59. Big Brother?

6K 249 31
                                    

Happy Reading.

°

Sialan, sekali lagi aku terus mengumpat menyumpah serapahi orang tuaku, pagi ini benar-benar sial. Aku harus bolak-balik kekantor dan rumah, belum lagi ini pagi-pagi buta. Ah menyebalkan, seharusnya aku masih bergulung diatas selimut, tapi lihatlah.

"Nona ini sarapan tuan Muda. Tolong bawakan serta" aku mendengus dan meraih kasar bekal yang Ahjumma Han berikan padaku. Ini bekal untuk saudaraku, lebih tepatnya saudara tiri. Ayahku mengadopsi seorang anak laki-laki dari umurku yang ke 17 tahun dan kami sudah tinggal bersama selama 2 tahun ini.

Aku baru berumur 19 tahun dan aku tidak terlalu peduli pada saudara tiri ku. Menyebalkan jika ayah selalu membanggakan dia. Padahal aku anak kandungnya. Usiaku terpaut 6 tahun dengannya dan dia sudah berumur 25. Cukup jauh sih, tapi aku tidak peduli.

Kulemparkan bekal pemberian Ahjumma Han dijok mobil dan menyalakan mobilku, Keluar dari rumah dengan kesal, kupercepat kecepatan mobilku.

Mendengus saat mendengar suara ponselku yang berdering, aku tau siapa itu. Tanpa Melihatnya aku bisa menebak.

Kucoba abaikan tapi terus saja berdering. Dengan kasar aku mengambilnya dan mengangkatnya.

"Park Bangsat Jimin bisakah kau sabar. Aku sedang dijalan?" Aku tidak peduli jika dia tersinggung dengan teriakan ku. Setidaknya dia harus sabar untuk mendapatkan berkas ini. Aku bahkan melebihi batas kecepatan karena dia. Sialan.

"Oppa tau. Tapi bisakah kau tidak berteriak, Oppa hanya ingin kau hati-hati!"

"Cih apa pedulimu? Yang penting berkas ini sampai. Gara-gara ulah sialmu aku bahkan kena marah ayah. Sialan kau!" Aku mendengar Jimin menghela nafas panjang dan kembali berucap.

"Aku minta maaf. Jangan terburu-buru, hati-hati dijalan. Oppa akan menaha~~~"

Kumatikan sambungan teleponnya sepihak, aku muak mendengar suaranya. Sungguh aku tidak suka dengan Jimin, alasannya satu, ayah selalu membanggakan dia dan melupakan aku. Aku anak kandungnya dan aku merasa jika ayah lebih menyayangi Jimin. Persetan dengan tata Krama, aku terlalu muak jadi anak tiri.

°

Aku sampai dikantor dalam 15 menit, menuju ruangan Jimin dan tidak lupa membawa berkas dan bekalnya. Aku tidak mau makanannya mengotori mobilku. Kubuka kasar pintu ruangannya dan dia terlihat terkejut. Aku tidak peduli dan kulemparkan dua benda itu padanya.

"Perhatikan bawaanmu dan jangan repotkan aku karena barang sialanmu" cetusku dingin dan berlalu begitu saja.

"Aku mengerti. Terima kasih" aku tidak peduli dengan kata-kata Jimin. Terus berlalu untuk keluar dari sini. udara disini pengap dan aku benci suasana kantor.

Aku libur kuliah jadi bebas, dan yang membuatku muak adalah ayah yang terus mendesakku untuk belajar mengenai kantor pada Jimin. Jelas aku tidak suka, sungguh.

Kuputuskan untuk menemui Chaeyeon, setidaknya dia akan mendengar keluhanku hari ini. Pagi sial!

°

"Ayolah Aliya. Berhenti melakukan hal yang kekanakan. Aku tau kau tidak sejahat itu!" Jika aku tau Chaeyeon akan mengatakan ini seharusnya aku tidak kesini. Bukanya mengurangi kekesalan Ku dia justru memperparahnya. Shit Lee Chaeyeon.

"Jangan kira aku tidak tau jika kau masih menyukai dia. Ayolah kau jadi seperti ini karena dia yang biasanya jadi sekertaris ayahmu dan langsung jadi saudara tirimu. Aku tau kau melakukan ini karena status kalian. Tapi melampiaskan ini pada Jimin juga tidak benar. Dia tidak salah" aku mendengus dan melemparkan bantal sofa pada Chaeyeon. Sial dia kembali mengungkit tentang perasaan ku.

One Shot Collection Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang