63: New Place

253 22 1
                                    

John F. Kennedy International Airport. Tidak pernah berubah semenjak terakhir Ria menginjakkan kakinya di sini lima tahun silam. Ia menghirup dalam-dalam udara di New York ini. Kota yang sempat menjadi tempat tinggalnya selama beberapa tahun dan menciptakan beberapa kenangan yang tidak pernah Ria lupakan. 

Ria tiba di terminal 4 JFK setelah mengudara selama 15 jam setelah transit dari Dubai. Ia merasakan sensasi jetlag yang dikhawatirkan para pengawalnya. Kepalanya sangat pusing dan berjalan pun rasanya bumi berputar. Belum lagi perutnya mual dan ingin mengeluarkan sesuatu, tapi Ria tidak mengkonsumsi apapun selama di pesawat. 

Fikri menuntun langkah sang nona agar dapat berjalan lebih stabil. Ia sudah menawarkan untuk menggendongnya tapi ditolak oleh Ria. Mereka sedang menunggu Damar mengurus bagasi sementara matanya terus mencari keberadaan seseorang yang sekiranya membawa papan nama sang nona. 

“Kita dijemput siapa?” tanya Ria yang juga sama kebingungan dengan Fikri. 

“Belum tahu, Nona.” 

“Andre,” ujar Ria setelah menemukan seseorang yang juga sudah bertemu pandang dengannya. 

Andre segera menghampirinya dan mengambil alih Ria dari papahan Fikri. “Sendiri doang?” tanya Ria ketika sudah berada di samping Andre. 

“Enggak. Banyak yang lain.” Tentu saja, mana mungkin Antara membiarkan Andre menjemputnya sendirian. 

“Kamu gak komunikasi dengan Fikri?” 

“Nggak,” jawab Andre singkat. 

“Kenapa?” 

“Malas.” Ria menepuk punggung Andre cukup keras dan membuat lelaki tersebut mengaduh. 

“Masa dia gak tahu siapa yang jemput saya di sini. Seharusnya hal seperti itu dia semua yang mengurus dan berkoordinasi dengan kalian,” ungkap Ria dengan kesal. 

“Gak tahu, Nona. Dia memang tidak menghubungi kami terutama saya sebelum keberangkatan.” 

“Kamu udah gak ketemu saya tiga bulan rasanya lebih songong ya, Ndre,” ungkap Ria ketika merasakan keformalan mereka tidak sekaku dulu ketika di Jakarta. 

Andre hanya tersenyum menanggapinya. Memang sedari dulu dia tidak begitu formal dengan Ria karena ia menganggap Ria seperti adiknya yang harus selalu dijaganya. 

Membukakan pintu mobil untuk Ria dan lelaki tersebut menyusul untuk duduk di kursi depan. “Lo ikut mobil yang lain!” titah Andre pada Fikri yang berniat ikut masuk ke mobil yang sama dengan Ria. 

Fikri melihat ke arah Ria untuk meminta persetujuan dan langsung diangguki oleh gadis tersebut. Fikri berjalan ke arah dua mobil di belakang Ria dan ikut serta bersama Damar yang ternyata sudah berada di dalam. 

“Nona, my deepest condolences to Anton. Saya kaget sekali mendengarnya kala itu dan berniat langsung pulang untuk mengantar sahabat saya ke peristirahatan terakhir,” ungkap Andre dengan menerawang ke waktu itu ketika kabar Anton berpulang sampai di telinganya. 

“Saya juga tidak mengantar Anton ke pemakaman.” Penyesalan terbesar yang masih bersarang di hatinya hingga saat ini. 

Suasana berubah menjadi sendu karena masing-masing sedang tenggelam dalam perasaan menyesal yang entah kapan akan terlepas. “Nona mau ke perusahaan dulu atau langsung pulang?” tanya Andre mengalihkan pembicaraan pada suasana saat ini. 

“Pulang aja. Saya sakit kepala.” 

“Baik, Nona.” 

Setelah menempuh perjalanan 30 menit mereka tiba di lobby 30 Park Place yang akan menjadi hunian Ria selama berada di New York. Andre membukakan pintu untuk Ria dan gadis tersebut langsung keluar. Menyesuaikan matanya dengan cahaya matahari yang sedang terik. 

Crazy WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang