Happy Reading.
*
Saya berharap yang terbaik dari coretan tidak bermutu ini, membuang waktu diwaktu seperti ini perlu. Hokey.
*
"Bagaimana?" Laki-laki itu menggeleng pelan hingga membuat wanita paruh baya ini menghela nafas pelan. Jemarinya tidak berhenti menepuk paha bayi laki-laki yang ada digendongannya. Mencoba menenangkan bayi yang baru saja bangun dari tidurnya ini.
"Aku tidak mendengar jawaban apapun, apa mungkin dia dalam masalah?" Laki-laki sedikit khawatir, masalahnya ini sudah terlalu lama.
"Jangan berfikir aneh-aneh, siapa tau ada Se Yoon disitu. Jadi Aliya belum berani kembali. Biarkan saja formula untuk Julian" laki-laki itu mengangguk pelan. Tidak ada yang bisa dirinya lakukan selain membuatkan susu untuk cucu dari kakaknya.
"Aku hanya takut Aliya terjebak dengan Jimin hingga tidak bisa kembali"
"Entahlah, biarkan saja. Menghindari Jimin juga tidak bisa Aliya lakukan" lirih Elena pelan. Menantap cucunya dengan pandangan lembut, pandangan mata yang menggemaskan. Bayi laki-laki yang berumur 2 bulan ini benar-benar mengalihkan dunianya. Anak Aliya, cucunya. Yah Elena adalah ibu kandung Aliya. Dan selama menghilang dari Se Yoon dan Jimin, Aliya bersama ibu kandungnya. Dan sudah bisa ditebak jika bayi digendongan Elena anak siapa?
*
Kamar itu hancur, suara isak tangis yang dominan. Pecahan kaca dimana-mana. Benar-benar berantakan. Tangan Jimin penuh dengan darah. Membiarkan darah mengalir begitu saja, sama berantakan dengan Aliya. Hanya saja Jimin terlihat tidak baik-baik saja. Memang tidak menangis, tapi kondisi fisik Jimin menandakan jika tidak baik-baik saja.
"Ini alasannya? Alasan kau tidak mau menikah denganku? Ternyata ada yang lebih dulu menikahimu hingga punya anak" suara putus asa Jimin membuat Aliya semakin menelusupkan kepalanya di lutut, tidak menyaut sama sekali. Hanya isak tangis yang dominan terdengar sebagai balasan Aliya.
Jimin berbalik dan menantap Aliya yang diam meringkuk diatas kasur. Aliya hanya berbalut selimut di ranjang yang berantakan, jelas Jimin tidak melewatkan ranjang untuk dihancurkan.
"Maaf, sejatinya aku tidak melakukan hal kurang ajar seperti tadi. Aku hanya kalap karena kau menolak untuk kembali. Maafkan aku" suara Jimin tidak bernada sama sekali. Hanya datar dan dingin. Wanita didepannya ini bukan lagi Aliya, melainkan ibu dan istri orang. Dan Jimin tidak berhak menuntut Aliya kembali. Jimin kalah telak.
"Seharusnya aku tidak menunggumu dalam waktu selama ini, seharusnya aku faham jika kau akan mencari laki-laki lain. Yang lebih baik dan lembut, maaf. Maaf untuk semuanya, termasuk paksaan ini" Jimin menarik nafas dalam, tidak mendengar balasan apapun dari Aliya membuat semuanya jelas.
"Aku janji ini adalah pertemuan terakhir kita. Aku janji Aliya, sekarang aku hanya ingin minta maaf untuk semua yang aku lakukan. Dulu dan sekarang. Maafkan aku" suara Jimin memelan, melangkah mundur dan berbalik. Meninggalkan kamar ini dengan luka di tangannya, jelas tanpa berbalik arah. Terus berjalan, waktunya sia-sia.
Kepala Aliya mendongak saat mendengar langkah kaki Jimin yang semakin menjauh, wajahnya merah karena menangis. Bibirnya bergetar hebat. "Kau bahkan tidak bertanya dengan siapa aku menikah? Bajingan sialan. Bayi itu anakmu" maki Aliya dalam tangisnya. Air matanya tidak berhenti mengalir. Terus menangisi ini. Aliya tidak mau kembali dengan Jimin tapi Aliya juga tidak terima Jimin pergi begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shot Collection
Teen FictionOne shoot. Kumpulan one Shoot, dari mulai Happy, Sad, Family, dan Angs.😆 Cast akan muncul sesuai jalan cerita.😊 Stay ini here😌