80: Ananta

230 25 1
                                    

"Ria!" Semua orang terkejut melihat tindakan Ria yang langsung melemparkan pecahan gelas ke arah Reno dan tepat mengenai lengannya.

Reno merintih ketika merasakan pecahan tersebut menembus kulitnya dan menancap keras di jaringan ototnya. "Gila, lo!" teriak Reno pada Ria yang tengah dipegangi oleh Randy. 

"Emang! Baru tau lo?" jawab Ria tanpa beban. 

"Ria, cukup! Jangan lagi. Kamu mau bunuh Abang sendiri?" tanya Wira dengan tegas meminta Ria untuk berhenti. 

"Kenapa? Dia aja nyuruh aku mati terus, kok. Sekalian aja dia yang aku matiin." Reno dan Reynal membelalakan mata mendengar perkataan Ria tersebut. 

"Sekarang kalian paham kenapa saya pisahkan kalian berdua?" tanya Wira yang membawa topik baru. 

"Lihatlah! Kalian tidak seperti anak konglomerat lain yang sibuk rebutan harta dan kekuasaan. Kalian malah meributkan luka masa lalu yang tidak akan pernah sembuh jika tidak saling menyembuhkan." 

"Kamu lihat, Rey! Pernah melihat mereka mempermasalahkan jabatan di pusat? Atau meributkan proporsi kepemilikan saham? Pernah?" Wira beralih pada si bungsu yang tengah mengobati luka pada lengan atas Reno. 

"Tidak, Kek." 

"Beruntung dong Kek, tidak harus melihat pertumpahan darah akibat memperebutkan harta," timpal Randy yang sedari tadi diam. Ia juga baru kepikiran sekarang bahwa Ananta tidak pernah mempermasalahkan harta. 

Reynal tiba-tiba mengedikkan bahu tatkala membayangkan jika hal tersebut terjadi pada Ananta. "Nggak ributin harta aja serem begini, gimana kalau harta yang jadi permasalahan?" Reynal menyuarakan isi kepalanya. 

"Pasti udah ada yang meninggal dari lama. Mungkin tinggal kita berdua doang Rey, anaknya Papah," timpal Randy dengan nada jenaka. 

Ria mulai berontak ketika tangan Randy semakin kencang mendekapnya di dada. "Lepas!" 

"Nggak. Nanti kamu nyerang Reno lagi." Randy menolak permintaan Ria mengingat pecahan gelas di atas meja belum dibersihkan. 

"Enggak. Aku mau ke kamar. Capek." Ria meyakinkan Randy bahwa ia tidak akan menyerang Reno lagi. 

Randy mempercayai perkataan tersebut dan melepas dekapannya dari Ria. Tapi tangannya berpindah menggenggam tangan Ria. 

"Ke psikiater, gih! Jangan pakai jasa psikiater kalo rehab doang. Padahal penyakit lo mesti disembuhkan," kata Ria pada Reno yang tidak banyak bereaksi. Ria sedang mendominasi saat ini. 

"Gue nggak gila!" tolak Reno begitu saja. 

"Lo gila! Narkoba, narkoba dan narkoba terus! Delusi lo urusin noh. Kasihan sama Bapak lo yang udah tua masih harus banting tulang ngurusin anak gak becus kek lo!" kata Ria penuh penekanan. 

Ria bangkit dari duduknya dan melepas genggaman tangan Randy. Menatap Reno dengan nyalang dan berkata, "Gue gak akan tinggal diam ketika lo mengusik orang-orang di sekitar gue, Reno. Gue bisa habisin lo dengan kedua tangan gue sendiri, asal lo tahu!" 

****

"Siapa yang mau ikut ke Vegas?" tanya Wira di pagi hari yang cerah memecah kesunyian rumah ini. 

"Kakek mau kunjungan atau berbisnis?" Randy penasaran dengan Wira yang tiba-tiba ingin berkunjung ke sana. 

"Dua-duanya, dong," timpal Wira semangat. Randy hanya menggelengkan kepala melihat antusiasme sang kakek. 

"Ikut sana, Rey! Kamu kan dibawa ke sini dengan alasan mau liburan. Maka ikutin terus Kakek dan lihat betapa indahnya dunia Kakek," ungkap Randy dan terkekeh di akhir. Ia sudah bosan berurusan dengan dunia Wira yang tidak akan ada habisnya. Selalu menemukan hal baru yang tidak pernah disangka akan berada di dunia Wira. 

Crazy WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang