dingin

860 100 19
                                    

Malam ini Semarang dingin. Angin berhembus pelan namun menusuk sampai sum-sum. Iyok merapatkan selimut sampai dagu.

"Kamu gulungan aja kayak kepompong." Fano masuk membawa semangkuk mie rebus yang asapnya mengepul indah di mata bulat punya Iyok.

"Dingin. Emang kamu gak kedinginan?"

Fano menggeleng. Memberikan mangkuk yang ia pegang kepada Iyok.

"Dingin." kata yang diulang Iyok kurang dari satu menit lalu.

"Mau disuapin?"

Iyok mengangguk antusias.

Fano menyodorkan sesendok kuah mie rebus rasa soto di depan bibir Iyok.

Srluuurrp

"Enak?" tanya Fano usai mendengar desah lega dari belah bibir sewarna ceri.

"Enak." Senyum terkembang lebar. Pipi dan hidung Iyok yang sebelumnya berwarna merah akibat dingin perlahan kembali pada warna kulit normalnya; putih cerah yang menawan.

"Kamu mau teh anget?" tanya Fano.

Iyok menggeleng.

"Mau wedang jahe?"

Iyok menggeleng.

"Mau apa?" Fano menjepit hidung Iyok karena gemas. Hanya kepala Iyok yang menyembul dari balik selimut tebal.

"Mau peluk boleh?"

Fano meletakkan mangkuk dan bergabung bersama Iyok dalam selimut, melewati malam yang dingin bersama meski hanya mengobrol random soal hujan, cita-cita dan proses pembuatan permen.

Bahagia itu sederhana bagi Fano saat ini; Iyok, selimut dan cuaca dingin.

END

02 Januari 2020

Cemilan | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang