115: Berakhir

338 33 4
                                    

"Firasatku berkata tuk jauh darimu, lalu kutemui kamu. Tak ku sangka kamu ada di depanku, bermain cinta." Penggalan lirik lagu dari Geisha membawa Ria tiba di ruang sidang yang akan membacakan putusan terkait kasus penganiayaan dirinya tempo lalu.

Ruang sidang terasa ramai karena banyak orang yang menyaksikan mengingat Lita salah satu artis tanah air yang sedang naik daun. Kasihan jika dilihat, baru merintis karir dan mulai merasakan ketenarannya, tapi semuanya harus hilang dalam sekejap mata akibat emosi semata.

Berbagai pemberitaan di luar sana semakin menggila terkait kasus yang menimpa Ria, Lita dan sepupunya Tian. Nama Tian juga ikut terseret dalam kasus tersebut, apalagi kalau bukan untuk menaikkan engagement pemilik portal berita online. Ria tidak ingin hal ini merembet pada kehidupan orang lain sebenarnya, namun media dengan segala kontennya.

Nama Ria juga tak luput dari pemberitaan terlebih setelah pengakuan langsung dari papahnya yang mengatakan bahwa dirinya merupakan putri kandungnya dan akan menghukum pelaku dengan hukuman yang setimpal. Setimpal versi papahnya dengan kakeknya tentu saja berbeda. Ria tidak bisa berbuat banyak mengingat kemarahan dua orang tua tersebut yang tidak dapat dibujuk.

Selesai putusan dibacakan oleh hakim, satu per satu orang di ruang sidang meninggalkan ruangan. Ria yang hari ini ditemani oleh Fikri dan Randy, menunggu dengan tenang di kursi paling belakang agar tidak menarik perhatian. Ria mengedarkan pandangan ke seluruh ruang dan mendapati seorang lelaki yang sangat dikenalinya sedang berbincang dengan tersangka.

Dadanya penuh sesak melihat pemandangan tersebut. Bukan hal ini yang ingin dilihatnya. Ria menatap dengan pandangan menusuk keduanya, berharap tatapan bisa menyakiti seseorang. Menarik dan menghembuskan nafas guna menenangkan emosinya yang meningkat.

Ria tak tahan! Persetan dengan wartawan! Ia akan menuntaskan. Ria berdiri dan berjalan sembrono menghampiri keduanya di depan sana. "Tahan, tahan. Tidak boleh ada kekerasan," kata hatinya mengingatkan untuk bertindak elegan.

"Jadi, ini jawaban kamu, Yan?" tanya Ria langsung.

Tian tidak terkejut, seolah sudah tahu bahwa Ria akan datang dan menanyakannya hari ini. Lita yang terperanjat dan setengah takut melihat Ria. Ia merasakan sendiri betapa menyeramkannya keluarga Ria melihat dirinya mendapat hukuman yang cukup lama terkait kasus tersebut. Belum lagi papahnya yang juga harus mendekam di penjara akibat bermain dengan uang Ria.

"Seperti yang kamu lihat," jawabnya begitu mudah.

Air mata tak mampu terbendung lagi. Ria menangis tanpa suara di hadapan dua orang tersebut beserta polisi yang menjaga Lita. "Kamu beneran mau kita udahan?" tanya Ria dengan suara seraknya akibat menahan tangis yang meraung.

"Aku rasa ini yang terbaik untuk kita. Aku nggak bisa untuk lanjut."

Tangis Ria makin deras dan masih tanpa suara. Ia merasa seseorang berdiri di belakangnya, menahan tubuhnya agar tidak tumbang. Ria berusaha tersenyum di tengah tangisnya yang menyakitkan. "Can I hug you for the last time?"

Tian mengangguk pelan. Ria langsung menjatuhkan tubuhnya dalam dekapan lelaki yang selama tujuh tahun terakhir mengisi harinya. Lelaki yang menjadi alasannya untuk berdiri tegar menghadapi semua tekanan dari berbagai sisi yang menentang hubungan keduanya. Lelaki yang selalu terlupakan olehnya tatkala dirinya relaps. Lelaki yang entah seberapa tersakiti akibat fakta-fakta yang baru diketahuinya belakangan ini.

Ria ingin egois untuk sekali saja. Menahan lelaki tersebut untuk tetap di sisinya. Namun ia kembali tertampar oleh keadaan bahwa segalanya telah berubah. Tian tidak bisa menerima ia di sisinya lagi dan Ria harus menghormati itu.

Dengan mata yang masih meneteskan air, Ria melepas pelukan tersebut dengan berat. "Maaf untuk segalanya. Aku nggak bisa mengubah semua dukamu menjadi suka."

Crazy WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang