Beberapa tahun silam.
"Reno, kamu habis dari mana?" tanya Lidya begitu mendapati anaknya baru pulang ke rumah setelah tiga hari tak ada kabar.
"Main," jawab Reno tanpa menolehkan wajah.
"Kenapa nggak kabarin Ibu? Ibu khawatir, Nak."
"Berisik, ah! Urusin aja anak yang lain." Reno membanting pintu kamar tanpa mempedulikan keberadaan Lidya.
Ibu dan anak tersebut kerap kali terlibat percekcokan. Reno yang sulit sekali diatur dan menuruti perkataannya, membuat Lidya stres bukan main. Terlebih hal tersebut terjadi semenjak Lidya hamil anak keempat. Reno menjadi semakin menjauh dan di luar jangkauannya.
Semakin hari Lidya dibuat pusing dengan kelakuan Reno di luar sana yang harus berurusan dengan polisi. Berulang kali Lidya mendatangi kantor polisi untuk menebus sang anak dan tak sedikit juga uang yang dikeluarkannya.
Reno selalu berurusan dengan aparat tersebut karena tindak kriminal yang dilakukan. Sering kali Lidya merasa ingin menyerah menghadapi sang anak, tapi lagi-lagi ia teringat bahwa Reno adalah putra tersayangnya yang didapatkan dengan perjuangan luar biasa. Ia tidak bisa memarahi Reno karena komitmennya di awal sebelum punya anak dengan Antara, bahwa tidak akan ada kekerasan jika mereka berhasil memiliki buah hati.
Karena komitmen tersebut, Lidya seolah tak punya kekuatan untuk menjaga Reno. Ia tidak menyangka jika sang anak akan berkelakuan di luar norma. Berulang kali Antara mengingatkan Lidya untuk bersikap tegas terhadap Reno, tapi tidak bisa.
Randy yang dasarnya pendiam memilih tidak ikut campur dengan permasalahan kedua orang tuanya. Ia lebih memilih mengikuti semua aturan yang sudah Lidya buat dan bertingkah layaknya anak manis daripada harus menerima kemurkaan sang ibu.
Randy cenderung menghindar dari masalah dan hal-hal yang tidak sesuai. Ia suka hidup di zona nyaman yang stabil. Ia tidak bisa berbuat banyak ketika sang ibu melampiaskan kemarahannya pada sang adik perempuannya yang hadir setelah ia tujuh tahun menjadi anak bungsu.
Lidya suka mengomel pada para pekerja di rumah jika suatu hal tidak berjalan sesuai kehendaknya. Randy tahu akan hal itu. Tapi ia tidak menyangka jika kemarahan Lidya akan dilampiaskan kepada adiknya. Kemarahan akan kelakuan Reno yang membuat siapa saja rasanya ingin menyerah mengurusnya. Kemarahan atas hubungan ibu dengan papah, dan kemarahannya atas dunia yang menurut Lidya sangat kejam.
Setiap kali Reno membuat masalah dan mengharuskan Lidya untuk turun tangan menyelesaikannya langsung, maka setelahnya Lidya akan memarahi setiap orang yang berada di sekitarnya. Dan sang adik lah yang selalu berada di sekitar ibu.
Reno tidak tahu akan hal tersebut. Yang ia ketahui bahwa sang ibu berpaling darinya dan lebih memilih mengurus Ria yang tidak bermasalah sedikitpun. Kecemburuan pun muncul dan perlahan membangun perasaan benci yang mendarah daging pada Ria.
Reno benci Lidya yang tidak memandangnya penuh kelembutan seperti sebelumnya. Reno benci Lidya yang memperhatikan Ria dengan seksama. Reno benci siapapun yang lebih memperhatikan Ria dan menganggapnya tak ada!
Sampai hari kematian Lidya pun, Reno masih memendam perasaan benci dan marahnya terhadap sang ibu. Pengaruh alkohol dan narkoba membuat pola pikirnya benar-benar terganggu. Ia tidak bisa membedakan mana kenyataan dan bukan. Seharusnya sudah mendapat perawatan dari psikiater karena Reno benar-benar mengalami delusi. Tapi pada masa itu berobat ke dokter jiwa masih tabu.
Reno berkali-kali meyakini apa yang ada di benaknya adalah fakta sesungguhnya. Bahwa sang ibu ingin mengusirnya dari rumah. Ibu yang selalu memaki dan mencibir setiap hal yang dilakukannya. Ibu yang berulang kali mengatakan akan membunuhnya. Iya, hal seperti itu yang dipercayainya. Padahal tidak demikian. Lidya tidak pernah melakukan hal tersebut. Tapi Reno mempercayai bahwa Lidya melakukannya. Delusional disorder.
Gangguan mental yang diderita Reno dibawanya hingga hari kematian Lidya. Ia sangat membenci Lidya. Dan kebetulannya, sang adik tumbuh menjadi sosok yang sangat mirip dengan sang ibu. Mulai dari perawakan hingga sikap seolah menyatakan bahwa terdapat Lidya di dalam diri Ria. Maka ia melampiaskan kemarahannya selama puluhan tahun pada sosok Ria yang tidak bersalah.
Semenjak kematian sang ibu, setiap kali Reno berpapasan dengan Ria, maka ia gunakan kesempatan tersebut untuk memaki Ria. "Ngapain lo di sini? Ganggu pemandangan aja." Begitu katanya. Padahal mereka baru bertemu hari itu, ada saja yang salah di mata Reno.
"Kenapa sih lo harus mirip dengan dia? Gue benci tahu gak!" hardik Reno tanpa pikir panjang.
Pernah ada satu momen ketika Ria tengah kesakitan di rumah sebesar itu tapi tak ada seorang pun yang menyadarinya. Semenjak kematian Lidya, seolah Ria diasingkan dari seluruh penghuni rumah. Tatapan penuh penghakiman ditujukan padanya. Ria kecil yang tidak nyaman berada di bawah tatapan tersebut, memilih untuk mengurung dirinya di kamar.
Kamar Ria yang bersebelahan dengan kamar Reno, dapat terdengar ketika si penghuni kamar membuka dan menutup pintu. Saat itu Ria sudah sangat kesakitan. Sepertinya ada masalah di pencernaannya yang tidak terisi makanan selama beberapa hari. Ria berniat untuk menghampiri kamar Reno dan meminta pertolongan pada lelaki tersebut.
Keluar kamar dalam keadaan perut melilit seperti diremas kencang, Ria mengetuk pintu kamar lelaki tersebut. Ria tahu Reno berada di dalam karena ia mendengar Reno yang baru tiba di kamarnya. Berulang kali mengetuk pintu di hadapannya dengan harapan sakitnya segera tertangani.
"Bang, tolong Dedek," ujar Ria dengan lirih.
"Bang," panggil Ria sekali lagi sambil terus mengetuk pintu tersebut. Tapi tak kunjung mendapat jawaban.
Ketika pintu terbuka, Ria yang tengah bersandar di pintu tersebut, jatuh tepat di hadapan kaki Reno. Lelaki tersebut tampak tak terkejut, seolah sengaja melakukannya.
"Ngapain lo di sini?" tanya Reno dengan keras. Kemarahannya langsung muncul ketika melihat sosok Ria di hadapannya.
"Sakit," ungkap Ria dengan lirih dan semakin meringkuk di hadapan Reno.
Reno sempat tertegun melihat sang adik kesakitan dan merintih seperti itu. Ketika tangannya memegang lengan atas Ria dan berniat untuk menolongnya, tiba-tiba kilas memori yang seolah menyadarkannya tentang perbuatan Ria selama ini. Reno langsung mendorong Ria keluar dari kamarnya dengan kedua tangannya sendiri.
"Pergi! Lo minta tolong sama Ibu atau Papah sana! Gue nggak sudi punya adik seperti lo," kata Reno dengan sinis. Ia mengungkapkan hal tersebut seolah dari hati yang paling dalam. Tanpa menunggu respon Ria, ia langsung menutup pintu dengan kencang dan menimbulkan suara yang menggema hingga penjuru lantai dua.
Ria kecil tidak punya tenaga. Hanya Reno seorang harapannya yang dapat menyelamatkannya dan membawa keluar dari kesakitan tersebut. Tapi yang didapat justru perlakuan kasar dan diusir dari kamarnya. Tangis Ria pecah begitu menyadari dirinya dibuang layaknya seonggok sampah.
Ria tidak tahu kesalahannya yang membuat Reno semarah dan sebenci itu terhadap dirinya. Ria selalu dihardik dan diusir seperti itu dari hadapan Reno. Padahal hanya Reno yang mau berbicara dengannya meskipun hanya kalimat caci maki yang keluar dari mulutnya.
Ria kecil tidak tahu yang tengah terjadi dengan orang di sekitarnya. Mengapa Reno berbuat sekasar itu? Mengapa Randy bersikap dingin dan tidak mau berbicara dengannya? Mengapa Reynal ikut memusuhinya juga? Mengapa Antara tidak ada di sisinya ketika semuanya memilih untuk menjauh? Mengapa, Tuhan?
###################
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Woman
ChickLitRia Ananta. Ananta itu kepanjangan dari Anaknya Antara, papahnya Ria. Ia sengaja diberi nama itu untuk menutupi identitas aslinya yang merupakan anak seorang konglomerat kaya raya tujuh turunan. Padahal sudah terlihat jelas dari pembawaannya bak pu...