masak

585 68 35
                                    

Sampai di rumah Fano, Iyok memasukkan barang belanja ke kulkas. Si empunya rumah malah tepar di sofa sambil ngeluh kalau kakinya pegal.

"Apa sih, Fano? Kan kita muter swalayannya sama-sama." Iyok memberikan sebotol air dingin yang diterima senang hati sama Fano.

"Pegel, sayangku. Aku dorong trolly sama bawa semua barangnya ke mobil, terus angkut lagi ke dalem rumah." kata Fano. "Sini." Menepuk paha.

Iyok duduk lalu meluruskan kaki di atas paha Fano.

"Loh, kan aku minta kamu duduk di sini bukan kaki kamu doang, mbul."

"Sstt.. Berisik kamu. Dasar calon pacar."

"Ho, halo calon pacar."

Iyok sedikit naikin kakinya dan colek dagu calon pacar dengan ujung ibu jari kaki. Fano sedikit berdecak dan jauhin botol minum yang dia pegang ke atas meja.

Fano senderan ke sofa, tangannya beralih pegang kaki Iyok yang selonjoran pasrah di atas pahanya. Mata jelaga fokus melihat manisnya yang sedang berkirim pesan sama mama Sandra.

"Kata mama aku enggak apa nginep di sini, tapi kamu suruh telepon dia dulu buat izin." Iyok menyodorkan ponsel dan room chat itu dibaca Fano.

Tangan Fano memijat betis Iyok yang putih, bersih, dan besar. "Kaki kamu kayak singkong, mbul."

Kesal, Iyok menekan tumitnya ke kemaluan Fano sampai lelaki berkulit cokelat itu meringis kesakitan. "Mulutmu tak sumpel kaos kaki Wardana yang seminggu enggak dicuci."

Setelah reda sakitnya, Fano tertawa. Tangannya kembali mengurut paha Iyok. "Dasar. Iya, nanti aku telepon mama. Bilang aja dia kangen sama aku."

"Heh, cangkemmu. Mama cuma enggak mau aku bilangnya ke rumahmu tapi malah ke tempat lain."

"Iya, sayang, iya."

.
.
.

Jam satu siang, Iyok memasak.

Tidak seperti ekspektasi Fano kalau Iyok akan menghancurkan dapur. Ternyata si manis sudah sangat khatam mengetahui bumbu dan cara memasak sup ikan, meski selama ini hanya melihat mamanya memasak.

"Ikannya udah aku bersihin nih, mbul." Fano memberikan baskom berisi tiga ekor ikan berukuran sedang.

"Nanti masukinya pas air udah mendidih." Iyok fokus sekali.

Tangannya cekatan memasukkan bawang yang sudah digoreng ke dalam panci berisi air, lalu menghaluskan bawang serta lada di ulekan ke air rebusan setelah bawang goreng. "Fano, kamu duduk aja. Mataku perih liat kamu berdiri di belakang begini."

Fano tertawa. Ia berniat ingin memeluk Iyok karena gemas, namun urung dan memilih menuruti Iyok untuk duduk. Ia duduk di meja makan yang menyatu dengan dapur. "Aku duduk di sini, ya? Pengen liat masa depanku masak."

"Halah, bacot." Iyok memotong kentang dan wortel yang sudah dicuci lalu langsung dimasukkan ke dalam panci sebelum air mendidih agar empuk lebih cepat dibanding ketika memasukkan sayuran itu saat air mendidih.

Ikan yang Fano bersihkan diberi perasan air jeruk nipis dan sedikit garam agar tidak bau amis.

Diam-diam Fano memotret Iyok yang sibuk sendiri. Senyumnya tidak luntur.

Selagi menunggu air mendidih, Iyok memasak nasi pakai rice cooker. Jari telunjuknya dijadikan tolok ukur air agar nasinya nanti tidak lembek. "Kata mama garis yang di tengah biar nasinya pulen." gumam Iyok yang terdengar Fano.

Gemas, tolong. Fano rasanya ngeliat hidup mereka di masa depan yang bahagia sekali.

Air mendidih. Aroma tumisan bawang goreng dan ulekan bawang tercium harum. Iyok memasukkan ikan dan daun bawang. "Ini udah aku kasih garem. Enggak usah pake micin ya, No. Biar sehat."

"Aku percaya kamu."

"Musyrik dong, ndes."

.
.
.

Makanan sudah tersaji. Semangkuk besar sup ikan dengan asap masih mengepul, nasi yang sudah Iyok dinginkan, dan air putih.

"Enak banget. Hebat sekali, calon pacar."

Iyok memutar bola mata tapi pipinya memerah.

Fano memuji Iyok berlebihan, tapi Iyok senang, tapi Iyok malu, tapi Iyok suka. 

"Aku mau nambah dong, Yok." Fano menyodorkan piringnya yang kosong. Iyok menyendok setengah dari porsi awal Fano.

Mereka makan diselingi kalimat pujian Fano untuk Iyok yang terdengar menggelikan.

"Biar aku aja yang cuci piringnya, mbul. Kamu istirahat aja. Terima kasih makanannya siang ini."

Iyok pilih berlalu. Ngeladenin Fano yang lagi mode keju itu enggak ada habisnya.

"Aku di sofa." pamit Iyok. Sweaternya sudah diganti dengan kaos punya Fano.

Iyok malah melamun sembari tv memutar film azab yang enggak masuk akal hukumannya buat pemeran antagonis. Fano jalan mendekat. "Mikir apa, sayangku?"

"Eh? Enggak. Kamu udah selesai cuci piring?"

"Udah. Sini hp kamu. Aku mau izin sama mama buat pinjem kamu."

"Heh."

Fano terkekeh lalu duduk di sebelah Iyok sambil nunggu sambungan terhubung.

"Halo, ma?"

"Iya."

"Ini Fano."

"Mama tau. Masa suara Iyok berat begini. Dia mah cempreng."

Fano ketawa. Iyok memicingkan mata, ia menduga kalau dua orang itu sedang membicarakannya.

"Iyok aku jadiin guling malem ini di kamarku, boleh?"

"Hahaha.. Dasar anak muda. Boleh. Pulangin dia kalau anaknya udah bosen. Jangan sampe telat makan. Jaga Iyok ya, Fano."

"Kalau Iyok enggak bosen, boleh aku simpen buat aku doang?"

"Boleh aja kalau izin ke si papa."

"Itu sih gampang."

"Halah."

Mereka tertawa. Iyok mengulum bibir karena berspekulasi aneh-aneh.

"Oh iya, ma. Tadi Iyok masak."

"Kamu keracunan dong."

"Enggak. Masakannya enak. Buat sup ikan. Hebat sekali. Aku jadi makin cinta."

"FANOOOO." Iyok memukul lengan atas lelakinya.

"Adek? Ih hebatnya. Nanti mama mau coba juga masakan adek kalau gitu."

"Mama udah, ah. Malu." Iyok menutup wajah dengan talapak tangan.

"Ma, udah dulu ya. Ini Iyoknya gemesin banget."

Percakapan Fano dan mama Sandra terputus. Fano langsung memeluk Iyok dan menyembunyikan wajah manisnya dalam dekapan. "Lucu sekali, calon pacar."

"Ngeselin banget kamu. Aku cubit nih."

END

⌨ 22 Maret 2020

[A/N]
Gegara Corona, jadwal bimbinganku diundur
╥﹏╥
Kalian semua jaga kesehatan dan tetap di rumah aja kalau enggak ada perlu banget di luar.

Cemilan | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang