23: Reynal

353 22 0
                                    

Keheningan melingkupi ruangan yang berisi dua manusia dengan perasaan yang berbeda. "Aku gapapa," ujar sang lelaki dengan malas. Ia hanya jatuh dari motor dan masih selamat. 

Ria tidak mengeluarkan satu kata pun sedari tiba di kamar sang adik. Ia masih memandang Reynal dengan perasaan berkecamuk. "Mau sampai kapan sih diem-dieman? Aku gapapa, Kak. Aku gak mati, masih hidup dan lagi diliatin terus dari tadi." Rey muak lama-lama melihat kakaknya yang hanya diam saja. 

"Ikut Kakak pulang, yuk," ujar Ria yang membuat Rey mengernyitkan dahi. Kan' mereka sudah di rumah. 

"Ke Rajawali." Rey menggelengkan kepala, ia tidak mau ke sana. Dari dulu ia memang tidak suka apartemen. Ria menghela napas, ia sudah tahu adiknya pasti akan menolak.

“Siapa tadi yang antar kamu ke RS?” tanya Ria lagi. Ia harus memastikan Rey sudah melakukan check up hingga ke dalam.

“Mas Andi.” Ria berbalik dan melangkahkan kakinya untuk menemui Andi. Sebelum dirinya sampai di depan pintu, Rey kembali bertanya, “Kakak kenapa gak jemput aku di RS?”

Ria dibuat terdiam dengan pertanyaan tersebut. Ia tidak mungkin mengatakan jika dirinya trauma dengan rumah sakit. “Aku lagi sakit juga Rey, jadi gak mau mendekati tempat yang potensi banyak penyakit.” Alibi Ria terlihat sangat meyakinkan dan membuat Rey tidak kembali bertanya. 

Andi yang jarang berinteraksi dengan Ria dibuat sedikit ketakutan. Aura Ria benar-benar tidak bagus sedari masuk ke rumah. Membuat siapa pun yang tidak mengenalnya dengan baik pasti akan sangat segan dengan sosoknya. 

“Lihat saya, Andi!” ujar Ria dengan penuh penekanan. Ia tidak suka lawan bicaranya tidak menatap dirinya. Andi melihat ke arah Ria dengan memaksakan diri. Andi sungguh ketakutan. 

Anton yang berada di sekitar sana menahan tawa ketika melihat Andi yang takut dengan nonanya. Padahal Andi bisa dibilang pengawal yang sangat berani dibandingkan Anton. 

Ria memutar bola matanya dan mengatakan, “Saya gak makan orang, Andi.” Hal tersebut tidak membuat Andi lebih rileks. “Terserah, lah.” Malas berurusan lebih lama dengan pengawal pribadi Reynal, ia membiarkan Andi ketakutan dengannya. 

“Kamu udah pemeriksaan dalam juga untuk Rey?  Rontgen dan hal lainnya,” tanya Ria langsung pada inti. 

“Sudah, Nona. Dokter bilang belum bisa dipastikan dalam waktu singkat apakah dalamnya baik-baik saja atau tidak. Katanya segera bawa ke rumah sakit kalau ada keluhan di sekitar kepala hingga muntah darah,” jawab Andi dengan tetap tidak berani menatap Ria lama. 

"Kok nunggu sampai muntah darah?" tanya Ria dengan menaikkan oktaf suaranya, membuat Andi semakin gentar. 

"Saya kurang tahu, Nona. Dokter yang bilang begitu." 

Ria memejamkan mata berusaha meredam emosinya. Dari pagi ada saja hal yang membuat emosinya tidak stabil. "Retak atau patah lengannya?" tanya Ria karena melihat Rey di gips. 

"Retak, Nona." 

Hatchii. Ria memalingkan wajahnya agar bersinnya tak makin menyebar. Ia mulai sakit kepala lagi, karena dirinya belum sembuh, masih harus istirahat. 

Anton menghampiri nonanya dan memintanya untuk kembali ke kamar. "Istirahat dulu, Nona. Sudah ketemu Rey nya, kan? Dia baik-baik saja." Ria mengikuti perkataan Anton dan berjalan menuju kamarnya yang terletak cukup jauh dari kamar Rey. Meskipun rumah ini bisa dibilang kecil jika dibandingkan mansion milik Antara, tapi untuk ukuran rumah sederhana ini sangat luas. 

Empat jam yang lalu ketika Ria meninggalkan Tian begitu saja di rooftop, ia langsung kembali menuju unitnya. Dan benar saja, terdapat panggilan tak terjawab dari grup mereka yang mengindikasikan bahwa salah seorang Ananta sedang tidak baik-baik saja. 

Crazy WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang