Iyok terjebak dalam situasi yang sebenarnya tidak begitu mengenakan. Pasalnya, mama Fano sedang duduk seraya melihat dirinya dengan seksama. Semacam mengamati dan membaca pikiran Iyok.
Duduknya gusar. Menunggu Fano mandi ia rasa tidak pernah selama ini. Melirik jam tangan, tiga menit berlalu semenjak Fano izin membersihkan diri. Sial, ternyata baru sebentar ditinggal. Tahu begini, Iyok pilih menunggu Fano di kamar saja seperti biasa.
"Mama boleh tanya, Yok?" Iyok langsung menoleh setelah suara mama Fano memecah sunyi.
Iyok mengangguk tentu saja. Toh mereka sudah biasa bicara apa saja ketika bertemu.
"Kamu sama Fano sahabatan?" Hampir saja Iyok tergelak konyol. Pertanyaan super absurd yang ia dengar di awal tahun nyatanya keluar dari belah bibir perempuan yang sudah ia anggap sebagai ibu kedua.
Tersenyum lembut, Iyok tanpa sadar menyamankan duduk. "Iya, Ma. Emang dipikir aku sama Fano apaan?"
Mama masih menatap selidik. Matanya memicing tajam. "Fano ke kamu perhatian banget. Wajar aja mama mikirnya gitu. Dia kalau sama mas Julio atau temen-temen cowoknya yang lain aja gak pernah ngomong lembut atau tanya pendapat."
Iyok diam. Mencerna ucapan ibu sahabatnya.
Jika ditelaah, memang benar perkataan barusan. Iyok sering merasa diberi perhatian lebih oleh Fano dan itu sangat terlihat ketika mereka sedang berkumpul dengan teman-teman.
Fano yang dasarnya cuek akan berubah menjadi protektif ketika Iyok banyak tingkah. Fano selalu mengutamakan keinginan Iyok dibanding teman-teman yang ada, semisal saat mereka diskusi untuk memilih makanan. Fano menanyakan menu pilihan Iyok lalu membiarkan teman yang lain memesan sendiri.
Si manik arang akan marah namun meminta maaf dimenit selanjutnya ketika tahu Iyok tanpa sengaja melukai anggota tubuhnya sendiri karena ceroboh atau sakit mendadak.
Tidak pernah sekalipun Fano melempar barang padanya meski hanya botol minum, camilan, atau pulpen sekalipun. Fano akan repot-repot berjalan ke arahnya dan memberi benda yang dimaksud dengan tatapan mata meneduhkan.
"Fano sayang sekali ya sama kamu?" Itu bukan pertanyaan, jelas sekali pernyataan yang menyentak rasionalitas Iyok.
Tersadar dari khayal tentang perlakuan Fano padanya, Iyok meremas pinggiran sofa.
"Mama bisa liat itu, Yok."
Iyok mendongak. Satu garis pandang menjadi jembatan masing-masing manusia beda generasi ini menyelami warna mata lawan bicara.
Tidak pernah terlintas sedikitpun dibenaknya bahwa akan ada interogasi sesi kedua. Iyok mematung.
"Selagi kalian baik-baik aja, lakuin apapun yang buat bahagia. Mama gak larang, tapi mama juga gak bisa bebasin kalian. Kamu sama Fano udah gede, tau batasan. Pahamin hati masing-masing sambil cari jalan keluar barengan."
Mendapati luka batin di manik segelap malam persis Fano di mata perempuan itu, Iyok tertegun.
"Adu ke mama kalau ada masalah apapun. Kamu kenal mama banget, kan? Jangan sungkan. Ya, anggap aja ini awal baik buat kedepan. Gak masalah misalnya banyak yang dikorbanin demi bahagia kita sendiri." Mama menepuk punggung tangan Iyok yang sedari tadi meremas sofa.
"Bahagia itu kita yang buat dan kita yang rasa. Orang cuma tau iri sama dengki aja kalau liat kita seneng. Biar mereka semakin menderita, kita harus lebih bahagia lagi." Senyum meneduhkan terbit. Itu senyum mirip sekali dengan Fano, tolong Iyok jadi rindu.
"Mama kecewa?" cicit Iyok.
Menggeleng dengan senyum yang masih tersungging, mama menggenggam tangan Iyok. "Buat apa kecewa? Orang yang di depan ini nih yang buat anak mama bahagia."
Mereka tersenyum. Bias bahagia ketara sekali dari aura yang keluar. "Iyok, orang itu hidup tujuannya buat seneng. Nanti pas mati gak bisa ngerasain bahagia lagi. Makanya sekarang kita wajib buat bahagia biar nanti gak nyesel kalau udah mati. Kalau hidupnya sedih mulu, mati nanti gimana? Gak ada kenangan bahagia dong."
Setelah itu aroma sabun seperti cairan pembersih lantai beraroma anti septik menguar. Fano membawa kresek berisi baju untuk disumbangkan. Berjalan hampiri dua orang yang sangat dicintai dengan langkah ringan. "Mau berangkat sekarang?" tanya Fano setelah berdiri di depan Iyok.
"Pulang jam berapa?" Mama interupsi.
Fano mengecek jam. "Palingan sore sih. Mama mau ikut kita?"
"Enggak, tanya aja kok. Yaudah sana berangkat, nanti keburu macet." Mama menepuk bahu Fano dan mengelus kepala Iyok lalu berjalan ke arah dapur diselingi senandung.
Fano menatap Iyok. "Mama seneng banget. Kamu apain?"
Iyok terkekeh. "Ngobrol doang tadi."
Ditarik tangan Iyok agar bangun. "Sama kamu juga buat aku bahagia. Jangan keseringan deket sama mama. Aku cemburu liat dia sebegitu senengnya abis ngobrol sama kamu. Biar aku aja yang buat dia senyum begitu, tugas kamu jadi re-charge aku aja."
Mencubit pinggang Fano, Iyok jalan duluan ke arah mobil. Abai dengan panggilan dari lelaki yang sudah kurang ajar masuk ke dalam hati.
Izin udah di dapet, bosqu
END
09 Februari 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Cemilan | FaYok vers ✔
Humor2019, Cerita singkat dua anak adam yang ngakunya sahabat tapi saling kode ambigu. *debut story; 16/10/2019 on Stupid F *debut work; 23/10/2019 *graduation; 02/05/2020 _______________ story; kejukopi original cover; tumblr design cover; kejukopi