“Hallo. Dengan siapa di sana?” tanya orang tersebut dan tidak mendapat jawaban.
“Hallo? Kalau tidak mau bicara, akan saya matikan! Saya tidak punya waktu untuk meladeni orang tidak jelas seperti anda,” kata orang tersebut dengan kekesalan yang tergambar jelas.
“Sudah lupa dengan nomor saya? Atau sengaja tidak menyimpannya?”
“Siapa, ya?” tanya orang tersebut memastikan.
“Oh, atau Nona Ana sudah berganti orang menjadi Nona Felis?”
“Kembalikan uang yang dikeluarkan tanpa persetujuan dari saya!” titah Ria pada orang tersebut.
“Mana mungkin? Uang tersebut sudah digunakan untuk operasional perusahaan dan sudah tidak ada uang dalam bentuk fisik,” tolak orang tersebut yang sudah Ria duga jawabannya.
“Siapa yang suruh untuk mengajukan proposal ketika saya sedang off?” tanya Ria dengan keras.
Ketika dirinya tidak sempat untuk mengurusi perusahaan kecil miliknya, maka Ria menyampaikan pada seluruh mitranya untuk tidak mengajukan proposal dan melakukan transaksi selama masa tersebut. Ria tidak pernah lalai dalam memberi informasi pada mereka semua. Ia ingat bahwa sudah menyampaikan pada mereka semua bahwa ia akan off dalam jangka waktu cukup lama.
“Kalau tidak mau mengembalikannya, akan saya bawa ke jalur hukum. Tentu saja sebelumnya akan ada konsekuensi dari saya sendiri. Selamat menikmati uang panas tersebut.” Ria mematikan sambungan telepon dan menghela nafas keras.
Hampir semuanya yang mendapat uang dalam enam bulan terakhir tidak bersedia mengembalikannya. Padahal Ria bukan ingin uangnya, tapi ingin kejujuran dan tertib administrasi sesuai dengan sistem yang sudah disepakati. Nominal yang mereka dapatkan tidak sebanding dengan kekecewaan yang Ria peroleh.
Bahkan Ria bisa memberikan uang tersebut dalam jumlah berlipat-lipat kali lebih besar. Ria tidak suka dicurangi seperti ini. Siapapun juga tidak akan suka.
Waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Namun Ria masih bertahan di ruang kerjanya. Ruang kerja di apartemen baru. Ia sudah resmi keluar dari rumah Antara terhitung mulai hari ini.
Bahkan panggilan dari keluarganya ia alihkan semua. Ria tidak ingin mendengar segala pertanyaan dan bujukan dari mereka untuk tetap berada di rumah tersebut. Ia juga mulai sibuk kerja untuk membenahi kekacauan yang terjadi di perusahaan kecilnya.
Perusahaan? Entah Ria namai apa pekerjaan sampingan tersebut. Tidak bisa dibilang perusahaan karena yang mengurus hanya tiga orang. Tidak seperti kakeknya yang memiliki staf sendiri yang berjumlah puluhan dalam mengelola harta kekayaannya.
Ria hanya bergantung pada tiga orang tersebut yang sudah dipercayainya dalam waktu lama. Ria sesekali masih mengecek laporan keuangan terkait aset dan saham yang dimilikinya. Namun ia tidak bisa terlalu fokus jika pekerjaan utamanya sebagai karyawan sedang sangat hectic.
Ria mempercayakan semua urusan seperti perjanjian kerjasama, pencairan dana, dan beberapa investasi bisnis lainnya pada ketiga orang tersebut. Ria sudah dikenal oleh para pengusaha dalam skala kecil hingga besar sebagai investor dermawan. Siapapun yang mengajukan kerjasama pada Ria, selagi orang tersebut memiliki tekad dan semangat yang kuat, maka Ria tidak segan-segan memberinya suntikan dana untuk mengembangkan bisnis tersebut.
Padahal Ria memiliki lembaga sosial sendiri bahkan anggarannya sengaja dipisahkan dari kegiatannya berinvestasi di perusahaan. Tapi ia cenderung menerapkan seperti badan amal maupun bank syariah yang memberi para pengusaha tersebut dana untuk keperluan bisnis mereka.
Tentu saja dengan nota kesepahaman dan perjanjian hitam di atas putih yang sah di mata hukum. Meskipun Ria terkenal royal dan dermawan, ia juga tidak secara cuma-cuma memberikan uangnya pada pengusaha tersebut. Bisa-bisa kena omel Antara dan Wira karena telah menghambur-hamburkan uang tanpa mendapatkannya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Woman
ChickLitRia Ananta. Ananta itu kepanjangan dari Anaknya Antara, papahnya Ria. Ia sengaja diberi nama itu untuk menutupi identitas aslinya yang merupakan anak seorang konglomerat kaya raya tujuh turunan. Padahal sudah terlihat jelas dari pembawaannya bak pu...