62: Pindah

256 29 3
                                    

Suara langkah kaki terdengar dengan jelas dari dalam kamar inap Ria. Suara tersebut membuat Ria menyiapkan telinganya untuk mendengarkan omelan dari orang tersebut. 

Knop pintu dibuka dan sosok Nia bersama suster memasuki kamarnya. Tatapan mata tajam dan aura permusuhan sudah terpancar jelas dari raut Nia. 

Nia mengangkat lengan kiri Ria yang terluka dan memperhatikan dengan seksama. "Bersihkan, Sus!" Suster mengambil alih lengan Ria dan mulai membersihkan sesuai arahan Nia. 

Memasukkan kedua tangannya ke kantong snelli dan memberikan tatapan penghakiman. "Kan udah gue bilang. Dapat luka baru, kan? Untung cuman luka kecil. Kalau sampai collapse seperti kemarin lagi gimana, Ri?" 

Ria hanya berani memandang ke arah lantai. Ia tahu ia salah, tidak mengikuti perkataan Nia selaku dokter yang ditunjuk oleh Wira untuk merawatnya.

"Lo gak kapok bolak-balik rumah sakit karena terluka?" tanya Nia dengan berusaha menekan emosinya. 

"Gak."

"Tahu gak kenapa gue larang keluar dari sini? Karena lo belum stabil! Masih gak berfungsi otaknya untuk menjauhi sumber bahaya yang bisa menyebabkan luka!" sentak Nia karena kesabarannya menghadapi Ria benar-benar diuji. 

"Gue bosan, Nia! Siapa juga bisa gila kalau cuman dikurung di sini doang!" balas Ria tak kalah keras. 

"Bosan, bosan, bosan. Semua juga bosan, Ri. Lo gak kasihan dengan keluarga lo yang harus melihat lo bolak-balik ke RS?" 

"Gak. Mereka senang malah gak harus ngurusin gue. Kan udah diamanatkan ke lo semua tanggung jawab yang seharusnya mereka emban." Ria tersenyum miring mengingat keluarganya yang masih belum berubah juga.

Ria pikir kepulangan papahnya kala itu memang sudah merubah sosok Antara menjadi keluarga yang lebih peduli. Menemani Ria ketika Ria tersadar misalnya. Tapi itu semua hanya angan-angan saja. Kakeknya pun tidak juga ikut mengurus dan menemaninya. "Udahlah, emosi gue ngomongin mereka," ungkap Ria dalam hati. 

"Paling tidak sayangi diri lo sendiri, Ri. Lo gak kasihan apa melihat diri lo terluka seperti ini?" Nia mulai memelankan nada bicaranya. 

"Nggak. Gue udah lama mati!"

Nia menghembuskan napasnya dengan keras. Perempuan di hadapannya ini memang keras kepala sekali. "Gak sakit mendapatkan luka seperti ini?" tanya Nia sambil menekan luka di lengan Ria yang sudah diperban oleh suster. 

Ria hanya memandang datar tindakan tersebut dan berujar, "Jauh di dalam sini lebih sakit." 

****

"Nona, sebentar lagi boarding," ujar Fikri mengingatkan Ria yang tampak sedang melamun. 

Ria bangkit dari kursi ruang tunggu first class yang sangat private. Ia akan menuju New York mengikuti perintah papahnya yang tidak bisa dibantah. Ria akan tinggal bersama Antara di sana karena masih banyak urusan yang belum diselesaikan. 

Antara sudah berangkat dua hari yang lalu karena Ria yang belum mendapat izin dari Nia untuk bisa terbang. Antara patuh saja dengan perkataan Nia, padahal Ria sudah memaksakan untuk bisa terbang bersama Antara. 

Jadilah sekarang ia baru berangkat dari Jakarta dan akan transit di Dubai dengan estimasi perjalanan selama 26 jam. Ria hanya memesankan kelas yang sama untuk Fikri, sementara pengawalnya yang lain berjumlah tiga orang berada di kelas bisnis. 

Ria tidak membawa semua pengawal yang menjaganya selama ini di Jakarta. Antara melarangnya dan hanya mengizinkan membawa maksimal lima. Ria benar-benar menjadi anak yang patuh kali ini. 

Crazy WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang