"Kenapa sosok Lidya jadi hadir dalam halusinasi Ria?" tanya Antara dengan suara besar menandakan bahwa ia sedang marah saat ini.
Ardi meletakkan pena ke atas meja. Ia sedang berpikir harus berperan sebagai psikiater Ria atau sahabat dari lelaki di hadapannya.
"Memang hal tersebut bisa terjadi? Dua orang hadir secara bersamaan di dalam halusinasinya? Mengapa tidak satu saja?" Antara bertanya sambil berjalan dari satu tempat ke tempat lainnya. Ia tidak bisa diam ketika sedang gusar.
"Kamu sedang konsultasi tentang putrimu atau sedang berkeluh kesah pada sahabatmu?" Ardi menyerah, ia tidak tahu harus memposisikan dirinya dimana. Salahnya juga yang menerima permintaan sahabatnya untuk menangani putrinya. Ditambah satu putranya yang menjadi pasiennya juga.
"Aku nggak tahu." Antara juga tidak tahu dirinya mau apa saat ini.
Ardi mengambil rekam medis Ria dan membacanya di atas meja. Ia memutuskan berperan sebagai psikiater pribadinya yang tengah melakukan analisis terhadap kejadian yang baru saja terjadi.
"Sejak kapan dia melihat Ibunya hadir?" tanya Ardi mulai melakukan wawancara.
"Saya rasa baru hari ini. Tapi hadir di mimpinya tidak dapat dipastikan karena Ria yang tidak pernah menyampaikan kejadian yang dialami di mimpinya."
"Sebelum dibawa ke rumah sakit, dia terjebak di dalam lift dalam waktu berapa lama?" Ardi sudah mengetahui penyebab Ria berada di bangsal VIP saat ini.
"30 menit atau lebih. Saya tidak tahu pasti." Antara menopang kepalanya yang terasa semakin berat.
"Bisa lihat rekaman CCTV yang terjadi di dalam lift?"
"Bisa. Barusan control room mengirimkan rekamannya." Antara mengeluarkan ponsel dari saku celana dan mengotak-atik sebentar.
Mereka menonton rekaman CCTV yang menampilkan Ria dalam ruangan gelap. Sudah diatur menjadi seperti menggunakan infra red agar terlihat jelas yang terjadi di dalam.
Terlihat Ria yang duduk dengan kedua lutut menutupi tubuh bagian depannya. Ia memandang dengan seksama ke arah pintu lift. Tak ada pergerakan yang berarti selama 20 menit pertama. "Dia sedang melihat memori tersebut terputar kembali di hadapannya," kata Ardi memberitahu Antara yang pasti tidak mengerti yang sedang terjadi selama 20 menit tersebut.
"Memori apa?"
"Mana saya tahu. Saya bukan cenayang yang bisa mengetahui isi kepala orang," jawab Ardi dengan kesal.
Mereka melanjutkan memutar video. "Ada pergerakan," beritahu Antara dengan heboh. Ardi juga melihatnya, Antara saja yang kepalang heboh.
"Dia ngomong apa?" Pertanyaan yang sama yang terlintas di benak Ardi.
"Ada seseorang di hadapannya," ujar Ardi begitu melihat gerakan mulut Ria dan tatapannya yang terfokus pada sesuatu di hadapannya.
Dari kacamata orang normal, tidak ada siapapun di lift tersebut. Ria hanya seorang diri dan lift dalam keadaan mati. Tidak mungkin ada orang yang dapat masuk ke dalam.
Ardi menghentikan video tersebut tepat pada ekspresi Ria yang menampilkan gurat ketakutan. Ia menunjuk garis rahang dan dahi Ria yang menggambarkan ketakutan tersebut. "Dia ketakutan pada seseorang yang sedang muncul dalam visualnya."
Video diputar kembali dan mulai terlihat tangan Ria yang beralih menekan lehernya. Seperti dengan sengaja mencekik dirinya sendiri. "Ya Tuhan! Dia melakukan percobaan bunuh diri?" Antara terkejut menyaksikan tindakan tersebut.
Berbeda dengan Ardi yang melihat bahwa bukan Ria yang melakukan tindakan tersebut. Ardi kembali menghentikan video tersebut dan memperjelas pandangannya pada posisi tangan Ria. Ia kembali menunjuk layar di hadapannya pada bagian posisi tangan Ria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Woman
Romanzi rosa / ChickLitRia Ananta. Ananta itu kepanjangan dari Anaknya Antara, papahnya Ria. Ia sengaja diberi nama itu untuk menutupi identitas aslinya yang merupakan anak seorang konglomerat kaya raya tujuh turunan. Padahal sudah terlihat jelas dari pembawaannya bak pu...