Ria memejamkan mata.

"Pelan-pelan aja. Aku takut," bisik Ria di tengah tingginya kecepatan motor mereka.

Brukkk. Brakk. Wuusshhh.

"Sudah ku duga." Ria tergeletak di jalanan menghadap langit.

Fokus Anton terganggu akibat Ria memejamkan mata dan kesempatan itu digunakan oleh mereka yang mengejar untuk menabrak motor yang dikendarai Anton.

Kecepatan masih tinggi, hilang fokus, ditabrak dari arah belakang menyebabkan mereka terseret dan terlempar cukup jauh dari keberadaan motor.

Darah memenuhi lengan Ria yang terekspos. Ria tak punya tenaga untuk sekedar bangun dan menguasai kembali tubuhnya. Ia benar-benar pasrah dengan keadaan.

Crazy WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang