"Kamu kenapa?" Fano berjongkok di depan kasur Iyok.
Pagi-pagi sekali perasaan Fano tidak enak. Secepat itu juga ia langsung ke rumah Iyok buat cek keadaan si calon pacar yang dari semalam gak ada kabar.
Sampai rumah Iyok, Fano disambut mama Sandra yang lagi siram tanaman. Katanya, Iyok belum bangun. Ternyata setelah Fano buka pintu kamar, ia bisa lihat Iyok yang meringkuk seperti janin di tengah kasur. Banjir keringat sampai membasahi kaos, Fano tahu kalau Iyoknya sakit.
Lelaki manis dengan iris seperti lelehan madu hangat itu redup cahayanya. Keringat dingin serta ringisan lemah keluar dari bibir yang pucat. Tangan sesekali meremas perut. "S-sakit, Fano." lirihnya.
Fano mengelap bulir keringat di dahi dan leher Iyok. Kekhawatiran jelas tergambar. "Aku panggilan mama. Tunggu."
Iyok mencengkram tangan Fano. Paham Iyok mau bangun, Fano bantu Iyok untuk berdiri. "M-muntah." katanya pelan.
Fano bergegas mengiring Iyok ke kamar mandi. Di closet, Iyok jatuh bertumpu lutut. Otot perut Iyok menegang. Muntahnya hanya berupa cairan bening. Fano mengurut leher belakang Iyok dan mengusap punggung serta pundak. "Muntahin aja, mbul. Jangan ditahan."
Iyok mengeluarkan suara muntahan yang buat Fano sedih. Harusnya ia ikut mual, tapi ini malah iba. Kasihan karena melihat Iyok yang lemas setelah mengeluarkan isi perut.
Kembali rebah di kasur, Fano mengelap bibir Iyok yang basah habis dibilas air tadi. "Sakit?" tanya Fano. Kepalanya sejajar dengan kepala Iyok, bahkan hidung mereka bisa saja bersentuhan jika Fano maju dua centi lagi.
"Minyak telon kamu di mana, hm?" tanya Fano. Aroma mint bercampur menthol dari obat kumur yang Fano pakai menyeruak masuk memenuhi penciuman Iyok. Segar dan membuat tenang.
"D-di atas piano." Iyok menunjuk benda yang dimaksud.
"Aku pakein, ya?" Fano membuka baju Iyok sampai sebatas leher. Menuangkan cairan bening kekuningan itu di atas perut Iyok yang putih bersih. Mengusap pelan dan memijat lembut. Perut Iyok bergerak dan erang sakit terdengar. "Aku kekencangan ngusapnya?"
Iyok menggeleng. "Perutku emang sakit, Fano. Lanjutin aja."
Fano menuangkan lagi minyak telon di atas dada Iyok. Hanya sebentar, takut ada yang keras tapi bukan kayu. Sekarang dahi dan leher Iyok diseka dengan tisu dan dibaluri minyak telon agar hangat. "Mana lagi yang mau dikasih minyak?"
"Udah. Makasih, No."
"Mau makan sesuatu?"
Iyok meringis sebentar. "Mulutku pait."
Fano mengigit bibir. Sedih sekali melihat kondisi Iyok. Fano clueless banget soal ngurusin orang sakit. Ia biasa dibantu mama atau Iyok jika sakit. Sedangkan Iyok jarang sekali sakit. Mungkin kalau sakit hanya batuk ringan dan sakit kepala yang dibawa tidur juga sembuh saat bangun.
"Aku buatin teh, ya?" Fano mengusap rambut Iyok yang lepek.
Iyok mengangguk dengan mata terpejam. Tangannya masih memegangi perut disertai ringisan.
Fano turun ke bawah dengan tergesa, lalu berteriak memanggil mama Sandra.
"Kenapa, Fano? Mama gak di ujung bumi padahal, teriakanmu buat kaget aja." Mama mengusap dada.
"Iyok sakit. Keringet dingin dia, ma. Tolong buatin teh anget, boleh?" pinta Fano.
Mama lantas menuruti keinginan sahabat anaknya tersebut. Satu kantung teh dengan dua sendok gula, dan air hangat kuku berhasil dilarutkan. "Ini, ayo cek keadaan manismu itu." Mama menyerahkan cangkir berkepul asap dari teh melati.
"Adek, sakit apa?" Mama sekarang mengusap keringat yang basahi dahi Iyok dengan tisu.
"S-sakit perut, ma." keluhnya.
"Salah makan kamu, mbul?" tanya Fano.
Iyok menggeleng kemudian mengangguk. Fano hela napas saja. Kalau begini bisa dipastikan Iyok makan yang nakal.
"Ini minum dulu." Fano meniup sesendok teh lalu menyodorkan di depan bibir Iyok.
Diseruput perlahan, Iyok mengerang nikmat. Sedari pagi memang perut Iyok berbunyi, namun bukan tanda-tanda lapar atau mulas. Lalu kemudian sakitnya semakin menjadi sampai melilit —seperti lambung dicengkram kuat hingga Iyok tidak bisa jalan.
"Emangnya kamu jajan apa, dek?" Mama berdiri. Membiarkan Fano membantu Iyok untuk duduk dengan disangga bantal pada punggung.
Iyok memeluk cangkir di atas perut. "Cuma beli nasi ayam di tempat biasa."
Fano menaikkan alis dengan tampang mengejek sekali. "Terus?"
"Udah."
"Bohong. Coba tatap aku sambil bilangnya." Fano mengapit dagu Iyok untuk meluruskan pandangan mereka.
Iris itu bergetar takut.
"Nah kan, bohong kamu."
Mama terkekeh. "Jujur, adek. Biar mama gak salah kasih obatnya."
Iyok mengigit bibir bawah. Pucat di wajah serta mulutnya tidak hilang, hanya berkurang. "Jajan es potong sama bakso pentol di deket SPBU, terus cemilin kue di rumah Wayan, sama dikasih keripik pedes dari Kevin."
Fano mencubit pipi Iyok. "Bandel. Dibilang gak boleh jajan pinggir jalan juga. Kamu tuh gak kuat pedes, sok makan yang dikasih orang. Tolak, mbul." Setelah Iyok mengeluh sakit pipinya ditarik, Fano kemudian mengusap bulatan putih pipi Iyok. "Kue kering Wayan kamu cek kedaluwarsanya?"
Mama melihat interaksi mereka saja tanpa niat berkomentar. Iyok juga sudah tidak sesering tadi meringisnya, jadi bisa disimpulkan kalau sakitnya tidak terlalu parah.
"Abisnya anak-anak pada beli itu, ya aku pengen lah. Terus juga gak enak ditawari makanan, harus dicobain walau sedikit. Tandanya menghargai, Fano." Iyok meminum sedikit teh manisnya. "Kayaknya kue kering dari Wayan masih enak-enak aja."
"Adek, kamu hampir keracunan makanan, loh." Mama mengusap rambut Iyok yang basah. "Hati-hati besok kalau makan di luar. Untung aja gak sampe pingsan kamu. Bikin khawatir aja."
Iyok menempelkan kepala di perut mamanya. "Maaf buat khawatir."
"Yaudah mama mau masak. Kalian nanti turun kalau udah waktunya makan. Adek juga, mama siapin obat harus diminum." Mama Sandra kemudian mengelus kepala Fano. "Jagain si adek ya, No. Mama ke bawah dulu."
Setelah pintu kamar ditutup, Fano naik ke kasur. Mengambil posisi untuk duduk bersandar pada dinding dan kemudian memeluk Iyok dari samping. "Jangan nakal makanya. Sakit kan. Bandel sih."
Iyok mendengus. Mengusap lengan Fano yang melingkar di atas perutnya. "Aku kira gak separah ini."
Fano menghidu aroma bayi dari tubuh Iyok. "Hampir jantungan aku pas tau kamu sakit, Yok. Jaga kesehatan, ya?"
Kemudian hening. Iyok menyeruput pelan teh, sedangkan Fano memejamkan mata.
"Fano, terima kasih." bisik Iyok.
"Kembali kasih, mbul."
Iyok meletakkan cangkir di meja kopi, lalu badannya merosot sampai di depan dada Fano. Iyok memeluk Fano erat, menyampaikan rasa sayang lewat afeksi yang diberikan.
Fano tersenyum, mengecup pucuk kepala Iyok dan membalas pelukan. "Tidur gih. Nanti aku bangunin kalau mama udah selesai masak."
Dibalas anggukan, Iyok akhirnya jatuh tertidur. Sesekali Fano pijat punggung dan pundak manisnya. "Cepet sembuh, mbul. Love you." kata Fano pelan.
END
⌨ 25 Maret 2020
[A/N]
Plot by Osirishelios
Maaf kalau gak sesuai ekspektasi.9 orang beruntung bakal aku buat plot yang bisa dikirim lewat dm instagramku dan kamu bisa jadi bagian dari cemilan.
Anggap aja aku halu. Cuma kok bisa mirip sih alur Cemilan yang "Virus" sama video Kiflyf yang "whisper challenge tapi dilakban"?
Sama dari segi; Iyok ke rumah Fano pas lagi isolasi mandiri. What do you think?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cemilan | FaYok vers ✔
Humor2019, Cerita singkat dua anak adam yang ngakunya sahabat tapi saling kode ambigu. *debut story; 16/10/2019 on Stupid F *debut work; 23/10/2019 *graduation; 02/05/2020 _______________ story; kejukopi original cover; tumblr design cover; kejukopi