114: Sakit Hati

287 38 3
                                    

“Lo udah tahu kalau lo kembali viral? Namun dengan pemberitaan yang berbeda,” kata Jimmy memulai percakapannya dengan Ria. 

Beberapa menit yang lalu, Antara dan Wira meninggalkan ruangan dengan alasan ingin mencari angin. Padahal mereka ingin memberi ruang untuk Ria dan kawannya berbincang. Antara dan Wira senang bisa berinteraksi dengan kawan Ria tanpa perlu takut status Ria terungkap. Mereka harus menunggu 35 tahun lebih sesuai dengan umur Reno, anak tertua untuk bisa mengakui keturunan mereka dengan bangga. 

Ria menggeleng, kemudian mengangguk. Ia sendiri tidak yakin dengan jawabannya. 

“Ketika kasus penganiayaan yang menimpa diri lo terkuak ke publik, bersamaan dengan tersangka yang namanya juga diungkap. Besok paginya, Papah lo bikin konferensi pers di depan puluhan wartawan dan mengatakan bahwa putrinya yang menjadi korban dalam kasus tersebut.” 

“Pelan-pelan. Gue tahu lo biangnya gosip, tapi gue masih lolot dan belum bisa fokus,” potong Ria mengingat kemampuan Jimmy ketika menyampaikan sebuah informasi. 

“Lo tahu gimana reaksi publik mendengar pengakuan Papah lo?” 

“Kaget. Nggak percaya, menyangkal,” sahut Elang dari sisi lain karena ia sedang asik dengan makanan yang disediakan oleh pengawalnya. 

Ria menghembuskan nafas keras. Ia tahu, cepat atau lambat, papah dan kakeknya akan mengungkap identitas keturunan mereka. Mereka sudah sering membicarakan perihal ini dan Ria tidak menyangka jika dengan cara seperti ini dirinya dikenalkan. 

“Gue salah satu orang yang nggak percaya. Gila, loh. Pak Antara dan Pak Wira yang selama ini dikenal tidak punya keturunan, ternyata punya lo. Dan baru lo doang yang diungkap ke publik. Sementara kita sebagai teman lo, sudah tahu semua saudara kandung lo.” 

“Tapi semuanya jadi masuk akal, Kak. Segala kemewahan yang tersemat di kening lo akhirnya terjawab. Nggak perlu ada spekulasi bahwa lo simpanan gadun atau ngepet lagi. Karena keluarga lo lebih dari mampu untuk memberikan uang lebih dari simpanan gadun,” timpal Elang seperti biasa, tanpa disaring. 

“Kok lo tahu? Jangan-jangan lo lagi jadi sugar daddy, ya?” tanya Ria yang membuat Elang tersedak. 

Jimmy terbahak melihat Elang tersedak seperti itu. “Aduh, sakit gue kalo ketawa.” Ria mengeluh dengan tangan memegang perut. Perutnya terasa sakit jika ada pergerakan berlebih. Bicara pun ia masih sulit. 

“Kasus lo sama orang tuanya Lita, itu uangnya siapa?” tanya Jimmy mengubah topik dengan kasus yang sedang hangat juga. 

“Gue.” 

“Kok bisa, Kak? Katanya di berita, kerugian yang ditaksir sampai 500 miliar.” 

“Gue nggak tahu. Papah ambil alih kasusnya karena gue baru sembuh. Gue hanya sebagai penemu saja dan dilanjutkan oleh yang lain.” 

“Uang lo banyak juga, ya,” ujar Jimmy begitu menyadari nominal tersebut sangat besar. 

“Banyak, lah! Liat aja Papah dan Kakeknya siapa. Perlu gue jelasin harta kekayaan Om Antara dan Pak Wira?” tanya Elang yang siap menjelaskan.

“Sssttt. Udah. Lo nggak akan sanggup. Nggak usah bahas harta Bokap dan Kakek gue. Ini salah satu dari sekian banyak alasan gue untuk tidak mengungkap siapa keluarga gue. Belum apa-apa kalian udah bahasnya harta Papah dan Kakek gue, terus. Kesal!” ungkap Ria dengan kekesalan tergambar jelas. 

“Maaf,” cicit Elang begitu menyadari kesalahannya. 

“Lo tahu kalau pelakunya dari keluarga Tian alias para sepupunya?” tanya Jimmy lagi begitu dirasa Ria sudah tenang dan dapat diajak berbicara. 

Crazy WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang