iyok sensi

703 71 51
                                    

Sarapan pagi dengan damai. Mama serta papa Fano lebih mendominasi percakapan ringan yang ada. Dek Tio beberapa kali minta dipangku oleh Iyok, namun mas Julio sigap memberikan pengertian pada anaknya jika Iyok sedang makan.

"Aku bantu beresin, Ma." Tawa Iyok setelah seluruh anggota keluarga bubar.

Mama menghentikan pergerakan tangan Iyok dengan merangkul pelan pundak lelaki manis yang berdiri di sebelahnya. "Gak usah. Mama aja. Kamu temenin Tio aja nonton kartun."

Iyok berjalan ke ruang tamu. Anak batita menggemaskan itu sedang memainkan lego dengan tv yang menampilkan berita olahraga.

"Loh?" Iyok bingung dan tersadar jika yang menonton ternyata Fano.

"Sini mbul duduk." Fano menepuk sofa.

Iyok duduk tanpa banyak suara. Kesalnya masih terasa.

"Mukamu kenapa, toh? Kusut banget. Gak seneng pagi-pagi ketemu aku?" Fano mencolek dagu Iyok dan dengan cepat ditepis.

"Apaan sih? Main colek aja. Bayar." Iyok berkata dengan ketus.

"Sensi sekali. Kamu kenapa, hm?" Fano memiringkan duduknya agar berhadapan dengan Iyok.

"Aku laki-laki!" seru Iyok cepat. Fano berjengit kaget. Dek Tio masih anteng bongkar pasang lego, tidak merasa terusik.

"Yang bilang bukan siapa, sayang?"

Iyok mendengus. Napasnya kasar seperti banteng yang siap menyeruduk. "Pokoknya aku cowok. Kuat, tegas, berkharisma!"

Fano mengelus punggung Iyok yang tegang. "Santai, mbul. Mau aku ambilin minum?" Fano takut Iyok darah tinggi lama-lama.

"Kamu percaya kan aku cowok?!" tanya Iyok tapi nadanya ngegas banget.

Arang dan caramel bertemu. Sejenak Iyok terhenyak. Mata Fano bagus sekali.

"Percaya, mbul. Kan aku pernah raba, datar kok."

Iyok memukul Fano dengan bantal sofa. Menekan muka Fano sampai lelaki itu jatuh tertidur di bawahnya.

"Mati aja kamu, ndes."

Dek Tio melihat dengan bingung tapi kembali acuh.

Fano menggapai udara kosong. Mukanya ditekan bantal sampai susah bernapas.

Iyok menarik bantal. Membiarkan Fano merapikan rambut serta baju yang kusut.

"Astagah, Iyok. Kalau aku mati, kamu jomblo selamanya loh."

"Pokoknya aku cowok!"

"Apasih, manisku?"

Iyok memicingkan mata. "Aku bisa dominasi, kan?"

Fano memiringkan kepala. "Bisa dong. Buktinya aku bisa nurut sama kamu."

"Ya tapi aku lebih sering nurut sama kamu~" Iyok merengek. Rasanya kesal sekali setiap ingat kalau Fano memang lebih memiliki 'kuasa' atas kehendak dan Iyok tanpa sadar selalu mengikuti titah itu tanpa bantah.

"Terus?"

"Kalau aku sama kamu, kira-kira siapa yang laki banget?"

Fano bingung. Dahinya berkerut. "Sama aja. Jelas kita laki-laki."

"Enggak gitu, ah. Kamu gak ngerti konsep." Iyok meremas bantal sofa dalam pelukan.

"Aku gak ngerti." Fano menyentuh telapak tangan Iyok dan ditepis secara kasar oleh yang lebih muda.

"Pokoknya aku cowok. Titik. Gak dibantah!"

Fano terkekeh. Membiarkan Iyok takzim bergumam jika ia laki-laki.

END


13 Februari 2020

Cemilan | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang