56: Meninggal

328 27 2
                                    

Tok. Tok. Tok

"Non, bangun. Nggak kerja, kah?" tanya Bi Inah dari luar kamar. 

Tidak ada tanggapan karena sang empunya kamar masih asik terlelap. Sekali lagi Bi Inah mencoba mengetuk pintu kamar sang nona. "Non, kerja, gak? Sudah siang, loh." 

Ria yang merasa terusik dan mendengar pertanyaan Bi Inah lantas menjawab, "Enggak! Aku ngantuk banget, Bi. Biarin aku tidur lagi." 

"Baik, Non." 

Ria dan Jimmy menghabiskan waktunya dengan maksimal semalam di Afterhour. Setelah kejadian Rafasya yang sempat menghentikan perbincangan, mereka melanjutkannya lagi seolah hal itu tidak pernah terjadi. 

Obrolan mereka seru, sampai mereka lupa waktu dan sudah menghabiskan tujuh botol minuman keras. Mereka mabuk, tapi yang tidak sampai teler. Obrolan memang terasa lebih asik ketika di bawah pengaruh alkohol. Ria baru menemukan klik bersama Jimmy mulai malam itu. Jimmy teman berbincang yang asik, mereka tidak pernah kehabisan topik. 

Keluar dari Afterhour sekitar pukul empat pagi dengan dibawa secara sepihak oleh Fikri. Ia saat itu melihat nonanya sudah mulai melantur kesana sini di bawah pengaruh alkohol. Setelah janjian dengan pengawal Jimmy untuk membawa serta Jimmy pulang, maka Fikri mengangkat Ria dari sana dan membawa Ria pulang yang jatuh terlelap selama perjalanan menuju Rajawali. 

Seseorang mengguncangkan tubuh Ria, membangunkan gadis tersebut. Dia tidak menyerah meskipun tidak ada tanggapan dari Ria. Gadis tersebut diam saja seperti batu. Karena dirasa dengan cara tersebut tidak akan bangun, maka ia memencet hidung Ria dan membuat napasnya terhenti seketika. Ria terbangun dengan panik dan terengah-engah. 

"Kamu mau bunuh aku, Yan?" tanya Ria dengan kesal dan memukul Tian dengan kepalan tangannya. 

Tian hanya menampilkan senyum lebar yang membentuk kotak ciri khasnya yang sudah diketahui seluruh penggemarnya. "Udah siang, Ria. Kamu mau tidur sampai kapan?"

"Besok." Balasan dari Ria membuat Tian menggelengkan kepalanya. Ia naik ke kasur dan menatap Ria dengan seksama. 

"Kamu semalem ke bar sama Jimmy?" Tian seolah sedang menginterogasi putrinya yang ketahuan berbuat salah. 

"Iya." 

"Kok gak ngabarin aku?" Tian menampilkan wajah kesal, ia mengetahui kabar tersebut dari pengawal Monokrom yang menjaga Jimmy semalam. 

"Kamu mau berangkat ke US juga gak ngabarin aku," ujar Ria tidak mau kalah. 

Tian menggaruk pipinya mencari alasan. Ia memutar bola matanya ke sekeliling ruangan berusaha menghindari tatapan Ria yang menghunus tajam bak sebilah pedang. 

"Iya, iya. Aku salah. Maaf. Aku lupa mau kabarin kamu jauh-jauh hari, keburu kita menghadapi insiden yang luar biasa menguras emosi." 

"Tanggal berapa berangkatnya? Di mana USnya? Langsung lanjut world tour atau ada pulang lagi ke Jakarta?" tanya Ria beruntun seolah tak ada lagi waktu tersisa. 

"Wow wow wow, pelan-pelan, satu per satu bertanyanya, Ri." Tian menyampirkan beberapa juntai rambut ke belakang telinga Ria. 

"Tanggal 5, di LA, rencananya sih langsung terbang ke tempat lain." 

Ria menghembuskan napas dengan keras. Ia harus berjauhan lagi dengan Tian. Rasanya tidak puas setelah lelaki tersebut istirahat dari tournya selama 6 bulan lebih. Mereka juga jarang menghabiskan waktu bersama ketika Tian berada di Jakarta beberapa waktu ini. 

"Jauh banget sih LA ke New York. Ada day off gak selama konser di LA?" 

"Ada, tiga sampai lima hari. Gak pasti." Tian mengangkat bahunya, Delfi yang mengatur jadwal mereka. 

Crazy WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang