86: Berbincang

183 20 0
                                    

“Kalian bisa nggak-” 

“Nggak.”

“Ria!” teriaknya kesal.

“Cantik,” balas Ria dengan enteng. 

Ya, percakapan seperti itu hanya terjadi ketika Ria dan Hartanto bersama. Setelah bertemu dengan Tian di apotek rumah sakit, ia memutuskan untuk ikut ke kediaman Tian yang ternyata sedang tinggal bersama Hartanto. Terang saja Ria sangat senang mendapati fakta tersebut. 

Begitu tiba di rumah Hartanto, tanpa permisi ia langsung memasukinya seolah rumah sendiri. Untungnya beberapa ART di sini sudah mengenalinya, kalau tidak, dapat dipastikan Ria sudah diseret keluar akibat dianggap maling yang asal masuk. 

Kekesalan Hartanto barusan dikarenakan ia yang kembali mendapat kabar dari asistennya bahwa berita Tian dan Ria tengah berpelukan di apotek beredar di media sosial. Seolah tak ada habisnya pemberitaan yang tengah menyorot keduanya. 

“Jangan bertemu di ruang publik dulu untuk sementara ini sampai berita tentang kalian mereda,” ujar Hartanto dengan serius. 

Ria menopang wajahnya dengan kedua tangan dan memandang Hartanto dengan tatapan tak bersalah. “Memangnya kita kenapa?” 

“Kamu belum tahu?” tanya Hartanto yang dibalas dengan raut kebingungan Ria. 

“Dia nggak main sosmed, Opung,” timpal Tian dan membuat Hartanto terkejut. 

“Masa sih, ada orang nggak main sosmed di zaman sekarang?” sarkas Hartanto yang membuat Ria menggebrak meja makan dengan kesal. 

“Nggak semua orang harus hidup sesuai zaman. Emang di zaman Opah, semua orang bisa telepon? Nggak, kan?” balas Ria sinis pada orang tua di hadapannya. 

“Cukup. Jangan diterusin.” Tian menghentikan perdebatan keduanya. Sampai sekarang belum bisa berkomunikasi dengan santai juga. 

“Intinya, waktu kita di Vegas, ada orang yang mendokumentasikan kegiatan kita dan menyebarkannya ke sosial media. Kalau kamu tahu seberapa cepatnya penyebaran informasi sekarang, jadinya menimbulkan sedikit kekacauan lah.” Tian menjelaskan secara garis besar. Toh, ia juga salah satu yang tidak mengikuti kabar terbaru di sosial media. 

“Oh, terus, masalahnya dimana?” Ria masih belum menangkap hal yang dipermasalahkan sehingga Hartanto melarangnya untuk bertemu di ruang publik. 

“Penggemarnya Tian yang punya banyak uang dan saham di Monokrom banyak yang kecewa dan tidak terima, sehingga kebanyakan dari mereka menjual saham monokrom dengan harga yang miring dan membuat CEO-nya marah ke Tian,” ungkap Hartanto setelah memahami duduk permasalahan yang terjadi di Monokrom saat ini. 

“Oh, terus?” Ria menggaruk belakang kepalanya pertanda masih bingung. 

“Kamu nanya terus terus, paham atau enggak?” tanya Hartanto kesal. Perempuan satu itu pura-pura bodoh atau memang tidak paham? 

“Ish,” cibir Ria dengan pertanyaan tersebut. 

“Yaudah, sekarang gini, kemarahan si Haris itu nggak logis banget. Saham yang anjlok merupakan suatu hal yang wajar nggak, sih. Emang orang dagang laku terus? Kan enggak. Yang penting GMC dan para artis di dalamnya nggak terluka dan masih tetap berproduksi seperti biasanya, kan?” 

Tian terkejut mendengar perkataan tersebut. “Kamu kenal CEO aku?” 

“Hah? Yy-aa kenal dong. Siapa yang nggak kenal dia sekarang,” jawab Ria tergugu. Ia lupa saat ini tengah berbincang dengan artis Monokrom. 

“Tenang aja lagi. Kepemilikan saham di Monokrom masih dikuasai oleh satu orang, kan? Sisanya terbagi-bagi ke publik dan ke si Haris terutama.” Ria menganggap enteng sekali permasalahan tersebut. 

Crazy WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang