60: Tenang

249 34 4
                                    

"Antara, pulang!" 

"Gak bisa, Pa. Reno belum membaik dan aku belum bisa meninggalkan perusahaan," ungkap Antara dengan putus asa. Ia juga sudah ingin sekali kembali ke tanah air. 

"Anak kamu-" Belum sempat Wira menyelesaikan perkataannya, terdengar suara seseorang dengan keras. 

"Pasien henti napas lagi." Jantung Antara seolah tertiban godam. Berbagai spekulasi memenuhi pikirannya saat ini. 

"Pa, itu siapa?" tanya Antara memastikan bahwa pasien tersebut bukan anaknya. 

"Anak kamu. Pulanglah Antara. Ria kesakitan menahan semuanya. Ia seperti menunggu sesuatu. Datanglah untuk terakhir kalinya. Lepas kepergiannya dengan damai," kata Wira seolah kondisi cucunya benar-benar tinggal menunggu ajal. 

"Jangan lagi kehilangan orang terkasih hanya karena mengejar harta. Saya tidak tahu Ria dapat bertahan sampai kapan." Antara kalut. Putrinya yang tidak pernah terdengar kabar buruk apapun, dalam kondisi kritis. Yang benar saja!

"Siapkan flight saya malam ini juga!" titah Antara tanpa pikir panjang. Ia mempunyai firasat yang tidak enak. Ia takut memang ini waktu terakhirnya dapat bertemu dengan putrinya. 

Dalam ketidaksadarannya, Ria menemukan dirinya berada di suatu hamparan padang rumput yang luas. Suasana di sana sangat menenangkan dan membuat siapa saja nyaman. Ria memejamkan mata merasakan semilir angin yang menerpa wajah cantiknya. Ia tidak merasakan sakit apapun di sini. 

Terdengar derai tawa dari ujung sana. Tawa yang biasa memenuhi harinya belakangan ini. Ria melihat sosok Anton dengan pakaian putih dan tampak sangat bahagia. "Nona," sapa Anton dengan penuh senyuman. Ria merasakan bahagia dan lega luar biasa. Anton terlihat sangat baik dan tidak ada satupun bekas luka yang tertinggal di tubuhnya. Tidak seperti terakhir kalinya ia meninggal dalam keadaan mengenaskan. 

"Anton," teriak Ria memanggil sosok tersebut dan ia berusaha berlari menghampirinya. Tapi tidak bisa. Ia jatuh tersungkur dan diam di tempat. Seolah memang kehadirannya di sini tidak untuk kemanapun. 

"Nona," panggil seseorang lain yang merupakan Andy. Kepala pengawal Reynal yang juga turut menjadi korban dalam insiden tersebut. 

"Terima kasih sudah menjadi Bos yang luar biasa baik. Terima kasih sudah memberikan kami kehidupan yang layak. Meskipun kami harus berpulang dengan cara seperti itu, percayalah Nona. Kami tidak pernah menyesal telah menjaga Nona dan Tuan Reynal hingga akhir hayat," ungkap Andy yang makin membuat dada Ria bertambah sesak. Mengapa ia dikelilingi oleh orang baik hati sementara dirinya jahat seperti ini? 

"Tidak, Nona tidak jahat. Nona orang baik, keadaan yang memicu sisi tidak baik tersebut," sangkal Anton dengan penuh senyum. 

"Mereka bisa mendengar suara hatiku?" Ria bertanya dalam hati. Ia tidak bisa mengeluarkan satu suarapun. 

"Bisa," jawab mereka dengan senyum maklum. 

"Kami sudah baik-baik saja di sini, Nona. Pulanglah, Papah Nona sedang sangat bersedih," ujar Anton memberitahu entah sebuah fakta atau dusta. 

Tapi Ria mempercayai itu sebagai dusta. "Bohong! Papah gak mungkin bersedih hanya karena aku. Dia lebih mementingkan perusahaannya dibandingkan aku," teriak Ria kesal. 

"Kami bisa tenang di sini karena Nona dikelilingi oleh orang yang sayang dengan Nona. Lihat, pengawal baru Nona bahkan jauh lebih melindungi Nona dibandingkan kita dulu." Tunjuk Anton pada langit yang tidak terdapat apapun. 

"Sudah ya, Nona. Lepaskan dendam tersebut. Sudah saatnya Nona bangkit dari duka. Berterima kasihlah pada Tuhan yang sudah mengizinkan kita berjumpa, meskipun dalam keadaan Nona antara hidup dan mati. Kami dapat lebih tenang jika Nona melepas dengan ikhlas." Sosok mereka perlahan pergi menjauh, meninggalkan Ria seorang diri di padang rumput yang luas ini. 

Crazy WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang