36: Ria is Back!

417 34 2
                                    

"Lunch?" 

"Gak bisa, aku mau ketemu client," balas Ria terhadap ajakan makan siang dari Tian melalui sambungan telepon. Panggilan berakhir begitu saja. Ia belum bertemu Tian semenjak video klarifikasi Lita beredar di malam hari ia menemuinya di restoran tersebut. 

Ria memutuskan untuk tinggal di apartemen Tian. Apartemen Central Park dengan fasilitas yang tak kalah mewahnya dengan Rajawali, namun tetap memiliki perbedaan. Perbedaan dari segi aksesnya yang hanya menggunakan kartu, membuat Ria harus ikut menyewa beberapa kamar yang kosong yang satu lantai dengan unit Tian. Karena para pengawalnya tidak membiarkan Ria sendirian di apartemen tersebut dengan keamanan yang tidak seketat Rajawali. Daripada mereka harus berjaga di depan pintu, lebih baik Ria menyewa beberapa unit yang satu lantai dengan unit Tian untuk para penjaganya. 

Tian tak mempermasalahkan hal tersebut, daripada apartemennya tak berfungsi tapi ia harus membayar biaya maintenance tiap bulan. Tak masalah jika Ria ingin menempati unitnya. Toh, Tian juga sering bermalam di Rajawali. Seolah mereka bertukar apartemen untuk sementara waktu. 

Ria masih belum bisa kembali ke Intrafood. Seharusnya ia sadar dari awal bahwa tidak mungkin bisa lepas semudah itu dari pusat. Betapa naifnya Ria yang berpikir bahwa tugasnya hanya menyelesaikan berkas yang menggunung. Ternyata berkas tersebut tidak ada habisnya. 

Dddrrttt. Dddrrtttt. 

"Hm," jawab Ria begitu mengangkat gagang telepon di hadapannya. Memang ia setting untuk tidak bersuara jika ia sedang berada di meja kerja. Berisik. Membuatnya terkejut jika bersuara. 

"Maksud kamu apa, mendaftarkan Wira Corp sebagai calon vendor untuk ajang olahraga tersebut?" tanya Wira yang mendekati memaki. Kakek satu ini memang tidak bisa pelan-pelan saja menanggapi hal yang tak sesuai keinginannya.

"Loh, kenapa?" balas Ria dengan pertanyaan. Ia tak paham dengan kemarahan Wira. 

"Untuk apa, Ria? Kamu mau menjatuhkan pamor perusahaan?" 

"Pamor apa sih, Kek? Aku tuh bosan ya setiap hari kerjanya ngurusin berkas-berkas doang sementara aku orang lapangan. Aku sebelumnya kerja harus mencapai target. Bikin project baru, kejar tender dan lainnya. Tiba-tiba ditarik ke pusat dan terkurung di lantai 40 ini! Apa gak gila aku lama-lama," ujar Ria dengan penuh emosi. Ia sudah muak berdiam diri selama sebulan di ruangan Antara. 

"Tapi tidak dengan project pemerintah, Ria!" balas Wira tak kalah emosi. 

"Kenapa memangnya? Kan ini ajang untuk memperkenalkan produk perusahaan pada orang asing. Nilai proyeknya juga besar kalau dibaca dari proposalnya."

"Bahkan tanpa ikut project itu produk kita sudah digunakan oleh orang luar. Exposure tidak seberapa, pembayaran pasti macet dengan berbagai alasan. Kamu mau berbisnis atau beramal? Kalau beramal jangan ke pemerintah!" tekan Wira di akhir kalimat. 

"Tapi perusahaan yang ikut perusahaan besar loh, Kek. Belinda, Wika, Rudy, wow ada Injaya juga," ucap Ria memberitahu daftar nama perusahaan yang ikut serta bersaing dalam proyek ini. 

"Itu kan anak perusahaan Wira, Ria. Masa kamu mau bersaing dengan mereka? Gak selevel, Sayang."

Ria membelalakan matanya. Mereka? Di bawah naungan Wira? Ria bergegas mengecek daftar nama anak perusahaan pada laptop di hadapannya. "Wah, iya," ujarnya begitu melihat beberapa nama perusahaan tersebut di bawah naungan Wira Corp. 

"Cari proyek yang lain saja, ya, Sayang," ujar Wira mengarahkan Ria untuk tidak ikut serta dalam tender pemerintah tersebut. 

"Tapi aku udah terlanjur daftar, sih. Jam dua nanti dimulai pertemuannya di green house. Dadah, Kakek. Kakek gak bisa menghalangi aku untuk datang ke sana." 

Crazy WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang