perihal mas julio

625 65 110
                                    

"Aku kira kamu udah ga peduli sama aku lagi." ketus Iyok ketika mendapati Fano berdiri di ambang pintu.

Fano mengekor. "Kalau ga peduli mana mau aku ke sini abis dipukul mas Julio?"

Iyok menengok dengan cepat. Didapati wajah Fano penuh lebam di sudut bibir, memar di tulang pipi bagian atas, ungu di rahang, dan bagian kiri mata yang bonyok. Iyok meringis, pasti sakit sekali. "Kenapa bisa?"

"Perjuangin kamu lah."

"Kok?" tanyanya menggantung. Menarik Fano untuk duduk di sofa lalu mengelap keringat di dahi Fano pakai tisu. Di luar memang sedang sangat amat panas.

"Panjang ceritanya." Fano meringis sakit, tiap bicara pasti ia seperti merasa kalau rahangnya bergeser.

"Aku ambilin air minum sekalian buat ngompres lukanya, ya?" Iyok bangkit ke dapur.

Mama Sandra tersenyum. "Aman?" bertanya dengan nada super santai dengan badan bersandar pada tembok. Seolah melihat Fano kesakitan seperti ini adalah harapannya.

"Aman, ma."

"Lagian, udah dibilang malah ngeyel."

Ya, berputar pada kejadian dua puluh empat jam lalu.

Pagi setelah sarapan dan pengakuan atas hubungan Fano dan Iyok, Fano disidang oleh papa Prasetya. Mbak Balqis menenangkan Iyok di kamar agar tidak melakukan tindak di luar ekspektasi semua orang.

"Jadi bisa jelasin maksudnya kamu apa?" papa berdiri dengan tangan bersedekap. Di single sofa, Fano duduk tegap. Mama dan mas Adit bersisian saling mengirim telepati yang kembali tidak membuahkan hasil.

Mas Adit tetap tidak peka :(

Fano menarik napas panjang. Jantung berdegup kencang sebab adrenalin terpacu. "Ya, yang kayak aku bilang di meja makan tadi, Pa. Aku sama Iyok pacaran." ungkapnya lugas.

"Kenapa bisa, Fano? Lu kan sama Iyok sahabatan, anjir. Lagian kalian itu cowok woy." Mas Adit ngegas. Rambut diusak kasar karena tidak kuat membayangkan imajinasi liar di otaknya yang datang tiba-tiba ketika Fano dan Iyok saat sedang berduaan.

Senyum lirih. "Pasti alasan gender." kata Fano dalam hati.

"Aku awalnya juga ga ekspektasi bisa jadian atau malah sekedar suka sama Iyok. Iya, aku tau kita sama-sama cowok, tapi bukannya cinta ga pandang apapun ya, mas? Ini salah dan aku paham itu. Aku juga kalau bisa milih mending setia aja sama Laura yang udah jadi pacarku selama empat tahun ini, tapi ga bisa. Hatiku maunya Iyok." Fano menatap nanar mas Adit yang duduk lemas.

Papa mondar-mandir. "Kenapa harus Iyok. Fano? Papa yakin Iyok sama kamu ga begini awalnya."

"Aku ga tau, pa. Aku sama Iyok ketemu hampir tiap hari. Dua tahunku sama dia terus dan aku nyaman sama dia, begitu juga sebaliknya. Sakit, seneng, sedih, susah, bahagia kita bareng-bareng rasainnya. Aku juga ga bisa nolak pesona anak papa yang lucu itu. Dia warna baru buat hidupku, pa. Maaf, ini ngecewain papa, mama, mas, dan mbak Balqis juga pastinya. Aku ga bisa terus-terusan buat boong ke Iyok tentang perasaanku ini, jadi aku ungkapin dan ternyata dia punya rasa yang sama."

"Laura gimana, No?" mama bertanya dengan pandangan lurus padanya.

"Aku udah putus sama dia setelah aku yakin kalau aku suka sama Iyok. Aku juga ga berharap Iyok suka balik ke aku karena aku tau dia bukan gay dan aku juga bukan gay, aku sukanya sama Iyok doang. Aku ga bisa nahan Laura buat aku sedangkan akunya udah suka sama orang lain. Selain itu ga adil buat Laura, itu juga nyiksa aku." Fano mencengkram jeansnya.

"Papa bingung sama preferensi sex anak jaman sekarang." papa menatap mama. "Mama gimana?"

"Aku udah tau dari awal kalau Fano sama Iyok pasti punya perasaan lebih dari sahabat, cuma buat sampe ke tahap pacaran aku ga kepikiran." mama memainkan cincin pernikahannya.

Cemilan | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang