89: Marah

207 29 4
                                    

Tiga hari berlalu semenjak terakhir mereka makan malam di sate Kim Tek Palmerah. Tian mengikuti perkataan Ria untuk tidak bertemu dengannya dalam beberapa hari ke depan. Masing-masing sudah kembali pada kesibukannya. 

Trending topic masih dipenuhi oleh Tian dan GMC serta Monokrom yang tak kunjung melakukan klarifikasi. Tian sendiri memilih bungkam dan tidak mau memusingkan berita di luar sana. Ia juga tidak berniat meluruskan maupun menyangkal berita tersebut. 

GMC yang sudah tahu keinginan Tian memilih menghormatinya. Mereka tahu rasanya hidup bertahun-tahun terkekang oleh peraturan tak kasat mata di dunia hiburan, bahwa seorang anggota boys group tidak boleh memiliki kekasih. 

GMC dan Tian sudah berdamai dan saling mengungkapkan perasaan terpendam selama beberapa waktu terakhir. Mereka kembali bekerja untuk sebuah brand dan tapping untuk acara mereka yang lain. 

Beralih pada kesibukan Ria, perempuan tersebut sudah menjalani harinya dengan tenang tanpa gangguan dari Annet. Tidak sepenuhnya tenang karena ia diberikan setumpuk pekerjaan dari Mita akibat ulah si Annet. Entah bagaimana ceritanya, wanita tersebut bisa berleha-leha di tengah kesibukan seluruh penghuni ruangan OPR internal. 

Bulan-bulan ini ternyata sedang pengajuan RAB dari tiap departemen di Pusat. Waktunya overtime untuk OPR menghitung dan menganalisis biaya operasional internal. Ria bahkan mulai merasakan punggungnya sakit-sakit akibat terlalu lama duduk. 

"Kerjaan gue udah selesai belom?" tanya Annet setelah dirinya selesai melakukan panggilan video dengan pacarnya. 

Ria tidak menanggapi pertanyaan tersebut. Ia tetap fokus mengerjakan analisis dari departemen keuangan di hadapannya. 

"Heh! Lo dengar nggak?"

"Nggak." 

"Mana kerjaan gue? Udah dimintain Bu Mita, nih. Harus setor siang ini juga," katanya seolah pekerjaan tersebut memang harus dikerjakan oleh Ria. 

Ria bergeming. Jarinya tetap bergerak dengan pandangan lurus ke arah komputer. 

Geram dengan respon Ria yang hanya diam saja, Annet menekan tombol power pada komputer Ria dan langsung mendapat tarikan pada rambutnya yang sengaja di curly

"Lo didiemin malah ngelunjak, ya!" sentak Ria dan makin menarik rambut tersebut. 

Annet memukul tangan Ria yang bertengger di rambutnya. "Lepas, setan! Rambut gue rusak nanti!" 

"Ria, stop, Ri. Jangan berantem, haduh." Zetta dengan panik berusaha memisahkan keduanya. Ia tidak ingin divisi mereka sampai disidang oleh HR karena membuat keributan di tengah jam kerja. 

Ria yang seolah kesurupan, tak menanggapinya. Fokusnya saat ini adalah bagaimana membuat wanita di hadapannya berhenti dan minta ampun. 

"Lepas! Gue bilangin bokap gue nanti!" ancam Annet dan semakin membuat Ria naik pitam. 

"Bilangin! Nggak takut gue sama si Bondan!" tantang Ria dan berniat mengambil gunting dari atas mejanya. 

"No, no, Ria. Jangan membuat keadaan makin suram." Zetta dengan cepat mengambil alih gunting tersebut. 

Annet berhasil melepas tarikan di rambutnya akibat Ria yang lengah. Tanpa pikir panjang, ia menampar Ria sebagai pembalasan akibat perlakuan gadis tersebut. 

Telinga Ria sampai berdengung akibat tamparan penuh emosi tersebut. "Wah, kalo gue laporin Kakek gue, abis nih orang tujuh turunan," gumam Ria ketika panas di pipinya tak kunjung hilang. 

Masih dikuasai amarah, Ria mengambil setumpuk RAB setinggi 10 cm yang menjadi pekerjaan Annet, dan melemparkannya ke tubuh wanita tersebut. "Gue bukan babu lo! Kalo udah nggak niat kerja, cabut dari sini! Bukannya nyuruh orang lain dan menekan orang tersebut agar mau mengerjakan tugas lo!" kata Ria dengan suaranya yang meninggi. 

Crazy WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang