males

586 72 28
                                    

"Laper mbul."

Sore pukul empat. Fano tidur telentang seperti bangkai bintang laut di tengah karpet. Iyok nonton tv di sofa sambil memeluk sebungkus besar kripik kentang rasa rumput laut. Keduanya hening sejak setengah jam lalu. Iyok dan drama picisan, sedangkan Fano guling-gulingan gak jelas.

"Mbuuull....."Fano merengek.

"Apasi? Gak pantes kamu begitu, jatohnya serem." Iyok menendang pelan betis Fano.

"Laper, sayangku. Aku laper. Mau makan kamu. Eh?"

"Gendeng."

"Seriusan laper. Sekarat nih."

Iyok melempar baju Fano. "Pake. Ayo cari makan di luar."

"Males banget. Macet pasti. Masak aja. Kamu beli bahan makanan banyak gitu." Fano memeluk lutut Iyok.

"Aku gak bisa masak, Fano. Mati keracunan, aku kubur di halaman belakang, ya?"

"Enak aja. Kita belom nikah, loh."

"Halah." Iyok bangkit. Mematikan tv dan meletakkan camilannya di meja. Berjalan ke dapur dengan Fano mengekor.

"Masak mie goreng aja. Mau?"

"Indomie?"

"Bukan, Fano. Mie telur terus aku kecapin."

Fano mengangguk. Melihat Iyok masak rasanya selalu menyenangkan. Meski rasa makanan yang Iyok buat tidak seenak mamanya atau mama Sandra, cuma tetap terasa nikmat.

Bumbu yang Iyok masukkan tidak keasinan atau hambar. Pas.

Bucin akut, bos.

Iyok merebus mie telur sembari memotong kol. "Aku dadarin telur juga, ya? Apa mau ayam suir aja?" kata Iyok yang matanya gak lepas dari pisau.

"Apa aja yang gak ngerepotin kamu deh."

"Yaudah telur dadar pake daun bawang. Tambah cabe?"

Fano menggeleng. "Aku gak suka pedes, mbul. Ya, kecuali mulutmu."

"Heh!" Iyok mendelik.

Mie sudah ditiriskan, sekarang menumis bumbu  ke dalam wajan yang berisi bawang merah, bawang putih, dan kol. Aroma tumisan bawang-bawangan enak sekali.

"Mau sama nasi?" Iyok mengaduk mie ke dalam tumisan bumbu.

"Mau."

"Tolong cuciin berasnya. Gak usah banyak-banyak, dua cup aja. Nanti airnya biar aku yang liat." Iyok menunjuk tempat beras, padahal Fano ingat, lah wong ini rumahnya.

Mie sudah matang. Iyok mengocok telur dengan irisan tipis daun bawang. Fano suka dengan telur yang benar-benar matang, maka opsinya hanya didadar atau ceplok yang kuningnya matang merata.

"Mbul, kalau nikah kita begini terus, ya?" Fano memeluk Iyok dari belakang. Lelaki manis yang lebih muda sedang menata makanan di meja jadi menghentikan pergerakan.

"Kebelet kawin kamu? Dari kemaren ngomongin nikah mulu."

Fano tertawa. Dagu Fano  yang diletakkan di pundak Iyok bergetar. "Pengen simpen kamu buat aku aja."

Iyok mengelus telapak tangan Fano di atas perutnya. "Iya, nabung dulu yang banyak biar bisa nikah. Masa tamu undangan mau dikasi air putih doang."

Pipi bulat itu dikecup singkat jadi deal Fano untuk penuhi tantangan Iyok buat pesta pernikahan yang bagus.

Sekali seumur hidup katanya.

END

⌨ 23 Maret 2020

Cemilan | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang