51: Kepergiannya

335 34 3
                                    

Tian terdiam membisu di kursi depan ruang rawat inap Ria. Ia masih terkejut dan berusaha mencerna terkait kejadian hari ini yang dialaminya. Seumur hidupnya ia tidak pernah melihat nyawa seseorang hilang begitu saja di depan matanya.

Napas Tian menjadi berat tatkala teringat bahwa Ria menghilangkan nyawa seseorang dengan kedua tangannya sendiri. Bagaimana ia bisa dengan mudah dan tanpa rasa bersalah melakukan hal itu?

Setelah insiden tersebut, Ria kehilangan kesadaran dan segera dibawa kembali ke rumah sakit. Kejadian di hadapannya nyata, melihat Anton dan seorang pengawal wanita berpulang ke pangkuan Tuhan. Anton disemayamkan di TPU terdekat dari rumah sakit ini. Tian ikut serta dalam prosesi pemakaman Anton secara islam.

Tian hadir sebagai perwakilan dari Ria dan keluarganya untuk menyampaikan bela sungkawa terhadap kerabat Anton. Fakta yang baru diketahuinya adalah Anton hidup sebatang kara. Ia tidak memiliki keluarga atau sudah dibuang oleh keluarganya Tian tidak tahu. Yang pasti, pengawal pribadi yang setia di samping Ria dapat dipastikan hidup sebatang kara.

Hal tersebut dilakukan karena mereka harus siap siaga selama 24 jam bersama Ria. Menemani kemanapun langkah kaki Ria. Menjaga Ria bahkan dalam tidurnya. Jika mereka memiliki keluarga, mana mungkin mereka bisa tahan jauh dari keluarga selama itu.

"Dunia Nona memang seperti ini. Hal yang lumrah melihat kematian." Fikri duduk di sampingnya dan menyalakan sebatang rokok. Ia tahu Tian sangat tertekan, bohong jika dibilang Fikri juga tidak tertekan. Siapapun tidak akan biasa saja jika melihat seseorang meninggal begitu saja.

"Apakah Ria sering melakukannya?" Tian bertanya dengan hati-hati takut menyinggung Fikri.

Fikri menghembuskan asap rokoknya ke arah depan sebelum menjawab pertanyaan Tian. "Saya kurang tahu. Orang yang selalu di sisi Ria baru saja mati, jadi kamu tidak akan mendapatkan jawaban tersebut."

"Apakah reaksi Ria selalu seperti itu jika ditinggal oleh para pengawalnya?"

"Kenapa? Reaksi Nona mengusik jiwamu, ya?" Fikri bertanya dengan diiringi senyum miring.

Tian tidak menjawab dan memilih memusatkan perhatiannya ke depan. Ia sangat terusik, jelas saja. Dari awal kedatangan Ria ke Monokrom bersama Anton dan segala urusan memanggil Anton padahal ada Tian di sana, menimbulkan kecemburuan luar biasa. Dengan member GMC saja yang terang-terangan memandang Ria penuh kekaguman ia cemburu, apalagi dengan Anton yang selalu bersama Ria di setiap langkahnya.

"Jangan jadikan ini bahan pertengkaran. Dari sisi manapun posisi kamu dengan Anton gak akan bisa disandingkan. Kalau kamu membawa kecemburuan kamu di saat ini, saya yakin Nona langsung memutuskan hubungan kalian begitu saja." Fikri menginjak puntung rokoknya guna mematikan bara api tersebut.

Fikri bangkit dari kursi di samping Tian dan menepuk pundak lelaki tersebut. "Kalau kamu gak siap dengan fakta lain tentang kehidupan Nona yang akan buat terkejut, lebih baik pergi dari sekarang. Jangan sampai kamu menyakitinya dan hal itu dapat membuat Tuan marah juga."

****

"Yan, pulang," pinta Januar dengan penuh kelembutan. Ia sudah mengetahui kabar terbaru yang sedang dialami Ria dan Tian saat ini dari pengawal utusan Monokrom. GMC turut merasa kehilangan sosok yang mereka kenal meskipun tidak pernah terlibat obrolan yang panjang.

GMC ikut berempati dan terbesit sedih hati membayangkan Ria yang sangat terpukul atas kepergian Anton. Pengawal Monokrom menceritakan semua yang mereka lihat secara keseluruhan pada GMC. Bahkan mereka ikut serta meneteskan air mata tatkala Ria benar-benar terpukul kehilangan sosok Anton.

Sudah tiga hari lamanya Tian tidak pulang ke dorm maupun CP. GMC khawatir karena Tian tidak juga menghubungi mereka untuk memberikan sedikit saja kabar. Mereka hanya berkomunikasi dengan Mario yang secara rutin mengabari kondisi terbaru Tian.

Crazy WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang