bohong?

840 78 12
                                    

Sejak satu jam lalu Fano dan Iyok berbaring, namun kantuk menguap entah kemana perginya. Jam dua belas tepat dengan gerimis menjadi latar mereka. Hening lalu sunyi.

"Gak bisa tidur aku, No." Keluh Iyok lalu memiringkan tubuh untuk menghadap Fano.

"Sama. Mau ngapain?"

Iyok diam. Wajah Fano sedikit terang akibat gorden yang terbuka. Lampu jalan menyoroti garis rahang tegas itu. Iyok iri.

"Gak tau. Males ngapa-ngapain."

Fano menyetujui lalu ikut memiringkan tubuh, menghadap Iyok. Mereka hanya dibatasi guling. Meski satu selimut namun dingin masih menggelitik.

"Pas aku mandi waktu itu, kamu ngomong apa sama mama?" jujur, Iyok masih merasakan sikap mama ke Fano mulai berubah semenjak kejadian itu. Entah bagaimana, tetapi tatapan penuh selidik mama membuat Iyok sendiri tidak enak, bagaimana Fano coba?

Fano menghela napas. Mint menguar lembut. "Mama minta aku buat jagain kamu."

"Terus?"

"Udah gitu aja."

"Bohong."

"Tau dari mana?"

Iyok menyangga kepala dengan telapak tangan lalu siku menyentuh bantal. Jadi posisinya lebih tinggi dibanding Fano.

"Mata kamu beda. Ada lagi yang ditutupin."

"Gak ada. Emang mama minta aku buat sama kamu terus."

"Bukti-bukti itu apa?"

"Oh itu." Fano menarik selimut sampai pinggang Iyok, tadi tersingkap. "Kalau sampe kamu sedih, mama bakal marah sama aku, makanya dia cari bukti yang bener biar gak asal tuduh."

Iyok kembali rebah. Ia tahu masih ada yang Fano sembunyikan, namun jika terus dipaksa, Iyok takut itu juga akan melukai hatinya. Memilih untuk sabar dan membiarkan Fano sendiri yang akan bercerita jika sudah waktunya.

"Yok," Fano mengelus alis Iyok yang menyatu, sedang berpikir. "Kamu ngomong apa aja sama mamah pas masak?"

Iyok tersedak ludahnya sendiri sampai terbatuk.

Fano yang hendak bangun langsung ditahan dadanya. Iyok duduk.

"Mamah lupa kalau kamu gak suka telor setengah mateng, aku ingetin deh."

"Terus?"

"Gak ada. Dia ngajarin aku cara masak yang bener aja waktu itu."

Fano tertawa sumbang. "Bohongmu aja aku percaya."

Iyok mendengus. "Kamu juga."

Fano menarik Iyok untuk kembali tiduran. "Kalau udah waktunya, mau bilang jujur?"

Iyok mengangguk. "Sekarang gini dulu aja. Jujurnya dikit bukan berarti bohong semua, kan?"

"Iya, tadi aku juga jujur kok."

"Ucapan mamaku berat ya buat kamu?" Iyok melihat arang itu semakin gelap. Tanpa cahaya seolah mata itu menyimpan misteri sendiri.

Fano mengangguk. "Perkataan mamah bikin kamu sakit, ya?"

Iyok mengangguk.

Fano sakit jujur saja. Ia bisa melihat luka di mata mamah saat melihat ia dengan Iyok. Namun jika pilihannya sebegini berat, bolehkah Fano menghindar?

Enggan bertanya pada mamah kalau akhirnya itu menyesakkan, namun membiarkan menjadi gantung juga bukan pilihan baik.

Iyok tidak bisa melihat Fano merasa gusar ketika mereka duduk di ruang tamu rumahnya saat ada mama. Mata tajam itu tidak sehangat dulu. Jika boleh Iyok abai, sakitkah mereka? Atau malah Iyok yang sakit karena mencoba membohongi diri dan dimanjakan dengan dusta?

END

09 Januari 2020

[A/N]
Bosen gak sih update lebih dari dua chapter sehari?

Selamat malam dan jangan lupa pakai selimut 💖

Cemilan | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang