masih fano

643 70 72
                                    

"Iyok?" Mas Julio total terkejut ketika mendapati sahabat adiknya duduk di kursi teras sendirian.

Iyok menoleh. Mas Julio ambil duduk di sebelahnya. "Kenapa, mas? Kaget gitu liat akunya."

Mas Julio melihat Iyok dengan seksama. "Kamu ngapain pagi-pagi udah di sini? Gak dicariin tante Sandra?"

Menggeleng lalu memasukkan ponsel ke dalam tas. Sepertinya lebih seru ngobrol dengan mas Julio. "Aku ke sini disuruh sarapan bareng sama om."

"Terus kenapa gak masuk?"

"Males. Fano belum bangun juga. Gabut doang yang ada kalau nungguin dia sadar."

Mas Julio terkekeh. "Kamu tau Fano banget, ya?"

Jelas saja Iyok mengangguk. "Banget, mas."

"Sayang Fano juga?"

Iyok tanpa sadar menahan napas.

Mendapati muka Iyok pucat mendadak. Mas Julio mengulum bibir menahan senyum. "Yah berarti sayangnya Fano sepihak dong kalau ngeliat ekspresi kaget kamu gitu."

Iyok menoleh. "Aku gak tau, mas. Simpulin aneh-aneh sendiri malah takut baper sendiri akunya."

"Loh kalau udah sama-sama sayang mah tandanya baper kamu dibales."

Mas Julio mengelus dagu. "Fano itu keliatan sayang banget sama kamu."

"Emang keliatan banget?"

"Hu'um."

"Kayak gimana?"

Mereka akhirnya berpandangan. "Fano itu candu nikotin banget, kamu pasti tau. Pas perjanjian sama kamu cuma boleh dua batang sehari, dia ikutin tuh sampe sekarang. Fano nurut sekali sama kamu."

Iyok mendengus. "Itu juga demi kebaikan dia."

"Halah. Mana pernah dia dengerin aku? Aku sampe batuk-batuk juga dia gak berenti tuh keluarin asep. Bandel anaknya."

"Mungkin dia udah insyaf."

"Iya, insyaf. Sejak ketemu kamu."

Iyok menunduk. Pipinya panas.

"Yok, Fano sekarang makannya rajin loh. Katanya dia gak mau sakit lagi terus buat kamu panik. Dia mau sehat terus biar bisa jagain kamu. Fano itu adeknya mas. Mas tau banget kalau dia udah berubah jadi lebih baik semenjak kalian intens ketemunya."

Mas Julio melanjutkan perkataannya karena mendapati Iyok hanya menunduk tanpa berniat menghentikan pembicaraan. "Fano bandel, susah diatur. Mas ngeliat dia semangat buat kerja, rajin nabung sampe dompetnya penuh dengan alasan biar bisa traktir kamu terus, Mas ngerasa dia serius."

"Aku juga bisa ngeliat itu, Mas." Iyok akhirnya kembali bertemu pandang. Mata coklat karamelnya bersinar terkena sinar mentari pagi. Hangat, lembut, dan indah.

Pantas Fano suka.

"Terus apa lagi yang buat kamu ragu? Mas bisa tebak kalau Fano pasti udah nembak kamu."

"Iya, Mas. Udah pernah nembak dan tiap kesempatan bilang kalau dia sayang sama aku."

"Terus kenapa kamu buat sulit? Tinggal bilang kamu suka dia juga, beres. Jangan sampe dia pergi karena capek berjuang loh, Yok."

Iyok menggeleng cepat. "Dia masih ada Laura. Aku gak mau buat posisi Fano makin sulit. Kita pernah diskusi buat dia selesain masalahnya dulu, terus ke aku kalau semua udah beres."

Mas Julio menyenderkan punggung. "Mas gak maksud buat maksa kamu terima Fano. Itu hak kamu. Mas di sini cuma pengen kasih tau kamu aja gimana Fano berubah."

"Mas gak marah kalau Fano jadi sama aku?"

Tersenyum ringan, Mas Julio menggeleng. "Fano bahagia itu prioritas mas, Yok. Dia bahagia karena pilihannya dan gak dipaksa jadi bahagia kita semua. Terlepas ini bener atau salah, nyatanya kita gak bisa paksain perasaan."

"Yok, mas gak mau hidup Fano sia-sia karena tuntutan. Dia udah gede, tau mana yang dimau. Hidup cuma sekali. Ngikutin peraturan masyarakat mah gak ada habisnya. Bahagia itu dibuat, bukan dicari. Dia manusia merdeka."

Iyok tersenyum. Hatinya jauh lebih lega. Ternyata pikiran yang gaung di dalam otak bisa sirna setelah berbagi beban dengan orang lain. Setidaknya Iyok tahu kalau ada yang mendukung mereka.

"Mas, kalau misalnya aku jadi sama Fano, kira-kira siapa yang peranin dominan?" tanya Iyok tiba-tiba.

"Fano dong."

Iyok mendelik. "Kok bukan aku?"

Mas Julio tertawa. Tawa yang ngeselin sekali. "Gimana bisa kamu? Wong manja gini."

Iyok melipat tangan di depan dada.

Fano ternyata sudah bangun dan sedang berdiri di belakang mas Julio sambil sisir rambut dengan jemari. "Iyok? Lama nunggu? Kok gak masuk ke kamar aja?"

Iyok mendengus. "Aku benci sama kamu." Mendorong dada Fano, Iyok masuk ke dalam rumah sambil hentak kaki.

Fano bingung. Mendapati senyum jahil di muka mas Julio, Fano sadar kalau ini pasti ulah si kakak laki-lakinya. "Kamu apain Iyok, mas?"

Mas Julio bangkit sambil angkat bahu. "Manismu itu lucu. Kalau belum dipatenin, pengen mas rebut aja."

Baru bangun sudah diuji saja kesabaran Fano. "Asem. Maju ambil Iyok, rusukmu aku buat lurus."

END

13 Februari 2020

[A/N]
Mampir ke work aku yang judulnya Coolyah dong.

Cemilan | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang