111. Hei Brother...

554 43 6
                                    

Happy Reading.

+

"Aliya berhentilah melakukan ini. Kau tidak lelah?" Yang oneli hanya menunjukkan wajah polosnya meski tau maksudnya. Jimin mendengus dan mengambil tas ranselnya dan hendak pergi tapi ditahan gadis ini.

"Oppaaa..."

"Hari ini saja. Aku telat"

"Ah tidak, oppa mau berkencan dengan perempuan itu" rengeknya tidak setuju. Jimin menghela nafas panjang mendengar itu. Lelah sesungguhnya dengan sikap adiknya ini tapi Jimin tidak bisa melakukan apapun.

"Ayolah hari ini saja. Temani aku ya" itu permintaan dari tadi pagi dan Jimin tidak bilang iya. Malas meladeninya.

"Tidak. Lain kali saja..."

"Ibuuu...." Dia berteriak memanggil pembela utamanya dan Jimin menyerah, tau jika hidupnya akan sesulit ini setelah diangkat jadi anak pertama Kim, Jimin tidak aja pernah mau.

Lebih baik jadi pekerja biasa dari pada jadi anak konglomerat tapi tidak bisa melakukan apapun yang dia mau. Kehidupannya terjamin tapi batinnya tersiksa karena terus menuruti keinginan bocah ini. Dia bukan bocah karena sudah berusia 23 tahun tapi terlalu dimanja dari kecil hingga terus menyusahkan semua orang yang ada disisinya.

Aliya Kim tidak punya teman satupun dan selalu menyeret Jimin untuk ikut segala acara yang diselenggarakan sekolahan atau kampusnya. Memamerkan Jimin seperti trofi kebanggaan dan Jimin jadi muak. Kehidupannya diatur gadis ini.

"Sayang sudahlah biarkan oppamu pergi ya. Dari kemarin dia sudah bersamamu" sebenarnya Nyonya Kim merasa tidak enak pada Jimin karena terus menuruti keinginan Aliya dan menekan keinginannya tapi Aliya benar-benar tidak bisa dibantah.

"Ibu aku hanya minta Oppa menemani ke toko buku. Kenapa seolah-olah aku menghabiskan seluruh hidupnya untukku" jengkelnya dan melepaskan tangan Jimin lalu pergi dengan menghentakkan kakinya kesal menuju kamar hingga 2 orang itu menghela nafas pasrah.

"Bu...."

"Pergilah, adikmu biar ibu yang urus"

"Baiklah, terima kasih Bu. Aku pergi dulu"

"Ya. Jangan pulang larut malam, ayahmu akan pulang hari ini"

"Iya Bu..."

Sebenarnya nyonya Kim adil dengan Jimin hanya saja Jimin selalu merasa tidak enak karena merasa hutang Budi.

"Hati-hati"

+

Aliya tidak melakukan apapun saat melihat mobil Jimin keluar dari pekarangan rumahnya, hanya ditatap dengan wajah kosong. Gadis ini tidak seceria yang di tunjukkan didepan keluarganya. Dia lebih banyak murung dan diam jika sudah sendirian dan jadi berisik jika didepan keluarganya.

Senyum dan rengekannya selama ini palsu, hanya untuk menipu mereka jika dia kasih gadis yang menyebalkan dan suka memaksa. "Aku tidak semenyebalkan itu Yoo Jimin" cetusnya dan masuk kembali kedalam kamar. Aliya tadi dibalkon untuk melihat Jimin pergi.

flashback.

"Ayah haus?" Aliya kecil ikut ayahnya untuk kunjungan di panti asuhan, dari dulu keluarga Aliya selalu menyumbang rutin untuk panti asuhan di Seoul, memang tradisi dari kakek buyut mereka dan itu ditanamkan pada Aliya juga agar kelak jika Aliya menjadi pewaris kebiasaan ini akan tetap dilakukan.

"Sabar ya sayang, tunggu dikursi itu dulu, ayah ambilkan air" Aliya mengangguk dan berlari menuju kursi yang ditujuk ayahnya. Aliya melihat kanan dan kiri, banyak anak-anak kecil seusianya disini tapi mereka tidak pernah mengajak Aliya bicara atau bermain. Entah apa yang salah padanya padahal Aliya juga mau berbaur.

One Shot Collection Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang