82: Hangout

213 23 2
                                    

"Fikri, kasurnya keras banget. Beli baru yang lebih empuk," ujar Ria ketika merasa tempat yang ditidurinya sangat keras, tidak seperti biasanya. 

"Itu apaan sih, berisik banget." Ria kembali mengomel begitu terdengar suasana yang sangat ramai. 

"Bangun, Boo. Kamu bukan di kamar, masih di pinggir jalan," ucap Tian tepat di depan wajah Ria. 

Mengerjapkan mata berusaha menyesuaikan dengan cahaya sekitar. Pandangan Ria langsung terpaku dengan mata lelaki di hadapannya yang tertutup masker. 

"Hai, My Boo." Tian menyapa dan tersenyum membentuk bulan sabit di matanya. 

Ria mengangkat kedua tangannya dan disambut oleh Fikri yang menariknya untuk bangun. Lelaki tersebut selalu siap siaga melakukan kebiasaan ketika Ria terbangun. Memberikan Ria sebotol minuman yang langsung ditenggaknya. 

"Jam berapa sekarang?" 

"11 malam," sahut Tian. 

Ria meregangkan tubuhnya dan menguap lebar-lebar. “Sakit-sakit badan aku tidur di situ. Kenapa gak pindah ke kasur aja, sih?” tanya Ria dengan kesal. Bahunya sakit sekali karena tidak tidur di tempat yang proper. 

“Nanti kamu terkejut kalau bangun di kamar hotel. Dikira dibawa sama om-om ke hotel gimana?” 

“Kan ada Fikri. Gak mungkin dia biarin aku gitu aja, kan? Abis sama Kakek bisa-bisa,” timpal Ria dengan memeletkan lidahnya, meledek si Fikri. 

“Oh iya, kamu kok bisa ada di sini? Bukannya yang lain pulang ke Jakarta?” 

Tian tidak langsung menjawab. Ia memikirkan jawaban yang tepat agar tidak dikira sangat bucin dengan Ria. “Mau liburan dulu di sini,” jawab Tian mencoba rasional. “Kamu kok tahu GMC pulang ke Jakarta?” 

“Abis lihat status WA Jimmy.” 

Alasan sebenarnya Tian memperpanjang waktunya di US adalah untuk mencari Ria. Terakhir kali mereka berpisah dalam kondisi tidak baik. Ria yang sangat ketakutan ketika mendatangi backstage GMC dan hilang kendali di hadapannya. Kejadian yang menimpa Samuel dan kepergian Ria begitu saja membuat Tian sangat khawatir. 

Sebenarnya bukan hal baru jika ia ditinggal Ria seperti ini. Karena sebelum-sebelumnya Ria juga akan menghilang tanpa kabar dalam jangka waktu yang lama. Untuk kali ini, Tian tidak akan menyerah menemukan gadisnya. Ia harus memastikan bahwa Ria baik-baik saja. 

Ria bangkit dari kursi setelah nyawanya kumpul sepenuhnya. Mengulurkan tangan ke hadapan lelaki di sampingnya dan mengatakan, “Ayo, katanya mau liburan, kan.” 

Dengan senang hati, Tian menyambut uluran tangan tersebut dan menggenggamnya dengan erat. Senyum lebar terpancar dari matanya yang menyipit. Wajah tertutup masker tak melunturkan ketampanannya yang tergambar jelas dari sosok Tian. 

“Akhirnya bisa jalan bareng kamu lagi di tempat umum dengan bebas seperti ini,” ungkap Tian dengan kesenangan yang tergambar jelas dari nada bicaranya. 

Ria merasakan mata Tian melirik ke arah penari jalanan dengan hanya berpakaian bikini dan hiasan bulu-bulu berbentuk sayap di punggungnya. Banyak sekali penari seperti itu di sepanjang jalan dan membuat Ria memutar bola matanya malas. 

“Kamu kalau mau nonton mereka, berhenti aja dulu gapapa.” Ria menghentikan langkahnya tepat di depan si penari tersebut.

Tian langsung dibuat gelagapan akibat tertangkap basah ingin melihat aksi para penari terlebih dahulu. “Nggak, kok. Ayo lanjut jalan lagi,” ajak Tian dan menarik tangan Ria menjauh dari sana. 

Tapi Ria tetap pada posisinya. Ia menggelengkan kepala pertanda tidak ingin beranjak sebelum Tian melihat penampilan si penari. “Fine, aku tonton,” ujar Tian mengalah. 

Crazy WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang