64: Sensitif

248 27 1
                                    

“Ria kemana, ya?” tanya Tian dengan cemas. Sudah lebih dari 24 jam dan ponsel Ria belum juga aktif. Seharusnya ia sudah tiba siang tadi. Hingga malam hari belum juga ada kabar. 

“Kenapa? Hilang lagi si Ria?” tanya Julio dengan sinis. Ia sering melihat kondisi Tian ketika kehilangan kabar dari Ria, chaos

“Sinis banget, sih.” 

Julio mengedikkan bahunya dan pergi menjauh dari Tian. Daripada mereka terlibat pertengkaran yang sebenarnya tidak perlu terjadi. 

“Dia ada masalah apa, sih? Keknya gak senang banget kalau gue mikirin Ria,” ujar Tian dengan bersungut-sungut. Ia sudah memperhatikan semenjak kedatangan Ria di sekitar GMC. Memang respon Julio dan Samuel tidak ramah. Mereka seolah menjaga jarak jika GMC lainnya sedang berkumpul dengan Ria. 

“Dia lagi capek aja kali, Yan.” Jawaban Septa tidak membuatnya puas. Ia bangkit dari sofa berniat menanyakan hal yang mengganjal di antara mereka. 

Niatnya tersebut tertahan karena tangannya ditarik kembali oleh Septa. “Jangan sekarang. Kalian lagi capek dan sensitif semua.” Septa mencegah terjadinya perdebatan yang sengit karena memaksakan berbicara ketika lelah. 

Mereka baru saja selesai latihan untuk terakhir kalinya sebelum keberangkatan mereka ke LA. GMC akan menghadiri beberapa acara penghargaan yang diadakan di Amerika sana. Seperti American Music Award dan Grammy Award yang memang ajang penghargaan cukup prestisius untuk para musisi. 

Prestisius di sini sebenarnya subjektif. Tidak semua penyanyi mengagungkan penghargaan tersebut. Yang penting mereka terus berkarya dan tidak begitu mempedulikan penghargaan tersebut. 

Lain halnya dengan GMC yang memang masih mengejar beberapa ajang penghargaan yang belum pernah mereka dapatkan. Misalnya Grammy Awards. Mereka sudah masuk nominasi dari tahun lalu tapi belum berhasil memenangkan penghargaan tersebut. Ibaratnya tujuan mereka saat ini dapat memegang piala dari Grammy. 

“Jadi nonton konser di sana?” tanya Septa untuk mengalihkan perhatian Tian yang sedang berkecamuk. 

“Jadi.”

“Siapa aja yang pergi?”

“Aku, Jimmy, Elang, Bang Julio,” jawab Tian dan ia baru teringat akan pergi ke konser bersama Julio. Padahal ia berniat mengajak Ria untuk ikut, mengingat Julio yang seolah tidak mau menghirup oksigen yang sama dengan Ria, maka Tian membatalkan niat tersebut. 

“Jangan berpikiran yang jelek-jelek sama saudara sendiri. Kelihatannya saja dia gak welcome ke Ria, tapi siapa yang tahu sebenarnya ada alasan di balik semua itu,” ujar Septa dan menepuk punggung Tian untuk meredakan sedikit pemikiran negatif yang pasti sedang melingkupinya. 

Tian merebahkan kepalanya di atas pangkuan Septa dan melihat ke arah langit-langit. Septa menerimanya dengan senang hati dan mengelus kepala Tian dengan penuh kelembutan. “Bang Jul tuh kaca transparan tahu gak. Apapun yang dia rasakan pasti tergambar dengan jelas di raut wajahnya. Dan hal itu terjadi ketika aku membicarakan Ria maupun ketika Ria hadir di tengah kita,” ungkap Tian mengingat beberapa momen Julio yang kedapatan sedang menunjukkan rasa tidak suka dan tidak nyaman. 

“Kalau Julio memang tidak suka dengan hubungan kalian, gimana? Apakah itu akan mempengaruhi kamu?” tanya Septa lagi. Ia ingin Tian mengeluarkan perasaan yang mengganggunya. 

“Gak tahu. Aku gak mau memisahkan antara GMC dan Ria karena kalian orang yang sama pentingnya untukku.” 

“Mungkin mereka punya kisah yang tidak menyenangkan yang tidak kita ketahui. Kalau dari kepribadian, kurasa gak ada yang begitu bermasalah dari Ria. Lebih ke arogansinya yang sangat terasa. Mungkin karena dia Nona Besar kali, ya,” ungkap Septa mencoba memberikan opsi alasan yang logis terkait respon Julio dan Samuel. 

Crazy WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang