pantang

724 79 7
                                    

"Mau kemana?" Iyok mendapati Fano sedang mengancing kemeja putih. Celana bahan hitam, rambut disisir, parfum maskulin menguar. Rapi sekali.

"Ketemu orang. Sebentar aja."

Iyok duduk di bibir kasur. Melihat Fano yang mondar-mandir sibuk seperti setrikaan.

"Lama?"

Fano berhenti. "Tadikan aku bilang sebentar."

Iyok mendengus. "Santai aja ngomongnya."

Fano jongkok di depan Iyok. Tangannya menyentuh lutut yang lebih muda. "Mau tunggu atau pulang?"

Iyok diam.

"Pilih, Mbul. Aku udah terlambat nih."

Iyok menyentuh rambut Fano, keras, sepertinya habis di spray. "Emang aku gak boleh ikut?"

Fano tersenyum tetapi kepalanya menggeleng, sial PHP. "Sebentar doang. Jam 3 pulang."

"Ini jam 11. Kamu mau aku lumutan di sini?"

Fano mengambil tangan Iyok di atas kepalanya lalu digenggam. "Pulang aja. Nanti aku nginep di sana."

Iyok menggeleng. "Aku main ke rumah Wayan."

"Ayo aku anter." Fano mengambil dompet.

"Loh katanya udah terlambat. Aku bisa sendiri."

Menarik tangan Iyok agar yang muda ikut berdiri. "Emang terlambat, tapi kamu prioritas. Tau utamaku? Kamu." Fano menjawil hidung Iyok.

"Aku gak mau jadi beban. Bisa sendiri jadi gak mau repotin kamu."

Fano terkekeh ganteng. "Yang bilang repotin aku siapa? Justru kalau aku gak ketemu kamu baru repot."

"Kok?"

Si arang menyentuh pundak caramelnya. "Bikin repot hati kalau kangen."

Iyok pantang takluk sekarang. "Oh ya? Aku emang ganteng sih."

Fano terkekeh lagi. "Fitnahnya."

Mendengus Iyok melepas tangan Fano yang mengelus sepanjang lengan atas sampai telapak tangannya. "Jangan pegang, meper dosa nih kamu pasti." Lalu melangkah duluan dengan pipi merah.

Pantang takluk katanya, huuh.

END

11 Januari 2020

Cemilan | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang